Alam telah mengatur segala sesuatunya dengan hukum keseimbangan alam. Kalau ada yang datang, maka harus ada yang pergi agar ada tempat bagi si pendatang.
Atas nama reshuffle, komposisi kabinet dan lembaga negara lainnya itu dikocok ulang agar tampak harmonis. Ada yang datang, ada yang pergi, tapi ada juga yang pergi untuk kemudian datang lagi.
Kalau yang pergi berlatar belakang politik, maka ia akan santuy saja sebab ini adalah hal yang biasa dalam pemerintahan manapun juga.
Sebaliknya kalau yang pergi itu berlatar belakang teknokrat atau orang pinter, maka urusannya jadi panjang. Sebagian dari mereka ini jadi baperan, lalu berubah menjadi JPU (Jaksa Penuntut Umum) yang menuntut orang pakai KUHMS (Kitab Undang-undang Hukum Milik Sendiri) bukan KUHP.
Ada satu catatan minus penulis pada saat Tom menjabat sebagai Co Captain Tim Nasional Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dalam Pilpres 2024 kemarin.
Ketika itu ada kesan kalau Tom ini "sering memberikan contekan" kepada presiden pada saat beliau ini akan berpidato. Kebetulan Tom menjadi salah satu dari penulis teks pidato Presiden Jokowi.
Dalam konteks kampanye Pilpres, "contekan" ini tentunya akan dimaknai kaum "SDM rendah nirliterasi" sebagai petunjuk kurangnya kemampuan intelektual dari capres/cawapres tertentu yang dianggap kurang umur pula.
Dalam pandangan penulis, Tom jelas keblinger.
Pertama, menteri adalah pembantu presiden, dan sudah pasti presiden akan meminta contekan yang relevan dan valid dari pejabat kementerian/lembaga terkait ketika ia akan berpidato atau memberikan keterangan kepada publik terkait isu yang terjadi. Jadi Tom jangan geer dulu kalau merasa sebagai satu-satunya penulis terbaik untuk teks pidato presiden.
Apalagi kalau presiden mau berpidato tentang Kesehatan reproduksi wanita di depan mama-mama di pasar Sentani, Jayapura. Itu presiden pasti akan minta contekan dari Menkes, Menteri perawan (peranan wanita) deng Gubernur Papua.
Kedua, hubungan Jokowi-Tom berada di ranah privat. Mereka bertemu, lalu menyamakan persepsi dalam sebuah kerjasama, dan kemudian berakhir sampai periode pertama Jokowi di 2019.