Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Bisakah STY Ikuti Jejak Scaloni, Membawa Timnya jadi Juara

29 Desember 2022   23:01 Diperbarui: 29 Desember 2022   23:11 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gebyar keseruan piala dunia baru saja usai, tapi bagi pencinta sepakbola Asia Tenggara keseruan baru saja mulai dengan digelarnya Piala AFF 2022. Demam dan euforia Piala Dunia tentu masih terbawa dalam memori penonton dan tentu saja para pemain.

Meski tidak/belum ada negara peserta piala AFF atau negara konfederasi Asia Tenggara yang pernah merasakan tampil di pentas Piala Dunia. Tetapi keseruan dan sensasinya tidaklah jauh berbeda, momentum yang terjadi di Piala Dunia sepertinya juga akan terjadi di Piala AFF ini.

Tak terkecuali dengan Indonesia, menurut analisis pribadi saya, kondisi timnas Indonesia hampir "identik" dengan kondisi timnas Argentina yang pada akhirnya keluar sebagai pemenang Piala Dunia 2022.

Kesamaan kondisi antara Timnas Indonesia dengan Timnas Argentina terutama dalam hal sosok pelatih. Di Argentina ada Lionel Scaloni dan di Indonesia ada Shin Tae Yong. Kedua pelatih ini adalah pelatih yang bagus tapi bukan yang terbaik, kesuksesan yang mereka dapatkan bukan sepenuhnya karena kebrilianan taktik yang diterapkan, akan tetapi karena Timnas yang diasuhnya memiliki pemain dengan kualitas yang terbaik di posisinya.

Jika Scaloni telah sukses membawa Argentina juara Piala Dunia, mungkinkah Shin Tae Yong juga bisa sukses membawa Indonesia menjuarai Piala AFF?. Semoga saja bisa, dengan segala kelebihan dan juga kekurangan yang dimiliki oleh sang pelatih STY, peluang itu selalu saja terbuka bagi Timnas Indonesia.

Scaloni memiliki kemampuan memilih pemain yang sesuai dengan skemanya, dan dia juga mempunyai kemampuan untuk memahami pemainnya. Dia juga dihormati oleh para pemain, termasuk oleh pemain bintang Argentina seperti Lionel Messi, Angel di Maria dan Emi Martinez. Hal yang sama juga ada pada diri STY, mampu memilih pemain yang tepat, memahami pemainnya, dan dihormati oleh seluruh pemain.

Secara teknis, kemampuan taktikal di lapangan kedua pelatih ini cukup baik, namun belum "sempurna" jika misalnya ingin membandingkan antara Scaloni dengan pelatih top di Piala Dunia, seperti Louis Van Gaal atau Didier Deschamps. Atau membandingkan Shin Tae Yong dengan pelatih Timnas Thailand Alexandre Polking atau pelatih Timnas Vietnam  Park Hang Seo atau mantan pelatih Timnas Singapura Tatsuma Yoshida.

Secara taktikal di lapangan, strategi yang diterapkan oleh Scaloni dan STY sangat bagus, dan cukup kuat untuk memetik kemenangan. Yang kurang dari kedua pelatih ini adalah variasi dan kreatifitas dalam merespon strategi dan perubahan strategi yang diterapkan lawan.

Kita lihat pada diri Scaloni, kekalahan di partai pembuka saat menghadapi Arab Saudi, bukan karena Argentina berada di bawah Arab Saudi, akan tetapi karena Scaloni tetap bertahan dengan strategi awal untuk mendobrak pertahanan rapat yang diterapkan pelatih Arab Saudi, Herve Renard.

Begitu pula saat berhadapan dengan Belanda di perempat final. Setelah unggul 2-0, Argentina sepertinya tetap terpaku dengan strategi awal mereka tanpa mengantisipasi perubahan strategi pelatih Louis Van Gaal yang tentunya tampil dengan strategi lain yang lebih mengeksplore serangan di titik lemah Argentina yang bisa mereka tembus. Alhasil Belanda mampu menyamakan kedudukan dan beruntung Argentina masih bisa memenangkan adu penalti berkat kemampuan individu penjaga gawang Emi Martinez.

Hal serupa kembali terulang di partai final saat bertemu Prancis, keunggulan 2-0 dengan mudahnya disamakan oleh seorang Mbappe. Kekeliruan terbesar Scaloni di partai tersebut adalah tetap dengan strategi awal mereka tetapi menggantikan Angel di Maria dengan Acuna, padahal tidak ada sesuatu yang perlu dikhawatirkan dari penampilan Di Maria yang sangat aktraktif dan eksplosif mengobrak-abrik  pertahanan Prancis. Sebelumnya pun di 16 besar keunggulan Argentina nyaris disamakan oleh Australia. Beruntung Argentina punya Emi Martinez di bawah mistar gawang yang mampu menggagalkan peluang 99,9% lawan untuk mencetak gol.

Nah, hal yang hampir identik terjadi pada STY. Kemenangan 2-1 atas Kamboja tentu merupakan sebuah kerugian mengingat produktifitas gol akan sangat vital dalam penentuan juara grup. Mendominasi jalannya pertandingan, namun minim gol yang tercipta, Indonesia tetap terpaku pada strategi awal, meskipun ada pergantian pemain tetapi tidak pada strategi permainan.

Kita tentu masih ingat, di Piala AFF 2020 saat bertemu Singapura di leg kedua semifinal. Saat itu kita unggul 1-0 dan Singapura harus bermain dengan 10 orang pemain setelah pemain Singapura Safuwan Baharudin dikeluarkan oleh wasit. Bukannya menambah gol karena keunggulan numerik pemain Singapura justru mampu membalas gol menjadi 1-1. Bahkan Singapura kembali harus kehilangan seorang pemain lagi setelah Irfan Fandi dikartu merah wasit, tetapi justru mereka bisa membuat gol dan unggul 2-1.

Pratama Arhan bisa menyamakan skor 2-2, tetapi Singapura nyaris mempermalukan Indonesia setelah di masa injury time mendapatkan hadiah penalti, beruntung kita memiliki "Emi Martinez" nya Indonesia, Nadeo Argawinata yang mampu memblok sepakan penalti Faris Ramli. Indonesia akhirnya menang dramatis 4-2 melawan 8 pemain Singapura.

Hal yang hampir serupa juga terjadi kembali di laga kontra Thailand yang baru saja berlangsung sore tadi. Unggul 1-0, bahkan unggul jumlah pemain karena pemain pengganti Thailand yang baru saja masuk, Sanrawat Dechmitr dikartu merah oleh wasit usai melakukan pelanggaran keras terhadap Saddil Ramdani.

Alih-alih menambah gol, keunggulan pemain sepertinya tidak membawa pengaruh signifikan bagi permainan Timnas Garuda, Thailand masih tetap menguasai ball possesion dan bahkan mampu menyamakan kedudukan menjadi 1-1.

Secara umum permainan Timnas masih mengecewakan, masih kerap terjadi kesalahan elementer dari para pemain, meski secara kualitas pemain Indonesia tidak kalah dari pemain manapun untuk ukuran Asia Tenggara. Shin Tae Yong masih banyak PR yang kembali harus ia benahi. Sama seperti Lionel Scaloni, Shin Tae Yong adalah pelatih bagus tapi bukanlah pelatih hebat. Namun, kita berharap nasib STY sama dengan Scaloni yakni membawa Indonesia juara setidaknya di Piala AFF 2022 ini, semoga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun