Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kristen Gray, "Ngono Ya Ngono, Ning Ojo Ngono"

21 Januari 2021   17:25 Diperbarui: 21 Januari 2021   17:30 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kristen Gray dan Saundra, sumber : https://cdn-2.tstatic.net/makassar/foto/bank/images/kristen-gray-dan-pacar-perempuannya-di-bali.jpg

Demikian juga halnya dengan Luigi. Tentulah awalnya ia hidup dan berusaha untuk mempertahankan kehidupan di Bali tersebut dengan cara ilegal pula.

Setelah ia bisa survive dan keadaannya membaik, ia kemudian berusaha menjadi warga negara yang baik dan bijak, termasuk membayar pajak. Sebab hanya orang bijak yang taat pajak!

Ada jutaan orang seperti Luigi dan Kristen di Bali, Maldives, Saint Tropez, Casablanca, Ibiza, Copacabana bahkan hingga di Kutub Utara sana dengan berbagai alasan.

Ada jutaan juga orang Indonesia berkeliaran secara ilegal di Hongkong, Malaysia, Taiwan, korea Selatan, semenanjung Arab, USA dan tentu saja Eropa yang sudah punya ikatan sosial dengan Indonesia sejak ratusan tahun lalu. Semuanya hidup dengan metode ala Luigi atau Kristen ini.

Ketika mereka sudah bisa merdeka atas diri dan perasaan mereka sendiri, maka merekapun berasimilasi dengan kehidupan dimana mereka berada.

***

Lalu, bagaimanakah warga +62 memandang orang asing, terutama bule (Kaukasian?)

Penulis melihatnya secara sederhana lewat "kaca mata" Hotel Alexis yang katanya sudah tutup itu.

Di Alexis tarif "terapis" lokal adalah Rp 1,4 juta, sedangkan terapis dari manca negara Rp 2,4 juta.

Terapis mancanegara umumnya berasal dari Vietnam, Thailand, China, Uzbekistan hingga Rusia.

Dulu terapis dari Uzbekistan dan Rusia sangat populer. Mungkin karena mereka ini berasal dari negeri beruang merah eks Soviet dulu. Tampaknya konsumen lokal masih penasaran dengan glasnost, perestroika dan uskoreniye ala Gorbachev dulu, sehingga kurang mencintai produk-produk Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun