Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Goodbye European Super League, The Big Six EPL Resmi Mundur

23 April 2021   02:05 Diperbarui: 23 April 2021   19:59 2057
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Enam klub Premiere League yang mundur dari European Super League. Sumber: SkySports

Enam klub anggota "The Big Six" Premier League akhirnya resmi mengundurkan diri dari "liga Setan," ESL (European Super League) pada Rabu (21/4/2021) dini hari kemarin.

Pengunduran diri itu dimulai dari Manchester City, lalu diikuti Manchester United, Liverpool, Arsenal, dan Tottenham. Chelsea kemudian menjadi klub terakhir dari Inggris yang mengeluarkan pernyataannya. Dengan demikian, ESL kini hanya memiliki enam klub yang tersisa.

Terakhir Barcelona dan Inter Milan juga sepertinya akan mengikuti jejak The Big Six Premier League. Dengan demikian ESL dipastikan "layu sebelum berkembang."

Keikutsertaan The Big Six Premier League di ESL itupun akhirnya memakan korban. Ed Woodward, Wakil CEO (Chief Eksekutif Officer) Manchester United terpaksa lengser keprabon dari jabatannya demi menghindari "amuk massa." Januari 2020 lalu fans MU bahkan pernah menyerang rumah Woodward.

Fans MU memang membenci Woodward karena ia sering "salah membeli pemain" di bursa transfer. Woodward bukannya membeli pemain sesuai dengan keinginan manajer, tetapi sesuai dengan keinginan pemilik klub. Fans MU juga membenci keluarga Glazer yang menjadi pemilik MU saat ini.

Woodward kemudian menjadi salah satu "bidan ESL" bersama dengan Agnelli (Juventus) dan Florentino Perez (Real Madrid) Perez sendiri rencananya diplot menjadi chairman, sedangkan Woodward menjadi vice-chairman ESL. Pendanaan ESL sendiri didukung oleh investor raksasa dari Amerika Serikat, JP Morgan Chase.

Sebelum bergabung dengan MU, Woodward dulunya bekerja untuk JP Morgan di Amerika Serikat. Setelah keluarga Glazer membeli MU, barulah Woodward kemudian bekerja di MU.

Keluarga Glazer memang membuat aset MU semakin besar dan MU pun menjadi klub kaya raya. Akan tetapi semuanya itu didanai dengan utang dengan jaminan nama besar MU sendiri :)

Mantan bintang MU sendiri, Garry Neville bahkan menyebut Keluarga Glazer ini sebagai pengeruk harta, dan selayaknya diusir dari MU. Keluarga Glazer sendiri mau menjual saham mereka di MU kalau harganya "memang cocok."

Jadi wajar memang kalau fans Mu tidak suka kepada Woodward yang dianggap sebagai antek asing-aseng  JP Morgan Chase dan juga Keluarga Glazer karena mereka ini memang bukanlah penggemar sepak bola sejati, melainkan cuma sekedar mahluk pengeruk harta, perusak nilai-nilai hakiki sepakbola Inggris Raya.

Aksi protes skuad Leeds United mengenakan kaos bertuliskan penolakan ESL ketika berhadapan dengan Liverpool, sumber: bola.net
Aksi protes skuad Leeds United mengenakan kaos bertuliskan penolakan ESL ketika berhadapan dengan Liverpool, sumber: bola.net
"Lain padang rupanya sama juga belalangnya!" Sama seperti di MU, peristiwa yang sama terjadi juga di klub tetangga, seteru dan rival abadi MU, Liverpool.

Kalau di MU ada Garry Neville sebagai provokator maka di Liverpool ada Jamie Caragher yang mengajak suporter Liverpool melakukan demo besar-besaran di depan Anfield. Mereka bahkan bersumpah untuk mengusir pemilik klub, taipan John W Henry, horang kaya dari Amerika Serikat juga.

Penulis sendiri sebagai fans Liverpool sangat kecewa dengan kebijakan Liverpool, terutama dalam hal pembelian pemain beberapa tahun terakhir ini. Bayangkan saja ketika Liverpool memulai musim 2020/2021 ini, mereka hanya memiliki sepasang bek tengah plus seorang bek yang "rapuh raganya."

Lalu ketiganya out of order. Pada jendela transfer musim dingin Liverpool kemudian meminjam seorang "bek kanak-kanak" plus membeli seorang bek bernama Ben Davies dari klub antah berantah dengan mahar cuma 2 juta Pound saja! Alasan Klopp ketika itu, Liverpool tidak punya duit!

Alamak, Horang kaya yang juga merupakan juragan klub Major League baseball, Boston red Sox itu tega membeli seorang bek dengan harga cuma 2 juta Pound saja, padahal sebelumnya Liverpool berani membeli Virgil van Dijk seharga 84,65 juta Euro!

Artinya apa? John W Henry ini bukanlah "pesepak bola sejati." Penulis sendiri dulu keberatan Liverpool menghamburkan uang untuk membeli seorang bek tengah berharga sangat mahal, karena persoalan Liverpool harus dilihat secara komprehensif. 84,65 juta Euro jelas terlalu mahal, sebaliknya 2 juta Pound itu adalah sebuah penghinaan. Buktinya sejak dibeli Ben Davies sendiri belum pernah dimainkan Klopp!

Sama seperti di MU, fans bahkan para pemain Liverpool sendiri tidak suka Liverpool bergabung dengan ESL karena mencederai prinsip-prinsip kompetisi sepak bola itu sendiri. ESL sendiri bukanlah kompetisi olah raga melainkan "pertunjukan olahraga" yang dikemas, you know what I mean, seperti NBA gitu :) yang tidak mengenal sistim degradasi.

Kebayang, kan, kalau AC Milan terus-terusan ketemu dengan Arsenal, di mana kalau salah satu tim kalah pun tidak akan ngefek kepada posisi mereka di klasemen. Sebab besok-besok mereka ini akan tetap bersua kembali, hahaha..

Dari Amerika serikat, John W Henry sendiri akhirnya meminta maaf secara langsung kepada fans dan berjanji akan membawa klub Liverpool lebih baik lagi ke depannya. "Saya ingin meminta maaf kepada seluruh fan dan pendukung Liverpool atas kericuhan yang saya buat dalam 48 jam terakhir ini," ujar Henry dalam video permintaan maaf yang diunggah di akun twitter Liverpool.

***

Kompetisi ESL ini sendiri sebenarnya sudah lama dihembuskan, terutama oleh Florentino Perez dan Agnelli. Tujuannya adalah membentuk "turnamen eksklusif" di antara klub-klub besar yang punya basis fans banyak, sebagai jaminan untuk bergulirnya turnamen ini.

Filosofi dari ESL yang menjadi saingan UCL (UEFA Champion League) ini sebenarnya cuma satu, yakni uang. Ada yang mengatakan kalau UEFA sebagai badan sepak bola Eropa terlalu pelit dalam memberikan hadiah UCL bagi peserta. Hal ini mungkin ada benarnya dan bisa diperdebatkan.

Akan tetapi mengubah sebuah kompetisi sepak bola menjadi sebuah turnamen sepak bola eksklusif, di mana sistem degradasi yang menjadi bagian dari kompetisi itu dihilangkan, tentunya mencederai prinsip-prinsip dari olah raga itu sendiri. Dalam hal ini, dua kata yang tepat untuk ESL adalah arogan dan rakus!

Filosofi sepak bola di Inggris jelas berbeda dengan di Eropa daratan. Sepak bola di Inggris dibangun atas dasar kekeluargaan, kejujuran dan komitmen. Itulah sebabnya klub-klub sepak bola Inggris, bahkan yang berada di kasta keempat pun bisa tetap eksis karena klub dan para pemain selalu didukung oleh keluarga, teman, tetangga bahkan secret admirer yang selalu berkomitmen mendukung klub dan pemain dalam keadaan suka dan duka.

Klub sebesar dan setenar AC Milan dan Inter Milan sendiri bahkan tidak punya stadion bagi para fans mereka untuk aktualisasi diri. AC Milan menyebut stadionnya sebagai San Siro sedangkan Inter menyebutnya dengan Giuseppe Meazza. Namun stadion itu sendiri adalah milik Pemda kota Milan!

Bandingkan dengan Stadion St Andrew's berkapasitas 30 ribu kursi milik klub Birmingham City yang sudah dipakai lebih dari seratus tahun yang lalu. Padahal Birmingham sendiri berada pada posisi ke-19 klasemen Divisi Championship. Sebelum pandemi, walaupun berada di liga kasta kedua EPL, namun stadion St Andrew's tetap saja penuh ketika Birmingham bermain di kandang!

Walaupun sekota dengan klub Birmingham, Aston Villa sendiri memiliki stadion Villa Park, stadion kelas bintang lima UEFA berkapasitas 42.785 kursi. Artinya stadion adalah aset utama sekaligus jati diri sebuah klub sepak bola.

Soal hak siar televisi juga berbeda antara Eropa daratan dengan Inggris. Di EPL, uang hak siar televisi basisnya dibagi rata bagi semua klub yang bermain, besar-kecil, tua-muda, gemuk-kurus, semua mendapat bagian yang sama. Setelah itu, barulah klub-klub yang bermain lebih banyak atau pertandingannya lebih diminati akan mendapat tambahan pembagian lagi.

Sebuah blog bisnis sepakbola bernama Swiss Ramble merilis laporan keuntungan yang didapatkan tim sepakbola dari siaran televisi. Dari daftar 20 klub yang memperoleh pendapatan lebih dari Rp 2 triliun, 18 tim ternyata berasal dari Liga Inggris. Dua sisanya adalah adalah Barcelona dan Real Madrid yang menjadi salah dua klub di luar Liga Inggris yang mampu meraih pendapatan daru Hak Siar di atas Rp 2 triliun. Los Cules memperoleh pemasukan dari TV senilai 130 juta paun (Rp 2,26 triliun), sementara Real Madrid sebanyak 125 juta paun (Rp 2,17 triliun).

Pendapatan rata-rata klub EPLdari hak siar televisi berkisar 123 juta Pound, setara Rp 2,13 triliun.  Nilai itu lebih dari dua kali lipat pendapatan klub La Liga Spanyol yang nilainya 56 juta paun (Rp 971 miliar). Sebagai catatan La Liga tidak membagi rata hak siar televisi kepada semua klub.

"Liga feodal" ini dikritik karena memberi porsi yang terlalu besar bagi dua klub terbesar Spanyol, Barcelona dan Real Madrid. Sebagai gambaran ketimpangan distribusi tersebut, Valencia yang mendapatkan porsi hak siar terbesar ketiga musim lalu hanya mengantongi 30% dari nominal yang diterima Barca dan Madrid!

Itulah sebabnya Barca dan Madrid ini tidak akan pernah turun ke papan tengah klasemen La Liga. Duit yang melimpah membuat mereka bisa membeli pemain terbaik yang mereka butuhkan, maupun pemain yang tak mereka butuhkan, tapi sangat dibutuhkan oleh klub saingan :)

Sementara klub-klub Hobbit seperti Elche atau Eibar misalnya, hanya bisa berjuang sekuat tenaga agar tidak terkena degradasi. Bisa juara liga seperti yang pernah dilakukan Leicester City di Inggris itu adalah sebuah hil yang mustahal. Nah, sudah enak pakai bingit begitu, eh presiden Real Madrid ini malah hendak berselingkuh lagi dengan membuat ESL. Ini namanya sudah dikasih hati minta jantung pula!

***

Jadi dari uraian di atas, sebenarnya tidak ada alasan bagi anggota The Big Six, Manchester City, Manchester United, Liverpool, Arsenal, Tottenham dan Chelsea untuk ikut di ESL. Mereka ini tidak kekurangan uang atau popularitas.

Dulu Tragedi Heysel membuat klub-klub Inggris dilarang bermain di Eropa selama 5 tahun dan Liverpool 6 tahun. Sepak bola Inggris mundur satu dekade karena semua pemain top dunia hanya mau bermain di Italia dan Spanyol saja. Namun fans Liverpool dan MU di seluruh dunia tetap setia kepada klub.

Hanya berkat doa dan dukungan yang tak pernah putus dari fans-lah yang membuat Liverpool dan MU bisa seperti sekarang ini. Keikutsertaan Liverpool dan MU di ESL jelas telah melukai hati fans karena membuat klub tampak seperti seorang pelacur murahan.

Liverpool dan MU memang sudah mundur dari ESL. Ed Woodward juga sudah menyatakan pengunduran diri, dan John W Henry selaku pemilik klub juga sudah meminta maaf. Namun persoalan belumlah selesai. Fans Liverpool dan MU tampaknya tidak akan berhenti sebelum duo "gringo" itu hengkang dari English Premiere League!

Salam sepak bola

Referensi,
bolasport.com
detik.com
detik.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun