Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Balap Artikel Utama

Catatan Seru dari GP Italia Monza

10 September 2020   12:27 Diperbarui: 12 September 2020   09:01 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pierre Gasly, juara GP Italia 2020, sumber : motorsport.com

Garis finish tinggal beberapa ratus meter lagi, dan Carlos hanya berjarak 0,3 detik saja di belakang. Pierre terus berdoa agar tidak terjadi malapetaka, sementara pedal gas sudah dibejek abis. "Ayo, kamu bisa, kamu bisa, tinggal dikit lagi..." Lalu Pierre melihat chequred flag dikibarkan. "Allahu Akbar" suara muazin masjid berbarengan dengan teriakan Pierre Gasly yang membahana ke seluruh Sirkuit Monza. Pebalap Perancis yang mengendarai Scuderia AlphaTauri Honda itu akhirnya berhasil menjadi juara GP untuk kali pertama.

Anda pernah jatuh cinta? Bagaimana rasanya? Berjutakah rasanya?

Bagi seorang Pierre Gasly rasanya bermiliar setelah ia jatuh cinta kepada Sirkuit Autodromo Nazionale Monza, Italia ini. Tentu ini bukanlah cinta pada pandangan pertama, sebab tahun lalu Pierre yang kala itu berbaju Red Bull Toro Rosso Honda sudah mencumbui Monza, tapi gagal menimbulkan kesan yang mendalam. Kala itu Pierre hanya mampu berada di posisi 11.

Tapi menurut Kompasianer Rudy Gunawan, seorang numerolog kondang dari planet kenthir, cinta terkadang hanya masalah angka saja. Setelah Pierre berhasil menggeser angka "1" di belakang angka "1" lainnya tadi, maka hasilnya langsung berbeda. Seketika, Pierre langsung jatuh cinta kepada Autodromo Nazionale Monza pada pandangan kedua!

Tanpa mengurangi rasa hormat dan sukacita Pierre bersama tim AlphaTauri, ternyata ada beberapa catatan menarik yang menaungi kemenangan pebalap asal Perancis ini. Apa saja itu, mari kita pantau lewat kaca spion Metromini S76 Blok M - Kampung Rambutan.

Pertama, apesnya Mercedes.

"Manusia Berencana, dan Tuhan Yang Memutuskan" adalah kalimat yang pas buat Mercedes pada balapan Ahad kemarin. 

Betapa tidak, Dalam tujuh balapan sebelumnya, hanya Lewis Hamilton (5 kali) dan Valtteri Bottas (2 kali) yang silih berganti start di posisi terdepan. Dari lima kali menempati pole position, Lewis selalu berhasil menjadi juara di akhir balapan.

Ketika Lewis kemudian berhasil meraih pole lagi di Monza, maka semua penggemar F1 dan juga kecoa yang sering berkeliaran di Monza hakul yakin kalau Lewis akan memecahkan rekor sebagai pebalap terbanyak menang di Monza. 

Sebelumnya bersama Michael Schumacher, Lewis berhasil membungkus lima gelar juara di Monza. Apalagi Lewis tercatat sebagai pemegang rekor dunia podium F1 dengan 157 kali, melewati torehan 155 kali Schumacher.

Entah apa yang merasuki seorang Valtteri Bottas dalam balapan kali ini. Start dari P2 (posisi dua) dan hanya dalam tiga kali tikungan saja, Valtteri mendapati dirinya berada di P6, dan berjuang keras agar tidak disodok pebalap lain. 

Sepanjang balapan Valtteri bahkan terlihat kepayahan. Valtteri sendiri mengeluhkan setelan "mode engine" yang tidak tepat membuat temperatur mesin menjadi tinggi, sehingga performa Mercedes menjadi tidak maksimal.

Lain ikan Teri lain pula ikan Bilis. Lain Valtteri lain pula Lewis. Kalau Valtteri tertatih-tatih, sebaliknya Lewis langsung melesat laksana anak panah lepas dari busur. Padahal mereka ini sama-sama mengendarai Mercedes yang sama rupa sama warna pula!

Memang Lewis finish di posisi tujuh, tapi itu karena ia terkena hukuman penalti stop and go 10 detik di pit. Ketika ditambah dengan kehilangan waktu ketika ia memasuki/keluar dari jalur pit, maka kehilangan waktu Lewis itu berkisar 30 detik! Coba bandingkan dengan selisih waktu antara Pierre (juara 1) dengan Carlos (juara 2) yang hanya 0,4 detik saja! Anjay!

Melihat selisih waktu antara Pierre (juara 1) dengan Lewis (posisi 7) adalah 17,245 detik, maka pakar numerolog tadi segera mengeluarkan fatwa bahwa sebenarnya Lewis yang lebih pantas menjadi juara di Monza. "Namun pakar numerolog berfatwa, dan Tuhan jua yang memutuskan!" Kaum Agamispun percaya bahwa sebelum dunia ini dijadikan, nama Pierre Gasly sudah tercatat sebagai juara F1 GP Italia 2020 di Monza!

Terkait temperatur mesin yang tinggi, ternyata Lewis juga mengeluhkan hal yang sama. Namun ia mengalaminya pada pertengahan balapan, terutama pada saat ia berusaha menyalip mobil-mobil di depannya. 

Seperti diketahui, setelah mendapat penalti Lewis terjerembab ke posisi 17. Namun ia dengan penuh semangat terus berjuang dan akhirnya bisa finis di posisi 7.

Sebagai pengamat kelas receh bin abal-abal, penulis tertarik untuk menganalisa kontradiksi performa Mercedes ini, terutama bila dikaitkan dengan regulasi baru yang mulai diterapkan di Monza ini. Seperti diketahui, FIA menetapkan regulasi baru yang mengharuskan tim menggunakan satu mode mesin yang sama, baik di sesi kualifikasi maupun di balapan.

Bagi Lewis Hamilton, fleksibilitas pemilihan mode ini justru menjadi senjata utamanya selama ini. Ini terkait strategi bertahan, menyerang, dan menjaga performa mesin selama balapan.

Ini mirip seperti pada mobil biasa yang memiliki mode sport, normal dan eco (ekonomis) Mode sport dipakai ketika ingin ngebut atau hendak mendahului mobil di depan. Mode normal dipakai dalam keadaan lalulintas moderat. Sedangkan mode eco dipakai ketika dalam keadaan santai atau lalulintas padat untuk menghemat BBM, ban, rem dan performa mesin.

Nah, dalam pandangan penulis, mode mesin Mercedes ini berkaitan erat dengan dirty air (udara kotor) yang berasal dari mobil yang berada di depan. 

Jika slipstream memberi keuntungan bagi mobil yang berada di belakang (dalam keadaan rapat dan segaris) sebaliknya dirty air memberi efek buruk dari sisi aerodinamika dan performa mesin bagi mobil yang berada di belakang, terutama di tikungan dimana mobil dalam kondisi grip terbatas.

Selain memberi efek turbulensi, udara sisa dari mobil di depan ini memiliki suhu yang tinggi dan kandungan oksigen yang lebih sedikit dari udara normal, sehingga mengganggu cooling system dan pasokan udara ideal ke ruang bakar. 

Dari sisi aerodinamika, dirty air ini tidak terlalu berpengaruh bagi mobil dengan kecepatan biasa. Namun bagi mobil F1 yang kecepatannya sering mencapai 330 km/jam itu, dirty air ini sangat besar pengaruhnya apalagi ketika mode mesin tidak bisa diatur lagi!

Ilustrasi dirty air, sumber : https://www.bequietndrive.com/wp-content/uploads/2019/12/maxresdefault-1536x864.jpg
Ilustrasi dirty air, sumber : https://www.bequietndrive.com/wp-content/uploads/2019/12/maxresdefault-1536x864.jpg
Dalam kasus ini, kesalahan memang terletak di tangan Valtteri. Seandainya startnya berlangsung mulus, tentu saja ia tidak akan mengalami efek dirty air ini. Di trek lurus ia bisa memanfaatkan slipstream dari Lewis, lalu menjelang tikungan ia mengatur jarak agar tidak terkena dirty air dari Lewis.

Dalam pandangan penulis, ada perbedaan besar antara Nico Rosberg dengan Valtteri walaupun kemampuan mereka setara dengan Lewis.

Pada 2016 lalu, Nico akhirnya bisa menjadi juara dunia karena berhasil memaksimalkan ilmu "menangguk di air keruh" atas setiap kesalahan dan kesialan yang menimpa Lewis. 

Jadi, kalau Valtteri tidak mampu melakukan hal yang sama seperti dilakukan Nico, maka ia tidak akan pernah menjadi juara dunia!Mari kita lihat perbedaan mental Lewis dengan Valtteri. 

Setelah restart dan berada di P17, Lewis kemudian mengalami hal yang sama seperti Valtteri. Namun ia berusaha mencari solusi dan akhirnya bisa naik ke P7. Sebaliknya Valtteri dari P2 turun ke P6. Setelah menggerutu sepanjang balapan, ia akhirnya bisa finish di p5! 

Kedua, apesnya Red Bull dan Ferrari.

Red Bull tampaknya mengalami kesulitan dengan setelan mesin yang pas buat Max. Hal itu sudah terlihat sejak sesi kualifikasi, dimana Max akhirnya hanya bisa berada di P5 di belakang Sergio Perez, Carlos Sainz Jr, Valtteri dan Lewis. Alex Albon sendiri berada di P9 di atas Gasly, pebalap yang digantikannya di Red Bull.

Tak lama selepas restart, Max masuk pit untuk menghentikan balapan. Alex sendiri ketiban sial di awal balapan ketika terciduk menyenggol Gasly. Alex kemudian dihukum penalti 5 detik.

Sudah jatuh tertimpa tangga pula adalah kalimat yang pas buat Ferrari yang hancur lebur seperti nasi Cianjur yang terlanjur menjadi bubur di dapur. 

Tak ada komentar yang pas untuk menceritakan betapa buruknya kondisi mobil Scuderia Ferrari F1 SF1000 yang semakin terlihat sejak di Spa-Francorchamps, Belgia lalu. 

Padahal tahun lalu Charles Leclerc bersama Ferrari begitu digdaya dengan merebut pole dan sekaligus menjadi juara di Monza. Mungkin di sisa balapan musim ini, sebaiknya Ferrari memakai mobil tahun lalu saja!

Mobil Ferrai Sebastian Vettel mengalami kegagalan rem, Sumber : https://cdn-5.motorsport.com/images/mgl/0qXbN3Q6/s8/sebastian-vettel-ferrari-sf100-1.jpg
Mobil Ferrai Sebastian Vettel mengalami kegagalan rem, Sumber : https://cdn-5.motorsport.com/images/mgl/0qXbN3Q6/s8/sebastian-vettel-ferrari-sf100-1.jpg
Ketiga, Betapa beruntungnya seorang Pierre Gasly.

Awalnya nasib Pierre sepertinya akan sial ketika selepas start dari P10, Alex menyenggol mobilnya di T1. Untungnya mobil Pierre tetap dalam keadaan sehat walafiat.

Pada lap ke-19 mobil Haas kevin Magnussen terdampar di gravel karena mengalami kerusakan. Pierre kemudian masuk pit lebih dini untuk mengganti ban soft ke tipe medium.

Satu lap kemudian SC (Safety Car) masuk ke lapangan, bersamaan dengan masuknya Lewis dan Antonio Giovinazzi ke pit. Saat itu pit statusnya masih tertutup. Akibatnya kedua pebalap ini dihukum penalti stop and go 10 detik, hal mana kemudian membuat Lewis terlempar ke posisi 17.

Setelah pit terbuka dan semua pebalap masuk pit untuk mengganti ban, Pierre kemudian mendapati dirinya berada di posisi tiga di belakang Lewis dan Lance Stroll! Setelah SC keluar, balapan kemudian dilanjutkan lagi. Bisa dipastikan Pierre setidaknya akan berada di posisi dua sementara, karena Lewis pasti akan menjalani hukuman stop and go di pit. Kini Pierre hanya fokus kepada mobil warna pink di depannya itu saja.

Untung tak dapat diraih malang tak bisa ditolak. pada lap ke-26 mobil Ferrari Charles Leclerc mengalami laka tunggal yang memaksa red flag dikibarkan. 

Balapan kemudian di restart. Tak lama kemudian pierre akhirnya sudah berada paling depan setelah berhasil melewati Lance Stroll dan Lewis masuk pit untuk menjalani hukuman penalti.

Keuntungan Pierre semakin bertambah setelah duo serigala eh duo Alfa Romeo, Antonio Giovinazzi dan Kimi berhasil mengasapi Lance Stroll, dan kemudian bertarung gagah berani di belakangnya untuk menghambat pebalap lainnya.

Untuk pertama kali dalam balapan sepanjang karirnya, Pierre tidak melihat bokong mobil apapun di depan hidungnya! Kini Pierre hanya fokus ke depan untuk menjalani balapannya sendiri. 

Terpisah, Carlos dan Lance yang banyak kehilangan waktu karena "perbuatan tidak menyenangkan" dari duo Alfa Romeo tadi, perlahan tapi pasti kini mulai mengejar Pierre. 

Apalagi keduanya ingin mencicipi podium satu juga. "it's now or never!" teriak mereka. soale jarang-jarang trio macan (Lewis, Valtteri dan Max) tidak berada di depan mereka. Apalagi "macan ompong Ferrari belum menemukan gigi palsu tajam yang pas buat mereka!"

Lima lap terakhir seperti neraka bagi Pierre. Ban mulai kehilangan grip dan mobil seperti ngesot di setiap tikungan. Sementara itu Carlos penuh nafsu berusaha memangkas jarak dengan Pierre yang berada di depan. 

Dengan bantuan DRS, beberapa kali Carlos nyaris berhasil meng-overtake Pierre, tapi jam terbang "berbicara" di sini.  Kedua pebalap sebenarnya sangat gugup mengingat inilah posisi paling tinggi yang pernah mereka capai selama ini, dan mungkin saja kesempatan seperti ini tak akan pernah terulang kembali.

Apapun itu, Carlos akhirnya bisa mensyukuri posisi dua, posisi tertinggi yang pernah dicapainya dalam balapan F1. Musim depan ia akan berlaga bersama tim Ferrari, menggantikan tempat salah satu pebalap terbaik F1, Sebastian Vettel. Pastinya Carlos akan semakin berkembang bersama Charles leclerc di Ferrari.

Akan halnya Pierre Gasly, perjalanan hidup memang tak selalu indah. Awalnya Pierre sangat bangga bisa menggantikan tempat Daniel Ricciardo di Red Bull. Namun tak lama kemudia ia ditendang dan tempatnya digantikan oleh Alexander Albon. Dan Alex memang lebih baik daripada Pierre.

Namun Pierre tidak berputus asa dan tetap berusaha untuk menjadi yang terbaik. Kini Pierre menjadi pebalap ke-109 yang pernah menjuarai GP F1, dan menjadi pebalap pertama yang bisa menjadi juara dari posisi sepuluh, sejak Daniel Ricciardo melakukannya di GP Azerbaijan tahun 2017 lalu. Dan kebetulan balapan yang berlangsung di Baku, Azerbaijan itu insiden red flag terjadi pula.

Minggu depan balapan F1 masih berlangsung di Italia juga. Akankah Pierre bisa beruntung lagi, atau Lewis, Valtteri dan Max yang akan bersaing kembali.

Salam F1.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Balap Selengkapnya
Lihat Balap Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun