Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Graffiti Di Dinding Rumah Kami

12 April 2012   01:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:44 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_171216" align="aligncenter" width="400" caption="Kami bilang, ini graffiti.."][/caption]

Berawal dari coretan-coretan kecil, lalu seiring berjalannya waktu baru disadari ternyata dinding dalam rumah kami telah penuh dengan “hiasan” warna-warni. Jika dibilang itu kotor, memanglah kotor, itu kami akui. Namun terus terang, tak ada rasa malu pada diri kami saat ada tetangga atau kerabat yang berkunjung dan melihat pemandangan itu. Karena bagi kami, guratan berbagai bentuk warna-warni itu indah terpampang dan menyejukkan hati kami semua, penghuni rumahnya.

Kami  berani mengatakan bahwa lukisan-lukisan itu indah layaknya graffiti, karena merasakan riwayat dan cinta dalam proses pembuatannya. Pencipta lukisan-lukisan yang memadati dinding itu adalah kedua anak balita lelaki kami. Yang sulung sekarang berumur menjelang 5 tahun sedangkan yang bungsu menjelang 3 tahun. Merekalah yang secara bergantian menorehkan warna hingga tak terasa hampir seluruh dinding rumah kami telah penuh dengan hasil penuangan ekspresi berkarya.

Bukan bermaksud pembelaan diri ataupun pembenaran karena tak mampu mencegah sesuatu yang mungkin secara umum dikatakan kotor. Namun kenyataan bahwa segala usaha yang kami lakukan untuk “mengingatkan” keduanya agar berkarya dan belajar di tempat semestinya hasilnya tak bertahan lama. Saat kami arahkan untuk itu, dengan memberikan mereka berlembar-lembar kertas kosong serta papan whiteboard, mereka sekejap mengiyakan lalu melaksanakan. Namun ketika kami kendur dan sedikit terlena, naluri yang kami simpulkan memang ada pada anak-anak seusia mereka kembali mengemuka dan membutuhkan penyaluran yang bebas lepas. Bahkan ketika dinding itu kami lapisi dengan tempelan kertas, tak cukup untuk membuat mereka puas dan..dilepas.

[caption id="attachment_171218" align="aligncenter" width="400" caption="Whiteboard itu tak memuaskan."]

133419360971174643
133419360971174643
[/caption]

Kami tidak menyerah untuk berusaha mengarahkan, tetap kami lakukan sebatas kemampuan serta menjauhkan sikap keras dan mengekang. Karena kami yakin, nantinya seiring perkembangan umur dan nalar mereka, semua itu akan menghilang dengan sendirinya. Dan itu terbukti, si sulung saat ini sudah jauh mengerti dimana tempat yang tepat untuk belajar dan berkarya. Meski demikian, si bungsu yang selanjutnya meneruskan kebiasaan kakaknya. Goresan-goresan lama sang kakak berpadu dengan buah karya sang adik, terciptalah graffiti yang memenuhi dinding rumah kami.

Untuk sementara, kami belum berniat menghapus/membersihkannya kembali. Menunggu dan berusaha sabar mengarahkan si bungsu sampai waktunya dia mengerti. Biarlah kami nikmati keindahan ini. Graffiti kalian beraliran kekuatan spiritualisme sejati.

Tuntaskan ekspresimu, Nak!, tak kan kami hapus hingga saat kalian mengerti. Meskipun ada satu lagi alasan kami, yakni harga cat yang baik ternyata lumayan tinggi.

Salam.

.

.

C.S.

Katanya, waktu kecil lebih parah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun