Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kata "Belas Kasihan" Tetap Melekat pada Disabilitas, Walau Mereka Mampu!

31 Agustus 2021   20:52 Diperbarui: 31 Agustus 2021   21:24 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.ausleisure.com.au 

By Christie Damayanti

Pandangan kecacatan yang berlaku di masa lalu adalah pandangan medis, di mana individu dipandang sakit dan kondisinya menjadi masalah bagi individu tersebut.

Persepsi kecacatan juga didasarkan pada ketakutan akan perbedaan dan kebutuhan yang dirasakan untuk menjadi "normal".

Pandangan negatif ini memengaruhi cara orang berinteraksi dengan individu penyandang disabilitas dan memengaruhi cara penyandang disabilitas memandang peran mereka sendiri dalam masyarakat, termasuk keterlibatan mereka dalam olahraga.

Belakangan ini, ada dorongan untuk mempromosikan perspektif sosial daripada perspektif medis tentang disabilitas.


Pandangan sosial menunjukkan kepada kita bahwa penyandang disabilitas tidak terlalu dibatasi oleh keterbatasan mereka sendiri daripada oleh hambatan yang diberikan oleh masyarakat.

Perubahan pola pikir ini telah menyebabkan orang memiliki hak untuk mengakses dan berpartisipasi di semua lapisan masyarakat, termasuk olahraga.

Tetapi karena semakin banyak penyandang disabilitas yang terlibat dalam olahraga, dan telah dipamerkan dalam acara-acara seperti Paralimpiade, apakah ini telah mengubah persepsi tentang disabilitas?

Liputan media tentang permainan Paralimpiade telah membantu mengubah perspektif masyarakat. Ada beberapa kritik terhadap liputan pertandingagn2, tetapi dengan bahasa "mengasihani".

Ya, kata2 "mengasihani" itu sudah dan selalu berada di atas tentang disabilitas. Dan, bahkan kata2 "mengasihani" sudah menjadi stigma yang tertinggi. Bahwa, belas kasihan, dianggap menjadi kata2 ampuh untuk disabilitas ......

Mungkin, sebenarnya awalnya adalah pemberitaan2 media yang seringkali "lebay". Dan, beberapa individu, atau oknum, yang melebih2kan dan hiperbola dan berbicara tentang disabilitas.

Penggambaran kisah hidup yang positif adalah salah satu cara untuk mengubah pandangan dan stigma negative. Di sinilah Paralimpiade menjadi wahana penting untuk mengubah persepsi masyarakat karena banyak cerita positif yang ditampilkan.

Ketika Paralimpiade menerima lebih banyak medali, mereka dipandang oleh banyak orang, sebagai pahlawan yang telah mengatasi kesulitan.

Sebagai "pahlawan", para atlet Paralimpiade tidak hanya menjadi panutan bagi atlet lainnya, terutama bagi penyandang disabilitas, tetapi juga dikagumi oleh masyarakat secara keseluruhan atas prestasinya.

Paralimpiade tidak hanya mengubah sikap di arena olahraga.

Mereka meningkatkan perubahan sosial dengan terus menyoroti ketidaksetaraan yang sedang dihadapi oleh para penyandang disabilitas. Paralimpiade menampilkan atlet di puncak olahraga, namun itu mengingatkan bahwa olahraga di tingkat tertinggi harus dapat diakses oleh semua orang.

***

Sekarang kita bicara tentang kata2 "mengasihani" untuk disabilitas.

Atlet disabilitas diartikan sebagai  individu dengan gangguan fisik. Mereka ada di dalam kegiatan olahraga, yang dirancang utuk disabilitas. Olahraga ini sebenarnya sama dengan olahraga biasa, tetapi dirancang khusus dan kompetitif untuk atlet disabilitas.

Sangat terkenal dengan bola basket dengan kursi roda, atau pelari dengan "kaki pisaunya", atau anggrar atau menembak dengan kursi roda. Atau juga berenang dengan tungkai atau tangan yang tidak lengkap.

Bicara disabilitas un, ada minoritas. Tentang etnis, budaya, jenis kelamin, itu termasuk beberapa jenis minoritas. Tetapi, mereka semua memiliki partisipasi dalam issue2 sosial.

Atlet disabilitas, bahkan semua jenis disabilitas, sebenarnya sudah "diasingkan:, terpinggirkan dan kehilangan hak2nya. Walau, sekarang ini, issue2 tentang disabilitas mulai dimunculkan kembali, salah satunya even akbar dunia, Paralimpiade.

Ada persepsi bahwa penyandang disabilitas lemah atau cacat fisik sehingga tidak dapat berpartisipasi dalam olahraga.

Dari sinilah, salah satunya sigma tentang disabilitas adalah kata2 ":belas kasihan", walaupun pada kenyataannya, disabilitas tidak mau dikasihani ......

Catatan 1 :

Aku adalah bagian dari disabilitas dunia, setelah aku terserang stroke tahun 2010 lalu. Aku lumpuh tunuh sebelah kanan, dan sebagian besar hidupku berada di atas kursi roda, walau aku tetap bisa berjalan.

Pada kenyataannya, oada saat2 tertentu dalam pekerjaan2ku, aku merasa "dikasihani" dengan tidak mmberikan kesempatan pekerjaan yang secara fisik memang agak susah untuk aku jalani. 

Padahal, walaupun aku berusaha untuk bisa melakukannya, dan memang aku mampu, tetap saja kata2 "belas kasihan" tetap aku merasakannya dari lingkunganku ......

Ketika aku sebgai disabilitas, aku tidak pernah merasa ada rasa "belas kasihan" bagi disabilitas2, apalagi atlet disabilitas. Aku justru merasa bangga tentang kenyataan bahwa disabilitas MAMPU melakukan semuanya!

Belas kasihan tentang disabilitas, mengungkapkan betapa disabilitas sudah menjadi obyek.

Masyarakat banyak menolak atau mengecilkan hati penyandang disabilitas. Ada juga sikap yang beragam terhadap penyandang disabilitas yang berpartisipasi dalam olahraga. Pada saat yang sama, olahraga disabilitas dipandang sebagai aktivitas olahraga yang lebih rendah dan bukan olahraga yang sah. 

Catatan 2 :

Adalah kenyataan, bahwa Paralimpiade yang berjalan sertiap setelah Olimpiade (atau even2 internasional lainnya), kurang diminakti oleh masyarakat dunia. 

Terbukti dengan tidak terlalu antusiasnya masyarakat dunia dengan tidak menyiarkan siaran2 langsung dibandingkan even Olimpiade sebelumnya.(atau even2 internasional lainnya).

Kurangnya pengakuan ublic, penghargaan, peluang dan perhatian media yang tidak diberikan kepada olahraga ini.

***

Hambatan utama untuk inklusi dalam olahraga adalah sikap masyarakat terhadap individu penyandang cacat karena adanya pengelompokan masyarakat dan stigma2, sesalahpahaman umum bahwa penyandang cacat tidak dapat melakukan olahraga serta keterbatasan fisik, psikologis dan sosiologis.

Tetapi, Paralimpiade terjadi.

Berarti ada peningkatan visibilitas dan adanya peningkatan kepedulian masyarakat dunia, serta terjai peningkatan jumlah disabilitas dunia, dan dibarengi oleh peningkatan tingkat social dan tingkat pendidikan kaum disabilitas.

Tetapi, sayang sekali .....

Walaupun ada peningkatan dalam segala hal sehingga Paralimpiade terselenggara, rasa "belas kasihan" itu tetap ada. Dengan fisik yang tidak sempurna, ketika masyarakat melihat mereka, pasti tercetus tentang rasa kasihan melihat disablitas.

Diskriminasi di masa lalu, sekarang ini memang telah berkurang sedemikian besar. Namun, tantangan besar masih dihadapi olahraga ini.

Persepsi penyandang disabilitas harus diubah agar tidak memandang diri mereka sebagai anggota masyarakat yang lebih rendah.

Oleh karena itu, proses yang mengarah pada kemiskinan harus ditangani dengan peningkatan kapasitas kelompok disabilitas melalui pendanaan, pendidikan dan pelatihan.

Paralimpiade memang harus terus diadakan. Akan ada proses tentang sebuah rasa "belas kasihan", yang pasti akan menurun seiring dengan waktu ......

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun