Subsidi diberikan dengan persyaratan tertentu, salah satunya penggunaan komponen dalam negeri (tingkat kandungan dalam negeri/TKDN). Dengan persyaratan ini, pemerintah India ingin juga mendorong tumbuhnya industri manufaktur komponen pembangkit listrik tenaga surya. Bila industri manufakturnya tumbuh, harganya menjadi kompetitif dan lapangan kerja baru juga tercipta.Â
Kebijakan TKDN ini pernah menjadi bahan "pertengkaran" internasional antara India dan Amerika Serikat karena mengurangi impor komponen dari AS. Dari mana subdisi ini berasal? Salah satunya dengan membuat skema pendanaan viability gap, yaitu menyuntikkan dana bagi proyek-proyek publik-swasta yang secara ekonomi diperlukan namun memiliki kendala pembiayaan.
Pemerintah India juga mendorong penggunaan listrik surya atap (solar rooftop photovoltaic/RTPV), mengingat hampir separuh dari target 100 GW pada tahun 2020 itu disumbang oleh PVRT. Masing-masing negara bagian (state) di India memiliki kebijakan berbeda-beda untuk PVRT, kebanyakan mengadopsi model net-metering. Dengan model ini, pemilik instalasi RTPV dapat menjual listriknya pada penyedia layanan kelistrikan. Selain itu, ada pula pemerintah negara bagian yang memberikan subdisi untuk pemasangan instalasi.
Listrik yang dihasilkan dari listrik surya atap ditotal jumlahnya dengan listrik dari penyedia layanan, kemudian plus atau minusnya digunakan sebagai dasar pembayaran tagihan listrik. Bila listrik yang dihasilkan PVRT lebih tinggi daripada konsumsi, maka pemasang/pelanggan mendapatkan keuntungan. Bila tidak, tagihan listrik mereka berkurang (sama-sama untung juga ya).Â
PLN sudah memiliki aturan net-metering yang serupa dengan India, meski belum sepenuhnya disosialisasikan. Ada gap penerapan yang berbeda antara satu PLN regional dengan yang lainnya. Dukungan pemerintah, khususnya kementerian yang relevan, memang tertuang dalam deklarasi Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap (GNSSA) yang dilakukan September 2017 lalu.Â
Meski demikian, diperlukan kolaborasi dan sinergi yang dalam tataran strategis dan praktis yang lebih jelas untuk mencapai total pembangkitan listrik surya atap sebesar 1 GW pada tahun 2020.
Dengan keberhasilan India serta pembelajaran dari tantangan-tantangan yang muncul dalam pencapaian target ambisi panas Modi dan kondisi Indonesia yang juga ingin meningkatkan penggunaan tenaga surya, rasanya memang ada yang tertinggal dari pertemuan Modi dan Jokowi.
XOXO,
Citra