Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Suka Duka KPPS, Data Semrawut, dan Cerita Serangan Fajar

13 Februari 2024   21:43 Diperbarui: 14 Februari 2024   17:03 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sehari menjelang pelaksanaan pemilu dan dalam situasi minggu tenang, masih tetap kondusif. Geliat pemilu yang tadinya hingar bingar di ruang publik kini beralih ke ruang-ruang terbatas, dalam rangka cooling down. Partai politik, para caleg dan tim sukses kini berfokus pada evaluasi plus minus dari strategi yang telah berjalan.

Kesibukan yang terasa di fase minggu tenang itu kini beralih pada mereka-mereka yang bertugas dalam pelaksanaan pemilu dan terutama disini adalah petugas KPPS. Banyak hal-hal yang sebenarnya perlu menjadi perhatian agar pelaksanaan pemilu terutama yang terkait dengan beban tugas KPPS agar dapat berjalan dengan lancar.

Yang pertama, (dan) ini adalah hal yang selalu terjadi dan berulang dari pemilihan-pemilihan sebelumnya, yaitu kesemrawutan DPT. DPT yang berdasarkan data kependudukan terpadu dari Catatan Sipil (Capil) seharusnya sinkron antara nama, alamat dan lokasi tempat memilih (TPS), namun dalam kenyataannya tidak seperti itu.

Di tempat saya, dan saya yakin di tempat lain pun akan hampir sama situasinya. Walaupun saya sudah tidak terlibat lagi secara langsung dalam kegiatan pemilu ini. Namun sebagai ketua RT saya juga disibukan dengan urusan daftar nama warga di DPT yang banyak tidak sesuai dengan domisili mereka.

Anggota KPPS di RT saya kebingungan dengan banyaknya nama yang mereka tidak kenal dan tidak ditemukan saat mendistribusikan formulir C6 atau surat panggilan untuk memilih. Setelah saya cek terdapat lebih dari 10% nama berasal dari RT/RW yang jauh dari wilayah RT kami.

Selain itu juga terdapat nama warga yang sudah lama pindah, ada juga yang sudah meninggal, kemudian ada warga pindahan entah darimana, punya alamat di RT saya tapi sama sekali tidak saya kenali.

Terkait masalah ini, tentang yang sudah pindah juga yang meninggal dunia tapi kok tetap masuk ke daftar, ini lebih karena kelalaian orangnya. Yang pindah ini tidak melaporkan kepindahannya/tidak mengurus surat pindah penduduk, jadi otomatis tetap terdaftar dalam data kependudukan.

Demikian pula yang telah meninggal dunia, banyak keluarganya hanya mengurus sampai pada surat keterangan kematian, padahal untuk penghapusan data penduduk (meninggal) harus dengan membuat akta kematian.

Kesemrawutan data ini, selain membuat KPPS bingung, tentu berpotensi dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk kepentingan mereka terkait dengan formulir C6 yang bisa dipakai oleh orang lain. Intinya dalam rimba politik surat panggilan tak bertuan = surat suara yang bisa dimanfaatkan. Bisa jadi melalui proses transaksional dan lain sebagainya....

Sebagai ketua RT saya juga dihubungi oleh empat orang anggota KPPS yang mencari warga RT saya yang terdaftar di TPS mereka. Ada yang memang warga saya, tapi ada juga yang bukan warga saya (tidak saya kenal), dan untuk masalah ini saya menyalahkan aturan dari Capil yang tidak lagi mensyaratkan pembuatan KTP dengan surat pengantar dari RT, jadi siapapun yang mengurus perpindahan KTP bisa menulis alamat dimana saja walaupun tidak tinggal di alamat tersebut atau mungkin hanya tinggal sementara kost/kontrak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun