Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Anak-anak, Jangan Sampai Paru-parumu Keropos Sebelum Tercapai Cita-cita!

24 Februari 2012   04:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:15 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Meski cenderung prihatin, saya sering geli melihat gaya beberapa anak sekolah terutama laki-laki yang begitu “bangga”nya saat merokok. Hal itu tentu saja mereka lakukan di luar jam belajar/sekolah. Bukan hanya anak-anak setingkat SMU/K namun SMP pun ada. Mungkin dari segi umur, anak-anak seusia mereka sedang hangat-hangatnya mencari jati diri. Ingin terlihat “beda” dari teman-teman sebayanya. Sayang sekali, mereka terlanjur terjebak paradigma yang salah, di antaranya sebuah rasa bangga, berani, keren, tampak jagoan dan mungkin ingin menarik perhatian lawan jenisnya saat mereka menghisap rokok.

Entah sejak kapan paradigma ini yang ditonjolkan, sepertinya banyak faktor terutama budaya kuno yang jelas salah seperti ada ungkapan bahwa yang tidak merokok itu bukan laki-laki. Demikian juga pengaruh media cukup besar peranannya, contohnya sosok-sosok jagoan dalam film aksi yang begitu keren saat merokok. Inilah beberapa hal yang membentuk imajinasi anak-anak seumur itu untuk meniru dan merasa ingin menjadi sosok itu.

Sebenarnya saya agak canggung menulis tentang keprihatinan ini, karena saya pun juga perokok meski standar-standar saja. Begitupun, saya tidak separah anak-anak itu, yakni dalam masa seumuran mereka tak pernah sekalipun mengenal rokok. Bukan membela diri, perlu dicatat bahwa saya mulai merokok pada saat kuliah selesai dan memiliki penghasilan sendiri. Sekarang pun selalu berusaha untuk berhenti. Tapi saya yakin tak ada salahnya mengungkapkan, siapa tahu ada yang bisa dijadikan pegangan untuk mengawasi serta mendidik anak-anak kita terkait gaya hidup ini.

Jika hendak berhitung, anak-anak usia sekolah, katakan saja SMU paling tua saat ini berumur sekitar 16 tahun. Ketika pada umur 16 tahun saja sudah mulai merokok maka bisa kita bayangkan kondisi paru-parunya saat nantinya mereka harus bersaing untuk berkarya. Sedikit generalisasi untuk mempermudah gambaran, saat mereka telah usai sekolah lalu mungkin kuliah dan selanjutnya mencari pekerjaan, diperkirakan umur mereka telah mencapai 20-an. Selama kurun waktu lima tahun sebelumnya paru-paru mereka telah terpapar begitu banyak asap rokok. Padahal secara umum dalam melamar kerja nantinya banyak yang mensyaratkan adanya kondisi kesehatan bahkan dengan foto paru-paru. Bisa dibayangkan bahwa foto paru-paru mereka akan terlihat gosong atau keropos, maka peluang bekerja itu bisa terlewatkan.

Tes kesehatan/foto paru-paru itu jelas sering diterapkan, apalagi jika mereka bercita-cita menjadi TNI, polisi, ikatan dinas pada institusi pemerintah, demikian juga dunia swasta yang pada banyak bidang membutuhkan syarat ini. Meskipun masih ada yang tidak mensyaratkan itu, paling tidak jika kondisi paru-paru itu buruk jelas sudah menutup banyak kesempatan.

Maka itu, anak-anak, perhatikan ya, sebaiknya sekolah saja yang bener, tak usah merokok lah. Jika memang ingin merokok, tunggulah sampai cita-citamu tercapai. Tapi alangkah baiknya, selamanya tidak merokok. Dan bagi kita para orang tua, mari bimbing anak-anak kita, mudah-mudahan mereka bisa menggapai apa yang mereka cita-citakan, jauh dari gaya hidup merokok itu.

Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun