Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Renjanaku (14) Fall In Love

5 Oktober 2025   02:37 Diperbarui: 5 Oktober 2025   02:36 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Itulah alasan terbesar yang membuatnya ingin berpisah dari Stanley, yakni karena ia tidak mampu membuat dirinya percaya kepada Stanley lagi"

Sore hari itu Jenny termenung di atas ranjangnya. Pikirinnya melayang tidak karuan. Ia memikirkan Stanley dan Ricky yang selalu mengusik pikirannya akhir-akhir ini. Stanley adalah cinta pertamanya. Pacar ketiga, tapi pacar pertama yang benar-benar membuatnya jatuh cinta. Begitulah kalimat tepatnya. Mereka berpacaran di Melbourne selama tiga tahun.

 

Stanley seorang seniman. Ia seorang pelukis dan juga seorang musisi. Ia bergabung dengan sebuah band lokal. Perawakannya tinggi, badannya atletis dan berwajah tampan. Stanley cukup popular di kalangan anak muda Indonesia yang kuliah di Melbourne. Ia mempunyai banyak penggemar, terutama wanita. Itu membuat Jenny sering merasa cemburu.

Mereka sama-sama kuliah di Melbourne. Jenny mengambil jurusan Desain produk sedangkan Stanley mengambil jurusan Manajemen Bisnis, sesuai dengan arahan papanya. Sebenarnya Stanley ingin mengambil jurusan Musik, tapi ia tidak berani menolak perintah papanya.

Jenny benar-benar jatuh cinta kepada Stanley, tetapi ia merasa Stanley kurang memberi perhatian kepadanya. Terutama ketika Stanley dengan teman-temannya akan mengadakan tur pertunjukan musik mereka. Kesibukan latihan dan persiapan tur terkadang bisa membuat mereka sampai satu bulan tidak bertemu.

Jenny juga merasa kurang nyaman dengan kehidupan Stanley dengan teman-temannya yang terlalu bebas. Apalagi dengan wajah Stanley yang tampan, menimbulkan keraguan di hati Jenny. Apakah Stanley benar-benar setia kepadanya. Hal itu terlalu sering mengganggu dan membuatnya menangis. Itulah alasan terbesar yang membuatnya ingin berpisah dari Stanley, yakni karena ia tidak mampu membuat dirinya percaya lagi kepada Stanley.

Dalam menjalani hidupnya sebagai seniman, Jenny juga meragukan idealisme Stanley. Ia bisa menerima Stanley sebagai seorang seniman. Namun pilihan itu seharusnya menjadi sarana pencarian diri, dan menjadi sumber mata pencaharian juga bagi Stanley.

Namun hal itu ternyata tidak berlaku bagi Stanley. Baginya musik adalah ajang pemuasan hasrat idealisme. Soal duit, itu soal lain. Idealisme dan duit itu berada dalam dua arah yang berbeda.

Bacot! ia bisa begitu karena bapaknya orang kaya yang selalu memberinya dana berlebih.
Namun itu juga karena bapaknya taunya ia benar-benar kuliah, sedangkan bermain musik hanya sekedar hobby saja.


Kalau bapaknya sampai tahu kuliahnya tidak bener, habislah! Namun itu hanya soal waktu saja.
Sampai kapan ia bisa mengelabui bapaknya begitu? Tidak mungkin juga mengambil diploma sampai sepuluh tahun, dan bapaknya bukan orang bodoh.

               

Tiga tahun telah berlalu. Di saat kenangan masa lalu itu hampir berlalu, kenangan itu tiba-tiba menyeruak kembali dengan mengusung secercah asa bercampur rindu. Akankah yang lalu terulang lagi? Akankah ada harapan di masa depan? Maukah ia mencoba sekali lagi? Luka yang dulu memang sudah sembuh, tetapi bekasnya tidak pernah bisa menghilang!

Mampukah dia menjalani hidup sekiranya harapan itu menghilang lagi? Rasa-rasanya tidak! Kehilangan itu hanya boleh sekali, tidak boleh dua kali. Kalau itu terjadi lagi, itu akan membuat manusia lebih bodoh dari seekor keledai! 

Ricky soal lain. Penampilannya biasa saja. Tampan, menarik tetapi tidak terlalu istimewa. Yang membuatnya istimewa adalah kepribadiannya yang lembut, sopan, jujur dan penuh perhatian. Kesan itu kian terasa ketika ia semakin dekat dengannya.

Kejujurannya adalah point tersendiri bagi Jenny. Tidak ada sesuatu hal yang berusaha ia sembunyikan darinya. Tidak ada rahasia di antara mereka berdua.
Jenny juga melihat Ricky sangat gigih dalam bekerja. Akhir pekan atau hari liburnyapun terkadang dipakai untuk mengunjungi customer di luar kota. Terkadang Jenny merasa kasihan melihatnya.

 

Jenny merasa itu mungkin karena tuntutan hidup bagi keluarganya. Mungkin Ricky bukan dari keluarga yang berkelebihan secara ekonomi. Apalagi Ricky juga tidak terlalu banyak menceritakan perihal keluarganya. Paling seringnya, ia menceritakan masakan mamanya, dan Jenny agak segan menanyakan perihal keluarganya lebih jauh.

Layak kah membandingkan Ricky dengan Stanley? Sekilas tidak. Namun urusan asmara kali ini bukan untuk jangka pendek atau untuk senang-senang. Stanley sudah "mentok" ia tidak mau tertipu dengan tampilan luar.

Ricky masih berkembang dan Jenny yakin ia akan semakin hebat dengan tangannya sendiri. Semakin lama ia mengenal Ricky, semakin banyak hal-hal hebat yang ia temukan dalam dirinya.
Ia ibarat "harta karun" yang masih terpendam di lautan. Ia akan mengangkatnya, memolesnya supaya mengkilap dan menikmatinya, hanya buat dirinya sendiri!

***

Aku baru saja tiba dari Jambi dalam rangka mengunjungi customer. Ketika akan mengambil bagasi, hape ku berdering, ternyata dari Jenny.

"Hai Jenny how are you" kataku ramah.
"Hai Rick kamu lagi di mana, sibuk?"  

"Nggak, aku di airport, baru nyampe dari Jambi. Aku santai aja koq, lagi nunggu bagasi. Kamu masih disingapur ya? kamu lagi ngapain.?"  
"Aku lagi di Orchard, duduk sendiri di kursi taman. Urusannya ternyata lebih cepat dua hari dari yang direncanain. Tadi pagi semua udah kelar. Yah udah, aku nongkrong aja disini...mikirin kamu."

"Hah!" Srrr...darahku berdesir. Gak salah ngomong tuh orang? 

Dia mikirin aku? Sejak kapan? Ngomongnya serius lagi. Kata mikirin kamu yang ditransmitkan oleh gendang telingaku, langsung menghujam hatiku tidak sampai dalam jangka waktu sepersepuluh detik. Alamak!

"Rick, aku serius! Aku kangen..kangen banget sama kamu" suara lembut itu sangat jelas terngiang-ngiang di telingaku.

Suasana Orchard jelas berbeda jauh dengan suasana Terminal Kampung Rambutan! Dulu gara-gara terpengaruh suasana Orchard itulah yang membuat aku menyatakan cintaku pada Rini ketika liburan rame-rame ke Singapura. Waktu itu kebetulan ada seorang busker cewe lagi ngamen dengan biolanya, membawakan lagu "When I Fall In Love," Nat King Cole. Aku seketika kesetrum, lalu meraih tangan Rini, dan membisikkan ke telinganya kata-kata yang kelak kusesali.  

Duh Gusti, sekiranya aku dulu bertemu Rini di Terminal Kampung Rambutan, ia pasti tidak akan pernah nyusain aku seperti sekarang ini. Hiks! Namun aku sekarang bukan di Orchard. Aku berada di Terminal Soekarno-Hatta, dan aku tetap merasakan getaran yang luar biasa.

Samar-samar aku mendengar lagu "When I Fall In Love," bukan dibawakan Nat King Cole, tapi oleh duet Jenny-Ricky. Eh, duet Celine Dion - Clive Griffin. Duh Gusti, kurasa aku jatuh cinta lagi. Kali ini beneran...

(Bersambung)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun