Mohon tunggu...
Disisi Saidi Fatah
Disisi Saidi Fatah Mohon Tunggu... Blogger

Cendekia Al Azzam - Penyuka warna biru yang demen kopi hitam tanpa gula | suka mengabadikan perjalanan melalui tulisan untuk dikenang di kemudian hari | Suka Buku dan Film

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Membongkar Anggaran Pulang-Pergi Kerja: Pengeluaran yang Sering Terlupa

8 Agustus 2025   09:14 Diperbarui: 8 Agustus 2025   09:14 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roda dua jadi saksi perjuangan para pejuang rupiah di jalanan. Berapa biaya yang kamu habiskan? (Luan Nguyen/Pexels)

Setiap pagi, deru mesin motor menjadi penanda dimulainya sebuah episode perjuangan. Bukan, ini bukan awal dari sebuah film laga, melainkan ritual harian saya — dan mungkin juga ribuan Kompasianer lainnya — seorang pejuang rupiah yang menggantungkan nasib pada putaran roda di atas aspal. Bagi saya, seorang pekerja lapangan, jalanan adalah kantor yang tak berdinding, dan setiap kilometer adalah taruhan antara pendapatan dan pengeluaran.

Pernahkah Anda berhenti sejenak di tengah rutinitas yang padat, lalu bertanya pada diri sendiri: "Sebenarnya, berapa biaya yang saya bakar di jalan setiap hari?" Pertanyaan ini sering berputar di kepala saya, terutama saat mengisi penuh tangki bensin ‘kuda besi’ yang setia menemani.

Rute Tak Menentu, Anggaran Pun Rentan ‘Boncos’

Berbeda dengan teman-teman pekerja kantoran yang rutenya cenderung statis, peta perjalanan saya berubah setiap hari. Tugas saya adalah mendata aset negara dari satu rumah warga ke rumah lainnya. Hari ini bisa di sudut kota yang terik, besok mungkin menyusuri gang-gang sempit di pinggiran. Fleksibilitas ini memang seru, tapi ada harga yang harus dibayar: konsumsi bahan bakar yang sulit diprediksi.

Setiap hari, saya mengalokasikan sekitar Rp30.000 hingga Rp40.000 hanya untuk bensin. Angka ini bisa membengkak jika lokasi penugasan hari itu benar-benar jauh dan menantang. Motor menjadi satu-satunya andalan karena tuntutan mobilitas tinggi yang tak mungkin dipenuhi oleh transportasi publik. Transit? Bagi saya, transit adalah warung kecil tempat sejenak melepas lelah atau halaman rumah warga yang ramah menyapa.

Untuk urusan perut, saya sudah menerapkan strategi jitu: membawa bekal makan siang dan tumbler berisi air minum dari rumah. Ini adalah benteng pertahanan utama agar pos pengeluaran tidak semakin jebol. Tapi, namanya juga manusia yang bekerja di bawah terik matahari, godaan untuk ‘jajan’ seringkali tak tertahankan.

Segelas es teh manis atau sebungkus gorengan hangat seolah menjadi hadiah kecil untuk diri sendiri. Biasanya, sekitar Rp5.000 hingga Rp15.000 melayang untuk kesenangan sesaat ini. Karena saya bukan perokok, mungkin ini cara saya mengalihkan alokasi ‘uang rokok’ ke pos yang lebih menyenangkan di lidah.

Jika kita hitung-hitung, pengeluaran harian saya di luar makan berat adalah:

  • Biaya Transportasi (Bensin): Rp30.000 - Rp40.000
  • Biaya Jajan & Minum Tambahan: Rp5.000 - Rp15.000
  • Total Pengeluaran Harian di Jalan: Rp35.000 - Rp55.000

Kalkulasi Sebulan: Benarkah Sepertiga Gaji Ludes di Jalan?

Angka harian mungkin terlihat kecil. Tapi, bagaimana jika kita akumulasikan dalam sebulan? Mari kita ambil angka rata-rata pengeluaran harian sebesar Rp45.000 dan asumsi 22 hari kerja. Rp45.000 x 22 hari = Rp990.000

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun