Mohon tunggu...
Ignasia Kijm
Ignasia Kijm Mohon Tunggu... Wiraswasta - Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Melestastarikan Budaya Bangsa dengan Genta Nada

8 Desember 2018   17:56 Diperbarui: 8 Desember 2018   18:02 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Genta nada setinggi 3 meter. (foto dokumentasi pribadi)

Genta nada bukan sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia. Di tangan Abdul Madjid, genta nada dihadirkan dalam nuansa baru yaitu keberagaman nada. Ada nada Sunda, Jawa, Bali, Melayu, Cirebon, Makassar, dan Manado. 

Ada pula nada Jepang, Mandarin, blues, dan Hindu. "Genta nada yang asal bunyi dan tidak menunjukkan bunyi khas Indonesia itu banyak.

 Melalui genta nada berbahan aluminium yang saya buat, saya ingin mengangkat etnis-etnis di Indonesia. Supaya  negara lain tahu keindahan negara kita," papar Madjid lulusan Yayasan Musik Indonesia tahun 1990.

Tahun 1996 hingga 2002 di sela-sela profesinya sebagai penyetem piano, Madjid melakukan penelitian menciptakan genta nada dengan bunyi khas Indonesia. 

Saat mencari nada baru misalnya nada Sunda, Madjid mendengarkan lagu daerah Sunda yaitu Bubuy Bulan. Selain memperoleh penggambaran ciri etnis tersebut, Madjid juga mempelajari solmisasi lagu. Selanjutnya ia aplikasikan pada genta nada, sehingga genta nada itu menghasilkan bunyi yang sama dengan lagu Bubuy Bulan.

Abdul Madjid tengah menyelesaikan pembuatan genta nada. (foto dokumentasi pribadi)
Abdul Madjid tengah menyelesaikan pembuatan genta nada. (foto dokumentasi pribadi)
Awalnya genta nada ini dinikmati sendiri oleh Madjid. Ia memang gemar mendengarkan bunyi-bunyian khas Indonesia. Karena berefek baik pada dirinya, Madjid menawarkan genta nada kepada pelanggan jasa penyeteman piano. Ternyata mereka berminat. Orang Jawa senang mendengar genta nada Jawa. Hal yang sama terjadi pada orang Sunda. Madjid menilai penyebabnya adalah jiwa kedaerahan yang masih melekat pada diri mereka.

Bahan-bahan pembuatan genta nada. (foto dokumentasi pribadi)
Bahan-bahan pembuatan genta nada. (foto dokumentasi pribadi)
Karena minat yang besar akan genta nada, Madjid memutuskan meninggalkan pekerjaan sebagai penyetem piano. Ia ingin fokus pada usahanya. "Waktu saya memulai usaha ini seorang diri, banyak teman ragu apakah saya mampu menjual 10 unit genta nada. Nyatanya hingga kini ribuan unit sudah terjual," kenang Madjid yang memulai usaha genta nada dengan modal kurang dari Rp 500 ribu.

Tidak Mengenal Krisis

Setiap bulannya Madjid mampu menghasilkan 40 hingga 50 unit genta nada saat pesanan ramai. Sementara saat pesanan sepi hanya 10 unit genta nada yang dihasilkan. Harga genta nada ini berkisar Rp 750 ribu hingga Rp 10 juta. Perbedaan harga dipengaruhi besar kecilnya silinder (pilihannya 1 sampai 3 inch), panjang pendeknya silinder (50 cm sampai 3 meter), dan banyak sedikitnya silinder (6 sampai 48 silinder).

Madjid mencontohkan, genta nada dengan besar silinder 3 inch, panjang 3 meter, dan memiliki 48 silinder dihargai Rp 10 juta. Genta nada seperti ini memiliki nada dan oktaf yang lebih baik dibanding genta nada dengan harga di bawahnya.

Madjid memperoleh keuntungan perbulannya Rp 10 sampai Rp 15 juta dari omzet Rp 40 juta. "Omzet naik turun, bergantung pesanan," tutur Madjid yang memasarkan produknya dengan merk dagang Genta Nada. Sepengamatannya, penjualan terbanyak diperoleh dari genta nada Jawa, Sunda, Bali, Mandarin, dan Jepang.

Dalam pandangan Madjid sekalipun krisis ekonomi menghantam, bisnis genta nada tidak terkena imbasnya. Ia menilai penjualan genta nada stabil. Hal itu terkait dengan hobi dan kesenangan mendengarkan genta nada. Selain itu fungsi genta nada sebagai penghias rumah, terapi, dan menormalisir tata letak rumah yang salah menurut feng shui.

Terus Berinovasi

Madjid menilai pesaingnya hanyalah genta nada buatan USA. Namun menurutnya suara yang dihasilkan kurang bagus. Berbeda dengan genta nada buatan Madjid yang memiliki pitch 440 Hertz. Artinya standar nada A yang digunakan dalam genta nada sama dengan organ  di seluruh dunia.

Proses pembuatan genta nada membutuhkan kesabaran, ketelitian, dan kejelian dalam menentukan nada yang tepat. Untuk membuat satu silinder saja memakan waktu berjam-jam. 

Pengalaman Madjid bekerja sebagai penyetem piano yang dirintis pada 1992 sangat mendukung usahanya kini. Ia menjamin nada-nada dalam genta nada buatannya tidak akan berubah sekalipun genta nada jatuh.  

Dari workshop sederhana ini lahirlah karya genta nada. (foto dokumentasi pribadi)
Dari workshop sederhana ini lahirlah karya genta nada. (foto dokumentasi pribadi)
Dalam mengerjakan pesanan genta nada Madjid dibantu 10 karyawan. Mereka merupakan pemuda yang tinggal di sekitar rumahnya. Ada bagian pemotongan kayu, pewarnaan, dan pengantaran genta nada. Selain itu ada pula kaum ibu yang menganyam tali gantung. 

Pekerjaan itu dapat dilakukan dari rumah sehingga tidak meninggalkan keluarga. "Pencarian nada baru dan pengaturan nada tetap saya pegang, karena itu vitalnya genta nada dan sulit dilakukan. Feeling harus kuat," tutur Madjid.

Deretan genta nada nan indah. (foto dokumentasi pribadi)
Deretan genta nada nan indah. (foto dokumentasi pribadi)
Inovasi merupakan hal yang ditekankan Madjid. "Awalnya genta nada ini saya buat dengan dengan melodi neng nong neng nong neng nong. Tahun 2008 saya buat dengan bass, ada gongnya. Yang akan datang saya buat dengan akord. Jika terwujud alangkah bagusnya," harap Madjid.

Selain itu pria berdarah Binjai-Banten ini memiliki impian membuat genta nada yang tegak di lantai dengan angin dari atas. Berbeda dari genta nada yang selama ini digantung, anginnya dari bawah. Madjid bukan pribadi yang cepat berpuas diri, ia berencana menciptakan genta nada dengan bunyi dari Skotlandia, Kanada, bahkan Italia.

Kendala Permodalan 

Dalam kacamata Madjid, genta nada adalah bisnis miliaran. Dengan catatan pemesanan dilakukan dalam ribuan unit. Karena itu ia bercita-cita memiliki pabrik yang mempekerjakan puluhan karyawan. Kendalanya adalah permodalan. Hingga saat ini Madjid belum pernah mengajukan bantuan permodalan apalagi ditawari. Yang terpenting baginya adalah usaha terus berjalan.

Madjid sendiri kurang mengerti teknis dan alur  pengajuan bantuan permodalan.  "Bertahun-tahun saya mengangkat etnis Indonesia. 

Maka itu saya berharap pemerintah memperhatikan permodalan saya. Jika pemerintah lamban, saya bisa menjual hak paten genta nada ini kepada negara lain sebab banyak yang tertarik," tegas Madjid yang berencana mewariskan usaha ini kepada tiga putranya.

Berkat Konsumen    

Madjid mengakui usahanya maju berkat konsumen. Merekalah yang membuatnya terus belajar. Madjid memberi contoh, mulanya ia menggunakan model rumah-rumahan sebagai atap genta nada. 

Namun konsumen menyarankan atap genta nada cukup menggunakan kayu. Bagi konsumen yang terpenting dari genta nada adalah bunyi. Sejak itu atap genta nada diubah.  

Genta nada Mandarin. (foto dokumentasi pribadi)
Genta nada Mandarin. (foto dokumentasi pribadi)
Madjid mengerjakan genta nada bila ada konsumen yang memesan. Sebagian besar pemesan adalah perorangan. Maka di rumah sekaligus workshopnya ia hanya memajang contoh genta nada. Konsumen bisa memilih ingin dibuatkan genta nada sesuai dengan contoh atau mengajukan model sendiri.

Genta nada Melayu Deli. (foto dokumentasi pribadi)
Genta nada Melayu Deli. (foto dokumentasi pribadi)
Selain dipasarkan di dalam negeri, genta nada telah merambah Australia, Kanada, Belanda, hingga Nigeria. Genta nada dibeli dalam partai kecil oleh orang Indonesia yang tinggal dan bekerja di negara-negara itu. Kemudian dijual kembali.

Prospek bisnis genta nada yang sangat bagus membuat Madjid harus berhati-hati melangkah. Sebagai antisipasi, ia  telah mematenkan genta nada pada 2006 di Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Depkumham.

 

Terbantu Pameran 

Genta nada tidak mungkin dikenal masyarakat seandainya Madjid tidak aktif mengikuti pameran. Ia berterima kasih kepada Kementerian Perindustrian dan Dinas Perindagkop Kota Depok yang sejak 2005 memberikan fasilitas stand 3x3 gratis pada setiap pameran yang diikuti, diantaranya Pameran Produksi Indonesia, Pameran Produk Kreatif Indonesia, dan Inacraft. 

"Dua instansi itu mengatakan kepada saya bahwa genta nada ini sangat unik dan saya satu-satunya di dunia yang membuat genta nada dengan bunyi-bunyian khas Indonesia," kata Madjid yang aktif berpameran sejak 2006. Fungsi pameran menurut Madjid selain memperkenalkan produk, juga meningkatkan penjualan.

JNE sebagai jasa pengiriman barang, terutama produk UKM memegang peranan penting yang patut menjadi perhatian. JNE berperan sebagai penghubung antara penjual dan pembeli. Kini tidak ada batasan wilayah. Apalagi teknologi semakin maju. JNE sebagai jasa pengiriman terbaik di Indonesia mengajak pelaku UKM memanfaatkan layanan yang ditawarkan. Dengan demikian UKM semakin tumbuh, maju, dan berkembang.

Kunci sukses Abdul Madjid:

  1. Menekuni satu bidang usaha secara terus menerus
  2. Fokus pada usaha, bagaimana menghasilkan produk sebagus-bagusnya
  3. Tidak pernah berhenti berinovasi

Kontak:

Abdul Madjid

Sentra Genta Nada

Alamat: Jl. Raya Cinangka Gg. Madu

RT. 05/04 No. 8 Sawangan Depok 15617

 Telp: (021) 74709929 atau 081318111113

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun