Mohon tunggu...
churmatin nasoichah
churmatin nasoichah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

^-^

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menumbuhkembangkan Bahasa Daerah di Era Globalisasi

23 Juli 2020   14:50 Diperbarui: 4 Juni 2021   14:55 1773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengembangkan Bahasa Daerah di Era Globalisasi (https://kissparry.files.wordpress.com)

Bangsa yang hebat adalah bangsa yang tak lupa akan sejarah masa lalunya agar tak menjadi kacang yang lupa akan kulitnya. Sebuah pepatah yang seharusnya menjadi cambuk Bangsa Indonesia agar tidak menjadikan diri lupa akan asal-usulnya. 

Seperti telah diketahui bahwa Bangsa Indonesia terbentuk dari berbagai etnis atau suku bangsa berbeda-beda yang tersebar mulai dari Sabang sampai Merauke. Etnis atau suku bangsa tersebut tersebar hampir di seluruh pulau dan kepulauan Nusantara diantaranya etnis Aceh, Batak, Minang, Jawa, Sunda, Bali, Banjar, Bugis, Maluku, dan masih banyak lainnya.

Masing-masing etnis tersebut mendiami suatu wilayah dengan ciri khas dan karakteristik yang berbeda-beda. 

Perbedaan karakteristik tersebut terlihat dari berbagai aspek kehidupan misalnya cara berpakaian, adat istiadat yang digunakan baik saat upacara pernikahan, kematian, atau saat pesta panen dan masih banyak yang lainnya. Hal lain yang sangat menonjol untuk membedakan karakteristik antara etnis satu dengan etnis lainnya adalah dari segi bahasa.

Baca juga : Bahasa Daerah, Bahasa Indonesia, dan "Keminggris"

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahasa diartikan sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri. 

Menurut Abdul Chaer dan Leonie Agustina dalam bukunya Sosiolinguistik dan Perkenalan Awal, bahasa dapat juga disebut sebagai alat untuk berinteraksi atau berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan. Pentingnya bahasa sebagai alat komunikasi ini bertujuan agar pesan yang disampaikan penutur dapat diterima baik oleh penerima atau pendengar.

Indonesia yang terdiri dari berbagai etnis atau suku bangsa telah memiliki alat pemersatu bahasa, yaitu bahasa Indonesia. 

Dengan adanya bahasa Indonesia inilah masing-masing antar etnis dapat saling berkomunikasi dan berinterkasi dengan baik sehingga kerjasama dan keterbukaan dapat tercipta. 

Namun seiring dengan penggunaan bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu, tidak seharusnya berbanding terbalik dengan penggunaan bahasa daerah.

Ditambah lagi dengan adanya era globalisasi dan modernisasi, bahasa Inggris mulai mendominasi bahasa komunikasi terutama di kota-kota besar dan membuat bahasa daerah semakin terpinggirkan.

Baca juga : Perkembangan Kosakata Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah

Pentingnya penggunaan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari terutama ketika digunakan oleh masyarakat beretnis yang sama, hal itu sama pentingnya dengan mempertahankan budaya dan karakteristik etnis atau suku bangsa tersebut. 

Bagaimana penutur asli bahasa daerah tetap menggunakan bahasanya untuk kehidupan sehari-hari semakin jarang dijumpai terutama di kota-kota besar.

Apalagi dengan tingkat mobilitas dan migrasi yang tinggi, membuat bahasa daerah ini semakin tergerus jaman. Namun demikian, masih perlu diberikan apresiasi bagi para penutur bahasa daerah yang masih menggunakannya apabila mereka bertemu dengan penutur yang sama. Sebagai salah satu contoh, masyarakat beretnis Batak yang ada di Sumatera Utara.

Di Sumatera Utara terdapat etnis atau suku bangsa Batak yang mendiami di sebagian besar wilayahnya. Etnis Batak tersebut terdiri dari beberapa sub-etnis di antaranya Angkola-Mandailing, Toba, Simalungun, Karo, dan Pakpak-Dairi.

Kelima sub-etnis Batak tersebut memiliki bahasa yang satu sama lain mempunyai banyak persamaan. Namun demikian, para ahli bahasa membedakan sedikitnya dua cabang bahasa-bahasa Batak yang perbedaannya begitu besar sehingga tidak memungkinkan adanya komunikasi antar kelompok tersebut. 

Bahasa Angkola, Mandailing, dan Toba membentuk rumpun selatan, sedangkan bahasa Karo dan Pakpak-Dairi termasuk rumpun utara. Bahasa Simalungun sering digolongkan sebagai kelompok ketiga yang berdiri di antara rumpun utara dan rumpun selatan (Kozok 2009, 13).

Meskipun masing-masing sub-etnis Batak, apabila dilihat dari segi bahasa menurut para ahli memiliki banyak perbedaan, namun apabila mereka bertemu dalam suatu kesempatan, penggunaan bahasa daerah masih kerap digunakan bersamaan dengan keber-tanya-an nama Marga. 

Apabila secara garis keturunan memiliki Marga yang sama, tentunya semakin intensif komunikasi diantara mereka dan tentunya penggunaan (sisipan) bahasa daerah dalam hal ini bahasa Batak masih digunakan.

Baca juga :Pudarnya Bahasa Daerah Menunjukkan Krisis Identitas Daerah?

Dengan tetap menggunakan bahasa daerah sebagai alat komunikasi sehari-hari terutama dengan penutur yang sama menjadikan bahasa daerah tetap mampu eksis di era globalisasi ini. Strategi ini membutuhkan kesadaran dari masing-masing penutur untuk tetap mempertahankan bahasa daerahnya. 

Strategi lain, perlu adanya kerjasama dari pihak pemerintah dalam mempertahankan keberadaan bahasa daerah terutama dalam ranah pendidikan. Kurikulum pembelajaran seharusnya tetap diadakan pada setiap sekolah baik itu di jenjang sekolah dasar, menengah, bahkan sampai tingkat atas.

Mata pelajaran bahasa daerah tersebut tentunya disesuaikan dengan wilayah etnisnya masing-masing. Bahkan di kota-kota besar pun mata pelajaran bahasa daerah tidak perlu dihilangkan, hanya perlu penyesuaian saja dengan lokasi kota tersebut berada, misalnya kota Medan yang merupakan wilayah beretnis Melayu maka mata pelajaran bahasa daerahnya berupa bahasa Melayu, begitu juga di Jakarta, Bandung, Jogyakarta, Surabaya maupun kota-kota besar lainnya.

Dalam tingkat Universitas atau Perguruan Tinggi, adanya Jurusan Bahasa dan Sastra Daerah merupakan satu bentuk strategi juga dalam melestarikan penggunaan bahasa daerah. Hal tersebut perlu untuk ditingkatkan dengan cara terus membuka Jurusan Bahasa dan Sastra Daerah di Universitas atau Perguruan Tinggi yang belum memiliki jurusan atau program studi tersebut. 

Karena dengan ranah Universitas atau Perguruan Tinggi itulah, bahasa daerah bisa lebih dikaji lebih dalam, bisa dipelajari lebih baik dan profesional baik dari segi bahasa, maupun kesusastraannya.

Dengan adanya program Jurusan Bahasa dan Sastra Daerah, akan mampu mencetak generasi-generasi profesional dalam bidang bahasa dan sastra daerah. Diharapkan dengan adanya strategi-strategi tersebut bahasa daerah tetap bisa eksis sejalan dengan penggunaan bahasa Indonesia di era globalisasi ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun