Mohon tunggu...
Disisi Saidi Fatah
Disisi Saidi Fatah Mohon Tunggu... Blogger

Cendekia Al Azzam - Suka mengabadikan perjalanan melalui tulisan untuk dikenang di kemudian hari | Suka Buku dan Film

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Gen Z, Personal Branding, dan Employer Branding: Pelajaran dari Podcast GP Ansor

1 Oktober 2025   12:05 Diperbarui: 1 Oktober 2025   11:21 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana generasi Z (Gen Z) memandang dunia kerja, dan apa yang sebenarnya mereka cari dari sebuah perusahaan? Pertanyaan ini dibahas tuntas dalam salah satu podcast menarik yang tayang di channel YouTube Gerakan Pemuda Ansor. Dalam sesi bertajuk karir tersebut, hadir dua narasumber dari The Builders, yaitu Bu Irabdan Mbak Didin. Diskusi dipandu oleh host GP Ansor yang dengan santai mengarahkan pembicaraan seputar personal branding dan employer branding dalam konteks generasi muda di era digital.

Seperti biasa, gaya podcast ini ringan, mudah dipahami, tapi penuh wawasan. Apalagi topiknya memang dekat sekali dengan anak-anak muda yang baru masuk dunia kerja.

Personal Branding di Era Digital

Obrolan dimulai dengan mengulik soal personal branding. Menurut Bu Ira dan Mbak Didin, personal branding itu bukan sekadar citra palsu yang dibuat-buat. Ia adalah reputasi yang melekat pada diri seseorang, yang bisa menjadi “filter awal” ketika perusahaan menilai apakah seorang kandidat cocok dengan budaya mereka.

Zaman sekarang, membangun personal branding tidak bisa lepas dari dunia digital. Media sosial seperti TikTok, Instagram, bahkan LinkedIn, sudah jadi etalase utama untuk menampilkan kompetensi sekaligus kepribadian. Seorang Gen Z yang aktif membagikan karya kreatif atau pengalaman profesional di media sosial akan lebih mudah dilirik oleh perusahaan.

Menariknya, TikTok yang dulu dianggap sekadar platform hiburan kini berubah fungsi menjadi semacam portofolio kreatif. Dari situ, perusahaan bisa melihat keaslian karakter sekaligus potensi seorang kandidat. “Personal branding yang autentik jauh lebih berharga daripada pencitraan yang dibuat-buat,” begitu kira-kira intinya.

Namun, personal branding bukanlah tujuan akhir. Ia adalah jembatan yang menghubungkan individu dengan peluang. Jika dibangun secara konsisten dan autentik, personal branding bisa memperbesar peluang seseorang diterima di perusahaan yang budaya kerjanya sesuai.

Employer Branding dan Tantangan Gen Z

Setelah membahas sisi individu, diskusi mengalir ke ranah perusahaan. Di sinilah muncul istilah employer branding, yakni bagaimana perusahaan membangun citra, budaya kerja, dan ekosistem yang mampu menarik perhatian talenta muda.

Gen Z, menurut kedua narasumber, lebih memilih perusahaan yang memberi ruang kreativitas, keseimbangan hidup, dan dukungan kesehatan mental, ketimbang sekadar gaji besar. Data yang diangkat dalam podcast ini juga cukup mencengangkan: 91% Gen Z mengalami stres dalam pekerjaannya. Artinya, perusahaan perlu lebih serius menata budaya kerja yang sehat dan suportif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun