Mohon tunggu...
Claudia Magany
Claudia Magany Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance

Mantan lifter putri pertama Indonesia, merantau di Italia +15 tahun, pengamat yang suka seni dan kreatif!

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Mensyukuri Kemarau Rawamangun dan Oderzo

5 September 2021   14:00 Diperbarui: 6 September 2021   05:04 1512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah kami di Rawamangun sekitar tahun '70an masih dengan pohon mangga (Foto pribadi)

Kalau pas musim panas, suhu udara bisa mencapai 40°C dan sangat lembab. Kalau pun dibarengi angin, biasanya angin yang bertiup dari arah Afrika. 

Jadi, selain melihat fatamorgana menari-nari di permukaan jalan, pasir halus dari gurun pun ikut terbang bersama angin panas. Untuk menghindari ancaman alam seperti ini, jalan terbaik hanya menutup pintu dan jendela serapat mungkin. 

Semakin gelap, udara rasanya tidak sepanas kalau ada cahaya masuk. Jadi kami menghindari pemakaian lampu dan berbagai peralatan eletronik yang mengeluarkan panas. Dengan kata lain, selama musim panas, rumah-rumah di sini cenderung bergelap-gelapan.

Upaya lainnya, hindari penggunaan oven yang bisa menambah panasnya ruangan. Masak pun yang serba praktis dan cepat demi menghindari pemakaian api (kompor). Jadi lebih baik mengkonsumsi banyak sayuran dan buah segar selama musim panas. 

Setiap musim panas, paling sering terjadi kebakaran hutan akibat gesekan ranting kayu kering antar dahan yang menghasilkan percikan api. Karena itu, dilarang keras membuang puntung rokok di daerah pegunungan dan membuat api unggun di daerah-daerah hutan kering. Baru-baru ini, juga terjadi kebakaran besar gedung pemukiman di kota Milan dan Torino.

Kalau rumah bergelapan, warna baju justru harus hindari warna gelap (hitam) karena menyerap panas. Sebaliknya, pilih baju dengan warna terang seperti putih untuk memantulkan cahaya atau panas matahari. Disarankan juga memakai krem yang mengandung pelembab untuk melindungi kulit supaya tidak kering. 

Waktu awal-awal, saya sering memakai payung pada saat musim panas. Tahunya saya menjadi tontonan warga sekitar. Karena tidak mau menjadi perhatian umum, akhirnya saya memilih topi sebagai alternatif untuk beradaptasi dengan mereka. Kecuali ramalan cuaca mengumumkan akan turun hujan, maka tak hanya sedia payung tetapi sedia jas hujan dan sepatu karet. 

Hujan pada saat musim panas di negeri ini, cukup berbahaya. Sebab bukan hanya hujan air biasa yang mengguyur bumi, tetapi grandine (butiran es batu).

Tahun ini kami bersyukur karena sudah perbaiki AC. Namun tahun-tahun sebelumnya, kami nikmati saja udara lembab (afa) dengan kipas angin listrik atau sekedar kipas bambu tradisional. 

Tiap kali saya membasahi handuk kecil dengan air dingin untuk mengompres beberapa bagian badan yang terasa lengket seperti leher, punggung dan ketiak. Karena kran air di sini memiliki alternatif panas atau dingin, jadi kami tak perlu menyimpan air dalam kulkas atau bikin es batu. Cukup putar kran ke kiri: air dingin. Rasa segar pun langsung terasa saat air membasahi tenggorokan.

Sekarang dengan AC, air limbahnya saya pakai untuk siram tanaman dan membersihkan WC. Karena pernah mengalami susahnya air, maka setiap tetes air sangat berharga bagi saya. Tak ada yang dibuang sia-sia, bahkan sisa rebusan pasta bisa dimanfaatkan untuk membersihkan lemak-lemak di piring, wajan dan lain-lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun