Memasuki usia kerja adalah salah satu mimpi ketika aku masih bersekolah, kala itu muncul harapan, "Semoga cepet lulus supaya bisa kerja".
Ketika mimpi itu terwujud, ada banyak hal terjadi namun tidak terprediksi oleh diriku di masa lalu, seperti ... ternyata bekerja itu melelahkan, ternyata memasuki usia dewasa tidak semudah aku berkata "kalau sudah besar aku mau jadi orang sukses, punya uang banyak, pergi kerja pakai blazer, kerja di gedung tinggi..." dan lainnya. Bagiku, bekerja itu tidak sesederhana perkataanku pada saat aku kecil. Aku tidak menyadari bahwa pergi ke tempat kerjaku tidak bisa teleportasi, melainkan harus menggunakan transportasi.
Setiap hari aku menghabiskan waktu 1 jam 30 menit di perjalanan pergi dan 1 jam 30 menit untuk perjalanan pulang dengan menempuh total 40 kilometer setiap hari. Jika dipikir-pikir, akan melelahkan bagiku untuk membawa kendaraan pribadi. Selain karena macet, cuaca yang tidak menentu, dan capek, aku mempertimbangkan waktuku yang banyak terbuang di perjalanan.
Tetapi, masalah 40 kilometer ini menjadi mudah ketika aku memutuskan untuk melanjutkan perjalananku menggunakan Commuter Line. Moda transportasi kereta Jabodetabek yang menjadi transportasi umum pilihanku sejak hari pertama bekerja---bahkan sejak aku kuliah. Mungkin jika Commuter Line bisa bersuara, kereta ini akan mengatakan, "Lo lagi, lo lagi."
Ada dua hal yang aku syukuri ketika menginjak masa bekerja ini. Pertama, tempat kerjaku menyenangkan. Kedua, akses aku untuk bekerja tidak sulit ditempuh karena terfasilitasi dengan adanya KAI Commuter.
40 kilometer itu ku tempuh tidak sendirian, aku bersama ribuan orang lainnya, setiap hari dengan menggunakan Commuter Line. Hal ini mengingatkanku pada salah satu kalimat yang pernah aku baca di media sosial, kira-kira kalimatnya seperti ini: "Kalau kamu mau liat betapa banyak orang yang berjuang, lihatlah di Commuter Line"
Kami yang Berjuang
Aku benar-benar mengerti maksud kalimat itu. Selama 2 tahun lebih aku mengamati banyak sekali hal yang terjadi, kali ini aku akan menceritakan bagaimana lensa dan memori terbaik yang aku punya mengabadikan momen di perjalanan yang sampai saat ini masih aku ingat. Suatu kisah mengapa KAI Commuter Line menjadi transportasiku.
Setiap aku pergi bekerja menggunakan Commuter Line, aku melihat banyak orang dengan beragam identitasnya. Beberapa orang yang menggunakan lanyard bertuliskan nama perusahaan tempat mereka bekerja, ada yang berjalan dengan tas laptop dipeluknya dan tote bag di bahunya, dan beberapa orang lainnya membawa tas punggung yang besar. Ada juga anak sekolah dengan ciri khas warna seragamnya dengan tas punggung yang ia letakkan di depan dadanya, seorang paruh baya dengan pakaian sederhananya memasuki gerbong dan dipersilahkan duduk, melihat bagaimana ibu hamil dengan pin berwarna pink putih berada di antara kami yang menuju tempat bekerja, dan berbagai latar belakang lainnya yang berkumpul di dalam ruang yang sama.
Keragaman ini membuatku berpikir bahwa akses Commuter Line ini menjangkau banyak lapisan masyarakat. Puluhan stasiun, melintasi kota, dan menjangkau banyak tempat, dan juga didukung dengan tarif yang relatif murah sehingga banyak orang bisa menempuh perjalanan panjangnya bersama KAI Commuter.