Mohon tunggu...
Ciput Putrawidjaja
Ciput Putrawidjaja Mohon Tunggu... Praktisi Inovasi dan Inkubasi Bisnis Teknologi Kelautan -

Direktur Badan Pengelola Marine Science Techno Park Universitas Diponegoro (MSTP UNDIP)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pertempuran Jatingaleh (1811): Waterloo van Java

17 Mei 2017   00:05 Diperbarui: 17 Mei 2017   00:15 1482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukisan suasana pertemuan Gubernur Jenderal Janssen dengan pasukan Jawa pimpinan Pangeran Prang Wedono di Gombel Lama, Jatingaleh, Semarang, Jawa Tengah.


PROLOG

Pada tahun 1810, Pulau Jawa resmi menjadi koloni Perancis di bawah Kaisar Napoleon Bonaparte, yang sebelumnya telah menganeksasi Negeri Belanda dengan membubarkan Royaume de Holland dan menurunkan adik kandungnya sendiri Louis Bonaparte (Lodewijk I). Jan Willem Janssens, seorang Jenderal Divisi yang sangat memuja Napoleon diutus ke Batavia untuk menggantikan Hermann Willem Daendels, seorang Belanda yang pro Napoleon namun dianggap terlalu otoriter dan kejam, untuk menjadi Gubernur Jenderal pada 1811. Daendels selanjutnya ditarik pulang untuk memimpin pasukan Perancis yang menginvasi Russia.

Musuh bebuyutan Perancis, Inggris yang berpangkalan di India, mulai menyerang Pulau Jawa pada Agustus 1811, ketika armada Inggris berkekuatan 100 kapal memadati perairan Teluk Batavia dan mendarat tanpa perlawanan dari tentara gabungan Perancis - Belanda di pantai Ancol dan Cilincing. Pasukan pertahanan kolonial Perancis sudah mundur duluan untuk menyusun pertahanan di Meester Cornelis (sekarang Jatinegara) dan pertempuran berat sebelah berlangsung selama 17 hari yg akhirnya dimenangkan pasukan Inggris pimpinan Lieutenant General Sir Samuel Auchmuty. Janssen dan perwiranya melarikan diri ke Semarang via Buitenzorg dan dilanjutkan melalui jalan raya pos yang dibangun oleh Daendels. Pertempuran di Meester Cornelis tidak saya ceritakan detail, karena sudah banyak sumber lain yang lebih komprehensif.

TIBA DI SEMARANG 1 SEPTEMBER 1811

Gubernur Midden Java Brigadier General von Winkelman menyambut kedatangan Janssen dan rombongannya yang letih di villa Gubernur di Bojong (sekarang jadi rumah dinas Gubernur Jawa Tengah di bundaran Tugu Muda). Setelah beristirahat sebentar, Janssen memerintahkan pasukannya untuk mengambil posisi bertahan di perbukitan Jatingaleh, sekitar 10 km ke arah selatan, yang telah dipersiapkan oleh von Winkelman sebelumnya. Selain memanfaatkan posisi ketinggian (higher ground) untuk mencegat gerakan pasukan Inggris dari kota bawah, ia juga mempersiapkan jalur pelarian berikutnya ke arah Salatiga dan kemudian Surakarta. Di kota itulah, ia berencana untuk mencari perlindungan ke Surakarta.


Markas besar pasukan Perancis berada di Fort Willem II, sebuah benteng kecil di Ungaran yang sampai saat ini masih ada dan digunakan sebagai museum. Bala bantuan datang dari Surakarta dan Yogyakarta, termasuk Legiun Pangeran Prang Wedono berkekuatan 1200 orang, yang telah mendapat pelatihan kemiliteran dari Perancis dan di kemudian hari dikenal sebagai Legiun Mangkunegaran.

Garis pertahanan kedua dibentuk di Tuntang, di jalur sempit di antara perbukitan Banaran dan Danau Rawa Pening, dengan markas pertahanan di Salatiga.

KEDATANGAN TENTARA INGGRIS DI SEMARANG

Selasa 10 September 1811, armada Inggris berkekuatan 13 kapal perang berlabuh di perairan pelabuhan Semarang. Komandan tentara Inggris, Sir Auchmuty mengirim 2 orang perwiranya, Colonel Agnew dan Captain Elliot Minto, menemui Janssen di villa Bojong untuk menyampaikan surat dari Raja Muda Inggris di India Lord Minto agar Perancis menyerah. Perundingan gagal karena Janssen menolak menyerah dan segera memerintahkan anak buahnya mundur ke Jatingaleh.

Admiral Stopford, komandan armada Inggris, memerintahkan perebutan kapal-kapal perang Perancis yang berlabuh di pelabuhan Semarang, yang ternyata sudah ditinggalkan kosong oleh awak kapalnya, bahkan meriamnya pun sudah diangkut semua ke perbukitan Jatingaleh. Nyaris tidak ada perlawanan berarti terhadap serangan Inggris ini. Selepas perebutan kapal perang Perancis, Stopford memerintahkan armadanya meninggalkan pasukan darat, untuk menyerang Fort Lodewijk di Surabaya. Auchmuty sempat geram karena pihak British Navy tidak mengikuti perintahnya.

PERTEMPURAN DI JATINGALEH, SEMARANG

Foto udara milik Leiden University Library menggambarkan kamp KNIL Djatingaleh KNIL (sekarang digunakan sebagai markas Batalyon ARHANUDSE Kodam IV Diponegoro) pada tahun 1930-1932. Disandingkan dengan sketsa peta pertempuran yg dimuat di dalam buku William Thorns berjudul Memoir of Conquest of Java, tanda X di atas menunjukkan posisi pasukan Perancis di Bukit Gombel sedangkan tanda X di bawah adalah posisi Lembah Jatingaleh (dalam sketsa ditulis Jatty Nallee). Saat ini lembah tersebut telah dibangun menjadi ruas jalan Tol Jatingaleh-Tembalang/Banyumanik .
Foto udara milik Leiden University Library menggambarkan kamp KNIL Djatingaleh KNIL (sekarang digunakan sebagai markas Batalyon ARHANUDSE Kodam IV Diponegoro) pada tahun 1930-1932. Disandingkan dengan sketsa peta pertempuran yg dimuat di dalam buku William Thorns berjudul Memoir of Conquest of Java, tanda X di atas menunjukkan posisi pasukan Perancis di Bukit Gombel sedangkan tanda X di bawah adalah posisi Lembah Jatingaleh (dalam sketsa ditulis Jatty Nallee). Saat ini lembah tersebut telah dibangun menjadi ruas jalan Tol Jatingaleh-Tembalang/Banyumanik .
Pasukan pertahanan Perancis dipimpin Colonel de Franquemont berkekuatan 8000 orang, didukung oleh 22 meriam dan pasukan bantuan dari Surakarta, Yogyakarta dan Madura. Sementara pasukan Inggris berkekuatan hanya 1100 prajurit, 7 meriam dan tanpa kavaleri berkuda. Auchmuty sempat bimbang apakah menyerang sekarang atau menunggu bala bantuan dari Batavia dengan resiko Janssen dan pasukannya berkesempatan mundur ke Surakarta, yang lebih jauh dari jangkauannya dan makin sulit ditaklukkan.

Akhirnya pada hari Minggu 15 September 1811, ia memanggil komandan lapangannya, Colonel Gibbs: "So long, Gibbs, we move tonight. We must reach French outposts by dawn and then strike!" Pukul 2 dini hari Senin 16 September 1811, pasukan Inggris berkekuatan kecil meninggalkan bivaknya dan bergerak menuju ke selatan, dipimpin oleh barisan resimen infantri ke-14.

Setelah berjalan dalam keheningan dan tanpa penerangan sepanjang 10 km, akhirnya pasukan Inggris tiba di depan garis pertahanan Perancis di kaki bukit Gombel pada pukul 5 pagi. Posisi mereka sangat kuat, berada di jalan yang menanjak di lereng bukit, diapit oleh lereng dan jurang yang terjal. Posisi antara kedua pasukan terpisah oleh lembah selebar kira-kira 1 km. Gibbs berpikir seperti pertempuran David vs Goliath, sejenak ia sempat terpikir untuk mundur ke kota Semarang untuk menunggu bala bantuan dari Batavia.

Akhirnya ia memilih strategi yang boleh dibilang mustahil: mengejutkan musuh dengan tembakan artileri/meriam, menciptakan suasana segalau mungkin dan memanfaatkan kekacauan ini untuk bergerak maju sejauh mungkin dengan segala kekuatan yang ada hingga ke Ungaran!

Saat matahari terbit, meriam-meriam Inggris segera menembak setinggi mungkin untuk mencapai puncak pertahanan Perancis dan barisan infantri segera berlari memasuki lembah dan mendaki bukit sampai ke puncak. Pasukan Perancis dan sekutunya sangat terkejut dengan serangan tiba-tiba tersebut dan kocar-kacir menyelamatkan diri dari ledakan peluru meriam.

Dengan hanya 2 orang prajurit Inggris yang gugur dan beberapa yang luka-luka, Gibbs memimpin pasukannya menyeberangi lembah dan mulai menyerang pasukan Perancis di tengah dan sayap kiri, kemudian merangsek ke arah pasukan legiun Prang Wedono yang juga sedang bergerak mundur. Beberapa perwira Perancis (dan Belanda) gugur. Janssen terpaksa mundur dengan menaiki kudanya ke Fort Willem II di Ungaran, dikawal 20 perwira dan 2 baterai meriam Legiun Prang Wedono, yang sekarang dipimpin oleh Lieutenant Beauchat.

Janssen dengan wajah yang penuh abu mesiu dan peluh, memerintahkan pasukannya untuk bertahan di dalam benteng dengan cara: (1) menghancurkan jembatan yang menuju benteng, dan (2) bertahan selama mungkin untuk mengumpulkan pasukan yang kocar-kacir dan mundur teratur ke arah barisan pertahanan kedua di Tuntang dan selanjutnya ke Salatiga. Namun perintahnya terlambat, gerakan pasukan Inggris sangat cepat dan sudah sampai di jembatan di depan benteng. Pasukan Perancis menembaki dengan membabi buta sebelum akhirnya mundur dan membumihanguskan benteng dan desa di sekitarnya. Prajurit-prajurit Jawa dan Madura sudah berlarian ke sawah, ladang dan hutan di sekitarnya, meninggalkan Janssen dan segelintir perwiranya yang masih berusaha lari ke arah Tuntang.

PENYERAHAN PERANCIS DI TUNTANG

Jam 15.00, Janssen tiba di Tuntang, ia dan pasukannya beristirahat. Pasukan Inggris pun beristirahat dalam jarak yang tidak terlalu jauh, kurang lebih 2 km saja. Sir Auchmuty telah bergabung dengan Gibbs dan pasukannya, meneropong dari perbukitan Banaran ke arah lembah di tepi Danau Rawa Pening dimana pasukan Perancis sedang kelelahan.

Dua puluhan prajurit Bugisan Yogyakarta bersenjata tombak membentuk barisan pertahanan dengan 2 meriam menghadap ke jembatan, sementara di belakang Janssen mengumpulkan sisa-sisa pasukannya dan Beauchat melaporkan pasukannya hanya tersisa 38 perwira, termasuk Brigadier Generaal von Winkelman, mereka yang selamat dari pertempuran Meester Cornelis dan garnisun Semarang. Pangeran Prang Wedono beserta kedua putranya masih setia bersama Janssen. Selebihnya tinggal 15 prajurit berkuda dari semarang dan 20 prajurit artileri. Pasukan beristirahat dengan was-was malam itu.

Selasa pagi 17 September 1811, Janssen memanggil von Winkelman dan memerintahkannya untuk menemui Auchmuty dan mengusulkan gencatan senjata selama 24 jam. Von Winkelman kembali ke camp pada pukul 9 pagi dengan berita bahwa Auchmuty menyepakati gencatan senjata tersebut. Janssen memanggil Generaal De Kock dan Overstee La Chapelle untuk menghadap. Keduanya diperintahkan untuk menyusun surat penyerahan diri dengan syarat. Ia berpikir untuk mengulangi penyerahan dirinya saat kalah di Cape Town, Afrika Selatan, 8 tahun sebelumnya, dimana ia dan pasukannya tidak ditawan sebagai tawanan perang biasa, dipersilakan membawa persenjataannya dan dipulangkan dengan hormat ke Perancis.

Proposal Janssen ditolak oleh Auchmuty, meskipun ia tetap mengijinkan pasukan Perancis membawa senjatanya, toh hanya pasukan kecil saja, tak bakal mampu menyusun serangan balasan, pikirnya. Janssen memerintahkan von Winkelman untuk bernegosiasi dengan Auchmuty, atau ia akan kehilangan kehormatan dan martabatnya dan bisa-bisa ia dihukum mati oleh Kaisar. Namun negosiasi tersebut gagal juga, dan pasukan Inggris sudah bermanuver menyerang.

Rabu 18 September dini hari, Janssen dan pasukannya menyaksikan penurunan bendera tiga warna Perancis dan menyerahkannya kepada Auchmuty setelah sebelumnya menandatangani surat pernyataan menyerah dengan muka merah padam menahan malu dan kesedihan yang mendalam. Jenderal logistik tersebut gagal mengulangi strateginya di Afrika Selatan dan terpaksa pulang dengan terhina. Maka berakhirlah kekuasaan Perancis di Hindia Timur yang sangat singkat.

EPILOG

Janssen dibawa ke Inggris dengan segala penghormatan sesuai jabatan dan pangkatnya. Ia selanjutnya dipulangkan ke Perancis pada 18 Nopember 1812. Setiba di Paris, ia menghadap Kaisar dengan lesu, namun jawaban Napoleon sungguh mengejutkannya. Kekalahannya dimaafkan, dua bulan kemudian ia ditunjuk sebagai komandan divisi ke-13 di Groningen dan belakangan dianugrahi gelar kebangsawanan Jonkheer pada 24 Nopember 1816 dan Chancelier de l'Orde van de Nederlandse Leeuw (Ksatria Singa Belanda) pada 9 Januari 1834.

Janssen sempat mengabdi pada Napoleon hingga terluka dalam pertempuran di Arcis-sur-Aube pada 20 Maret 1814 dan bekerja di Kementerian Perang Perancis hingga mengundurkan diri dari angkatan perang Perancis pada 9 April 1814.

Ia kembali ke kampung halamannya di Belanda pada 9 Mei 1814, diterima di jajaran angkatan perang Belanda dengan pangkat Jenderal pasukan, sama dengan pangkat terakhirnya di angkatan perang Perancis, dan bekerja di Kementerian Perang Belanda sebagai Ketua Komisi Penataan Pasukan Kolonial dan kemudian Ketua Komisi Penataan Pasukan Nasional. Sempat melamar menjadi gubernur jenderal Hindia Belanda pada tahun 1815, namun ditolak karena pemerintah Belanda belum lupa dengan kekalahannya di Jatingaleh 4 tahun sebelumnya. Kecewa, akhirnya ia mengundurkan diri dari ketentaraan dan pemerintahan di usia 52 tahun pada 22 Mei 1815, kembali ke kehidupan sipil hingga wafat di Den Haag pada 23 Mei 1838 di usia 75 tahun.

Disarikan dari beberapa referensi:

  1. Jean Rocher. 2011. La Debandade de Jean-Fesse (Perang Napoleon di Jawa 1811.
  2. William Thorn. 1815.Memoir of the Conquest of Java.
  3. Jatingaleh: Waterloo Van Java
  4. Indonesia as French Colony: a History Trivia
  5. Wikipedia (en): Invasion of Java

Gambar Ilustrasi: 

  1. Lukisan suasana pertemuan Gubernur Jenderal Janssen dengan pasukan Jawa pimpinan Pangeran Prang Wedono di Gombel Lama, Jatingaleh, Semarang, Jawa Tengah.
  2. Foto udara milik Leiden University Library menggambarkan kamp KNIL Djatingaleh KNIL (sekarang digunakan sebagai markas Batalyon ARHANUDSE Kodam IV Diponegoro) pada tahun 1930-1932. Disandingkan dengan sketsa peta pertempuran yg dimuat di dalam buku William Thorns berjudul Memoir of Conquest of Java, tanda X di atas menunjukkan posisi pasukan Perancis di Bukit Gombel sedangkan tanda X di bawah adalah posisi Lembah Jatingaleh (dalam sketsa ditulis Jatty Nallee). Saat ini lembah tersebut telah dibangun menjadi ruas jalan Tol Jatingaleh-Tembalang/Banyumanik .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun