Kritik terhadap penguasa sudah ada sejak zaman kerajaan. Bedanya dengan sekarang terletak pada media sosial yang yang digunakan dan caranya. Zaman kerajaan media sosial yang berkembang adalah cerita rakyat yang dituturkan secara lisan dan turun temurun.
Tulisan ini ingin memaparkan nilai-nilai keadaban memberikan kritik pada penguasa melalui cerita cakyat Cindelaras. Cerita rakyat ini berkembang di Kediri dan sekitarnya dengan latar belakang cerita raja Jenggala yang bernama Pamekas.
"Diceritakan raja Pamekas adalah raja yang bijaksana. Namun dia adalah raja yang tidak begitu pintar sebab dia mudah percaya pada omongan orang lain tanpa melakukan penyelidikan terlebih dahulu. Â Keputusan raja sering "grusa grusu" atau tergesa-gesa.
Suatu hari sang Raja mendapat laporan dari garwa selir sang raja yang bernama Raden Ayu Nitiningrum. Dikisahkan garwo selir Raja merasa iri hati pada garwa Permaisuri sang raja yang bernama Dewi Asih. Apalagi sang permaisuri dikabarkan sudah hamil tiga bulan. Menurut para ahli nujum kerajaaan, diperkiraan jabang bayi yang ada dalam kandungan permaisuri adalah laki-laki. Sehingga Raja dan segenap aparat kerajaan Jenggala merasa gembira.
Nitiningrum merasa dirinya yang pantas menjadi permaisuri termasuk anak laki-laki yang nanti juga akan dilahirkan. Maka dia melakukan persengkokolan jahat dengan salah satu elit Jenggala yang bernama Ki Sempalan. Awalnya Ki Sempalan menolak bujuk Nitiningrum. Namun karena reward yang dijanjikan menggiurkan, akhirnya Ki Sempalan menyetujui.
Al kisah persengkokolan tersebut berhasil mempengaruhi keyakinan sang raja bahwa sang permaisuri berbuat aniaya dengan memberikan racun pada garwa selir sang raja. Akhirnya Raja Pamekas memerintahkan sang permaisuri yang sedang dalam keadaan hamil dibuang di hutan. Patih Wirayasa sudah mengingatkan agar dilakukan penyeledikan terlebih dahulu, namun sang raja tetap pada keputusannya.
Singkat cerita, Dewi Asih menjalani hukuman dibuang di hutan. Selama di hutan Dewi Asih dikawal oleh Harimau Putih (raja hutan yang baik hati). Sehingga tak satupun binatang berani mengganggu sang permaisuri. Bahkan ular, kera, gajah dan semua binatang di hutan tersebut melindungi sang permaisuri.
Di hutan itu pula anak yang dikandung lahir. Anak tersebut diberi nama "Cindelaras". Singkat cerita ketika Cindelaras menginjak dewasa dia menemukan sebutir telur dibalik semak belukar. Sesampai di rumah diceritakan pada ibunya. Akhirnya ibunya menyiapkan tempat agar telur bisa menetas. Namun suatu pagi Cindelaras kaget, sebab yang mengerami telur adalah ular kobra. Sang ibu ketika mendengar cerita Cindelaras, menenangkan anaknya agar tidak takut. Sebab ular kobra itu adalah ular yang baik hati setelah sang ibu mengajak bicara pada sang ular dengan ajian "taling" (ajian yang dapat mengajak dialog binatang)
Akhirnya telur tadi menetas menjadi jago yang hebat. Ayam Jago itu diberi nama "Jalu". Setelah ayam jago besar, sering diikutkan dalam pertarungan adu ayam. Kompteisi demi kompetesi sering dimenangkan, walaupun tidak selalu menang. Maka nama Cindelaras makin terkenal, sebab kehebatan ayam jagonya. Suatu hari terdengar oleh sang Raja Pamekas. Sang raja memerintahkan prajuritnya untuk mencari Cindelaras guna diajak adu jago.
Suatu hari prajurit tersebut bisa bertemu Cindelaras. Lalu menceritakan tentang keinginan sang raja untuk adu ayam jago dengan ayam jago pilihan kerajaan Jenggala. Atas restu sang ibu, Cindelaras menyetujui. Â Â
Berangkatlah Cindelaras ke Jenggala. Dia ditemani oleh pakar adu ayam  jago yang ikut berperan membesarkan nama Cindelaras bernama Saloga. Sesampainya di Jenggala, Cindelaras ditemui Sang Raja yang didampangi Patih Wirayasa, Nitiningrum dan puteranya yang bernama Brawolo. Cindelaras memberikan hormat kepada sang raja dan semua elit Jenggala, termasuk para prajurit yang diminta menghadiri. Singkat cerita ada kesepakatan raja dan Cindelaras bahwa akan dilangsungkan adu jago.
Hati Cindelaras gembira karena diberi kesempatan bertemu raja dan bisa diajak untuk mencoba ayam jago kesayangannya diadu dengan ayam jago pilihan kerajaan. Namun sebelum adu jago dimulai, ada perbedaan "misi" dalam even kompetisi itu. Cindelaras membangun niatnya adu jago untuk menunjukkan rasa hormat seorang rakyat pada rajanya. Namun atas desakan Nitiningrum, adu jago ini harus ada taruhan. Akhirnya raja juga mengamini agar acara adu jago tersebut harus ada taruhan. Setelah Nitiningrum mendesak Cindelaras agar memberikan taruhan, maka ia memberanikan diri membuka dialog dengan sang raja.
"Paduka raja, hamba ingin mengatakan satu-satunya benda paling berharga yang hamba miliki untuk saya pertaruhkan, tapi..." kata Cindelaras.
"Tapi apa Cindelaras?" tanya Paduka Raja penasaran
"Hamba mohon Paduka raja juga mempertaruhkan benda berharga yang paduka raja miliki."
"Baiklah, aku setuju dengan keinginanmu. Apa yang akan kamu pertaruhkan?" desak Paduka Raja
"Nyawa hamba, paduka Raja."
Jawaban itu tentu membuat sang raja marah, apalagi permaisuri Nitiningrum. Â Namun akhirnya sang raja menyetujui syarat yang diajukan Cindelaras.
"Baiklah, aku kabulkan keinginanmu Cindelaras," jawab kesanggupan sang raja Pamekas.
Mendengar jawaban itu, Cindelaras dengan hati-hati memberikan penjelasan.
"Maaf paduka Raja, bukan begitu maksud hamba. Sekarang ini yang aku punya hanya nyawa, maka nyawaku aku pertaruhkan. Tetapi bagi paduka, paduka masih mempunyai benda yang paduka cintai yaitu Kerajaan Jenggala!"
"Jadi, kalau ayam Jago Jenggala kalah, maka aku harus menyerahkan kerajaanku? Tanya sang raja sambil memberikan penegasan sikapnya.
"Betul paduka!" jawab Cindelaras sambil tetap memberikan rasa hormat.
Kemudian sang raja memberitahukan kepada Patih Wirayasa bahwa dia menyetujui syarat yang diajukan Cindelaras.
Singkat cerita pertarungan adu jago dimenangkan oleh Cindelaras. Sebagai raja yang ksatriya akhirnya menepati janjinya yaitu menyerahkan kerajaannya pada Cindelaras.
Berdasar cerita rakyat di atas, penulis mencoba memberikan intepretasi sederhana tentang nilai-nilai yang diajarkan oleh sang penutur cerita tersebut tentang cara memberikan kritik kepada penguasa. Beberapa hal yang dapat diambil pelajaran adalah:
- Selain mengungkapkan kekurangan rajanya juga diungkapkan kelebihannya. Sebab Raja Pamekas adalah manusia. Maka sifat manusiawi setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Penutur cerita rakyat tersebut menempatkan posisi Raja Pamekas sebagai raja yang mempunyai kelemahan kurang cermat mendengar cerita orang lain (khususnya orang-orang di sekitarnya). Tetapi ditampilkan sebagai raja yang arif dan kesatriya.
- Cindelaras sebagai anak muda bersikap santun, tidak merasa lebih hebat (walaupun jagonya sudah berulang kali menang dalam pertandingan). Mungkin jagonya sudah bisa dikatakan memperoleh predikat "sangat memuaskan". Sang penutur cerita tetap menampilkan nilai kesantunan pada aktor yang ditampilkan. Walaupun Cindelaras dalam posisi terjepit dan terhina oleh sikap marah raja  dan kata-kata Istri Raja. Dia ditampilkan sebagai anak muda yang menghormati orang tua, apalagi itu rajanya.
- Tetap menghargai Pamekas adalah rajanya. Sang penutur juga menanamkan nilai rasa hormat kepada rajanya. Di tengah perbedaan pendapat dan sikap yang dituturkan antara Raja dan Cindelaras, tetap disisipkan nilai mengakui bahwa Pamekas adalah rajanya yang harus dihormati oleh Cindelaras.
Kita tidak mengetahui siapa yang menuturkan cerita rakyat awal mulanya. Namun yang jelas, setiap cerita rakyat mempunyai nilai-nilai yang diajarkan kepada masyarakat. Barangkali itulah salah satu sifat "local genius" nenek moyang kita dalam menyikapi persoalan yang ada.
Keterangan: Cerita disarikan dari Buku Cerita-Cerita Rakyat Nusantara III Tulisan Arni Windana, Penerbit Diva Press,Tahun 2017.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI