PERTEMPURAN DI JATINGALEH, SEMARANG
Akhirnya pada hari Minggu 15 September 1811, ia memanggil komandan lapangannya, Colonel Gibbs: "So long, Gibbs, we move tonight. We must reach French outposts by dawn and then strike!" Pukul 2 dini hari Senin 16 September 1811, pasukan Inggris berkekuatan kecil meninggalkan bivaknya dan bergerak menuju ke selatan, dipimpin oleh barisan resimen infantri ke-14.
Setelah berjalan dalam keheningan dan tanpa penerangan sepanjang 10 km, akhirnya pasukan Inggris tiba di depan garis pertahanan Perancis di kaki bukit Gombel pada pukul 5 pagi. Posisi mereka sangat kuat, berada di jalan yang menanjak di lereng bukit, diapit oleh lereng dan jurang yang terjal. Posisi antara kedua pasukan terpisah oleh lembah selebar kira-kira 1 km. Gibbs berpikir seperti pertempuran David vs Goliath, sejenak ia sempat terpikir untuk mundur ke kota Semarang untuk menunggu bala bantuan dari Batavia.
Akhirnya ia memilih strategi yang boleh dibilang mustahil: mengejutkan musuh dengan tembakan artileri/meriam, menciptakan suasana segalau mungkin dan memanfaatkan kekacauan ini untuk bergerak maju sejauh mungkin dengan segala kekuatan yang ada hingga ke Ungaran!
Saat matahari terbit, meriam-meriam Inggris segera menembak setinggi mungkin untuk mencapai puncak pertahanan Perancis dan barisan infantri segera berlari memasuki lembah dan mendaki bukit sampai ke puncak. Pasukan Perancis dan sekutunya sangat terkejut dengan serangan tiba-tiba tersebut dan kocar-kacir menyelamatkan diri dari ledakan peluru meriam.
Dengan hanya 2 orang prajurit Inggris yang gugur dan beberapa yang luka-luka, Gibbs memimpin pasukannya menyeberangi lembah dan mulai menyerang pasukan Perancis di tengah dan sayap kiri, kemudian merangsek ke arah pasukan legiun Prang Wedono yang juga sedang bergerak mundur. Beberapa perwira Perancis (dan Belanda) gugur. Janssen terpaksa mundur dengan menaiki kudanya ke Fort Willem II di Ungaran, dikawal 20 perwira dan 2 baterai meriam Legiun Prang Wedono, yang sekarang dipimpin oleh Lieutenant Beauchat.
Janssen dengan wajah yang penuh abu mesiu dan peluh, memerintahkan pasukannya untuk bertahan di dalam benteng dengan cara: (1) menghancurkan jembatan yang menuju benteng, dan (2) bertahan selama mungkin untuk mengumpulkan pasukan yang kocar-kacir dan mundur teratur ke arah barisan pertahanan kedua di Tuntang dan selanjutnya ke Salatiga. Namun perintahnya terlambat, gerakan pasukan Inggris sangat cepat dan sudah sampai di jembatan di depan benteng. Pasukan Perancis menembaki dengan membabi buta sebelum akhirnya mundur dan membumihanguskan benteng dan desa di sekitarnya. Prajurit-prajurit Jawa dan Madura sudah berlarian ke sawah, ladang dan hutan di sekitarnya, meninggalkan Janssen dan segelintir perwiranya yang masih berusaha lari ke arah Tuntang.
PENYERAHAN PERANCIS DI TUNTANG
Jam 15.00, Janssen tiba di Tuntang, ia dan pasukannya beristirahat. Pasukan Inggris pun beristirahat dalam jarak yang tidak terlalu jauh, kurang lebih 2 km saja. Sir Auchmuty telah bergabung dengan Gibbs dan pasukannya, meneropong dari perbukitan Banaran ke arah lembah di tepi Danau Rawa Pening dimana pasukan Perancis sedang kelelahan.
Dua puluhan prajurit Bugisan Yogyakarta bersenjata tombak membentuk barisan pertahanan dengan 2 meriam menghadap ke jembatan, sementara di belakang Janssen mengumpulkan sisa-sisa pasukannya dan Beauchat melaporkan pasukannya hanya tersisa 38 perwira, termasuk Brigadier Generaal von Winkelman, mereka yang selamat dari pertempuran Meester Cornelis dan garnisun Semarang. Pangeran Prang Wedono beserta kedua putranya masih setia bersama Janssen. Selebihnya tinggal 15 prajurit berkuda dari semarang dan 20 prajurit artileri. Pasukan beristirahat dengan was-was malam itu.