Tren yang terus berganti membuat Gen Z terjebak dalam siklus ikut-ikutan yang tiada henti. Menjadikan FOMO bukan lagi sekadar rasa takut tertinggal, tapi sudah menjelma menjadi gaya hidup yang melelahkan.
Tumbuh di dunia yang terus bergerak cepat dan penuh tren baru setiap hari, kebutuhan untuk selalu “ikut” dan melibatkan diri terasa seperti kewajiban bagi kalangan Gen Z. Rasa penasaran yang awalnya muncul pun perlahan mulai berubah menjadi suatu kebiasaan dan rutinitas.
Tanpa disadari, siklus yang terus berjalan ini memunculkan satu pertanyaan sederhana: kapan terakhir kali kita benar-benar memberi diri sendiri waktu untuk istirahat dari rasa takut tertinggal?
Fear of Missing Out atau yang lebih dikenal sebagai FOMO, merupakan fenomena yang kini sudah terasa sangat dekat dan familiar. Data dari Holistic SEO pada 2023 menunjukkan bahwa Gen Z menjadi kelompok yang paling banyak mengalami FOMO, yakni sebesar 69%.
Kemunculan tren dari berbagai macam kategori, mulai dari fesyen, kecantikan, kesehatan, hingga makanan dan minuman, rasanya membuat generasi saat ini tidak punya pilihan lain selain turut mengikuti arus cepat perkembangan yang terjadi.
Namun realitanya, banyak yang mengikuti arus tersebut bukan karena benar-benar ingin, melainkan hanya karena takut jadi yang tertinggal atau kurang update.
Kebiasaan ikut-ikutan yang awalnya terbentuk dari rasa penasaran ini biasanya dilandasi oleh pencarian validasi online dan eksistensi digital. Menurut Credit Karma, 40% Gen Z rela menghamburkan uang, bahkan hingga berutang, hanya demi tidak tertinggal dari teman-temannya.
Desakan sosial yang membuat kebanyakan orang merasa perlu untuk selalu up to date membuat FOMO bukan lagi hanya sekadar perasaan sesaat, tapi sudah menjadi pola hidup yang melekat dalam keseharian. Di Indonesia sendiri, budaya ikut-ikutan bisa dilihat dalam tren belanja online dan gaya hidup viral di media sosial.
Paparan eksklusif ke media sosial kemudian menciptakan siklus yang sulit diputus, yaitu semakin sering seseorang terpapar tren dan pencapaian orang lain, semakin besar pula dorongan untuk ikut serta demi mempertahankan citra diri yang layak tampil. Alhasil, FOMO tidak hanya memengaruhi perilaku konsumtif, tetapi juga cara Gen Z membentuk identitas dan menilai kebahagiaan.
Banyaknya tekanan sosial yang tidak terlihat, seperti perasaan takut tertinggal, kebutuhan untuk dianggap relevan, hingga dorongan untuk selalu tampil cukup di mata orang lain pun membuat Zoomers selalu berada dalam running mode untuk mengejar hal-hal yang sedang viral.
Kebiasaan konsumtif dan keputusan impulsif akhirnya menghilangkan ruang untuk benar-benar mengenal keinginan diri sendiri.