Janganlah mengira bahala yang menimpa adalah peringatan langit semata
Karena guratan tangan dan jejak kaki mahluk bumi juga terpahat dalam perjalanannya
Bencana yang datang adalah tamparan duka dari jejak kita yang berjelaga
Namun menerjang pada semua kaki, walau yang tak berjejak pada ceritanya
Hari-hari pilu kini, esok dan lusa ada yang terbaring tanpa tujuan.
Di ruang sempit, di bawah tenda yang tak berdinding
Tak ada lagi satupun yang karib baginya, begitu banyak hampa,
Dan harapan sepertinya melintas pergi, lewat mata yang tak bisa terpejam.
Betapa banyak yang hilang dari apa yang tersimpan.
Luluh lantak dalam sekali terjangan tak terduga
Hiruk-pikuk yang dulu selalu bergema, kini bungkam dan remuk
Seseorang bersimpuh dengan tangis yang tak bisa lagi mengeluarkan suara
Di bawah puing kusam berlumpur, menangisi sanaknya yang kini entah dimana
Gamang hati menutupi bayangan harapan, apakah masih dapat bersua ?
Mencoba pasrah di dalam ruang hati, dalam bahasa kalbu yang mengharu
Tak ada lagi yang tampak terang, gelap jauh tersembunyi di sudut hampa.
Penyesalan hadirkan kata yang hampir terlupakan, membawa makna yang lama hilang
Hari-hari yang selalu terlena dari carut-marut serakah mengeksploitasi alam
Menghapus hak alamiah untuk keseimbangan yang layak terjaga.
Hutan-hutan lenyap di tengah deru gergaji yang lahap memangsa rimba
Dan alam yang menggeram dalam sakitnya, tak seorangpun telah membacanya
Kini tubuh-tubuh lunglai dan yang terbujur kaku, mungkinkah jadi tonggak penopang peduli
Atau hanya sekedar menggores salam dan kemudian terlupakan, untuk kembali bertemu dalam pertemuan yang lebih dahsyat.
PRAY FOR MASAMBA
Kendari, di Sore yang mengharu 15072020