Mohon tunggu...
Citra Andinasari
Citra Andinasari Mohon Tunggu... -

Mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengurai Tingginya Buta Huruf di Papua

2 Januari 2015   22:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:57 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengurai Tingginya Buta Huruf Di Papua

Angka Buta Huruf di Provinsi Papua menurut Susenas 2013 ternyata telah mencapai 32,69%. Dengan kata lain hanya 67,31% penduduk berumur 15 tahun keatas di Provinsi Papua yang dapat membaca dan menulis. AngkaButaHuruf (ABH) tersebut merupakan ABH Provinsi tertinggi dan masih sangat jauh dari ABH Nasional yang telah mencapai penurunan dengan angka 6,08%,

Padahal, ABH sendiri merupakan salah satu indicator pendidikan terpenting dalam menilai suatu daerah apakah pendidikannya telah layak atau tidak. Dengan nilai ABH yang sangat tinggi itu dengan telak,Provinsi Papua termasuk daerah yang belum layak pendidikannya. Apalagi saat dimana sumber daya alam disana sangat membutuhkan sumber daya manusia yang dapat mengolah potensi sumber daya alamnya dengan baik sehingga dapat membantu tidak hanya dalam perekonomian regional disana tapi juga perekonomian nasional. Hal itu pastinya membuat Provinsi Papua semakin terpuruk tanpa ada pengolah potensi kemajuan yang memungkinkan. Tak hanya itu, kesenjangan yang masih menjadi permasalahan di Provinsi Papua dapat di akhiri dengan pendidikan yang layak. Tapi apa daya, hanya 67 dari 100 orang yang berusia produktif di Provinsi Papua yang berpotensi dalam menunjang kemampuannya.

Tantangan Kondisi Geografis

Provinsi Papua memiliki geografis yang sangat memukau dan menjanjikan. Memiliki bentang alam yang sangat kaya akan pantai, pegunungan dan lembah. Namun, terkadang kondisi geografis yang seperti itulah yang merupakan salah satu penyebab ABH yang tinggi. Tak terkecuali Provinsi Papua yang mengalami kelambatan dalam pembangunan akibat sarana transportasi yang susah. Pembangunan untuk fasilitas sekolah seperti terjerat akibat susahnya medan jalan untuk transportasi bahan bangunan. Mengkhayalkan kendaraan berat seperti Bullodzer maupun truk berjalan melintasi daratan tanpa jalan aspal yang curam dengan barang konstruksi memang bukan merupakan hal yang bagus. Lupakan barang konstruksi, barang-barang biasa saja kebanyakan daerah pedalaman hanya dapat menerimanya dengan jalur transportasi udara. Kendaraan dan alat berat lain sepertibuldozer, truk, dan sebagainyajuga diangkut dengan pesawat helicopter.Dengan alasan seperti tersebut ,pembangunan tercepat apa yang kau bisa harapkan?

Sebut saja Kab. Nduga, walaupun telah didorong dengan adanya pembangunan yang dapat dilihat dengan berupa pemekaran dari Kab. Jayawijaya, ternyata sampai saat ini nilai IPM (Indeks Pembangunan Manusia) nya masih dibawah standar atau berada di perongkat 497 secara nasional ditahun 2011. Yang dimana IPM sangat berkaitan dengan ABH, Ujung-ujungnya, penduduk disana masih banyak yang belum mendapatkan pendidikan yang layak karena lambatnya proses pembangunan terutama pada fasilitas pendidikan seperti SD, SMP dan SMA. Dibandingkan dengan Kota Jayapura yang memang berada dilokasi yang cukup strategis dari pada Kab. Nduga selain merupakan ibu kota ,peringkat IPMnya ke-62 secara nasional dan memiliki ABH terendah di Provinsi Papua. Setelah itu disusul Biak yang notabenenya berada dikawasan pesisir.

Sumber Daya Manusia

Apa arti suatu daerah yang besar dan sangat kaya saat ketika penduduknya hanya sedikit? Pembangunan yang merata untuk seluruh daerah harus didukung oleh penyebaran penduduk yang merata pula. Dimana pembangunan dapat dilakukan untuk penduduk dan oleh penduduk itu sendiri. Fasilitas pendidikan seperti SD, tidak dapat dibangun jika tidak ada guru SD yang tersedia.Kurangnya sumber daya manusia seperti ini menyebabkan penduduk di Provinsi Papua semakin lambat untuk berkembang. Belum lagi saat dimana kualitas sumber daya manusianya masih belum kompeten.

Sudah banyak program pemerintah pusat maupun daerah yang bermunculan untuk mengatasi hal tersebut. Sebut saja, program Afirmasi PendidikanTinggi bagi Putra-Putri Asli Papua dan Papua Barat (ADIK PAPUA) . Dimana pemerintah mengirim putra-putri Papua untuk menimba ilmu di perguruan tinggi di luar Papua. Bagus memang ,dengan program ini diharapkan mereka dapat menjadi sumberdaya manusia yang akan dapat mengolah potensi daerah masing-masing. Sekaligus menjadi percontohan maupun pengajar bagi mereka-mereka yang masih buta huruf. Sayangnya, selama tahun 2012 dan 2013, program affirmasi ini mengalami kendala dalam kerjasama dan komunikasi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Pendaftar program ini lebih sedikit dari pada kuota yang ada. Hal itu sungguh disayangkan, padahal ini merupakan kesempatan yang sangat bagus. Entah tidak adanya informasi dari Pemda ke masyrakatnya atau memang kurangnya minat dalam diri masyarakat Papua. Namun tak hanya itu, dari 569 pendaftar padatahun 2012, yang aktif berkuliah hanyalah 502. Padahal telah ada peringanan jika mereka tidak merasa cocok dengan perguruan tinggi mereka kuliah, mereka dapat pindah keperguruan tinggi lainnya. Tak sedikit para mahasiswa Papua yang hilang dalam perkuliahan.

Alasan yang sangat mendasar memang, Kurangnya minat dalam pendidikan memang masih melanda di beberapa lapisan masyarakat. Daerah pedalaman masih sangat jarang tersentuh oleh aspek-aspek luar. Darah daging mereka masih berupa kebudayaan dan Bahasa daerah mereka yang sangat berbeda dengan yang terlihat secara nasional. Mereka harus berusaha untuk menjembatani kebudayaan dan Bahasa mereka dengan sistematika pendidikan pada umumnya. Kalau tidak buta huruf akan selalu menjadi ‘penyakit seumur hidup’ pada diri mereka.

Dengan mengetahui beberapa alasan mengapa masih banyak warga Papua yang masih menderita buta huruf, solusi demi solusi pun bermunculan.Pertama, Sejalan dengan kebijakan Visi dan Misi Gubernur Lukas Enembe, SIP, MH dan Klemen Tinal, SE.,MM. yaitu Bangkit SeJahtera Mandiri, salah satu program prioritas adalah sector pendidikan menjadikan solusi yang tepat dalam memberantas ABH di seluruh tanah Papua.

Kedua, Setiap Mentri perlu meluncurkan program permbagunan untuk seluruh aspek di tanah air Papua, tak hanya langsung memberikan dana tanpa strategi dan struktur program yang jelas. Kalau tidak dana-dana yang dikeluarkan bukan untuk masyarakat malah untuk pihak yang tidak bertanggung jawab.

Ketiga, Kementerian yang terkait harus memiliki program-program unggulan yang langsung mendukung program prioritas daerah dalam pengembangan SDM di pelosok Papua . Seperti, di daerah – daerah yang menjadi prioritas perlu dikembangkan pendidikan sekolahsatu atap berpola asrama, untuk mengatasi keterbatasan guru, dan fasilitas lainnya. serta pembuatan program sekolah khusus untuk penduduk yang telah berusia dewasa tapi belum pernah mendapatkan pendidikan wajib terutama yang belum bisa membaca maupun menulis.

Keempat, Perlu program “transmigrasi” tenaga kerja guru yang terlatih dan mau mengabdi di daerah pedalaman Papua. Yang bisa mengajar dan mampu menjembatani kebudayaan di Papua dan standar kualitas pendidkan nasional.

Dan yang terpenting hanya komitmen dan fokus dari semua stakehoulder yang dapat memberantas buta huruf di Papua.

Kapan ya, seluruh warga Papua bisa merasakan betapa indahnya membaca itu?

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun