Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ada Udang Dibalik Kwetiau Dalam Kasus POP Nadiem Makarim

6 Agustus 2020   18:59 Diperbarui: 6 Agustus 2020   19:14 1091
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nadiem Makarim, sumber : https://asset.kompas.com/crops/Q-ZHO2PnxZ3gKgaHhcDYqgQi5GM=/1x0:1500x999/750x500/data/photo/2019/10/23/5db025c3df6e3.jpg

Nadiem menjelaskan alasan Kemendikbud bermitra dengan para penggerak pendidikan adalah untuk mempelajari inovasi-inovasi mereka itu sehingga bisa diterapkan pada skala nasional. "Itulah tujuan dari POP, agar Kemdikbud bisa belajar dari masyarakat pergerakan pendidikan. Hanya satu visi kami, mencari jurus dan pola terbaik untuk pendidikan Indonesia," ujarnya.

Sipp, komunikasi yang baik dan wajar itu memang harus dua arah, bukan satu arah (dari atas saja) seperti selama ini.

Yang kedua adalah Reformasi birokrasi.

Adalah betul kalau perhatian dan anggaran untuk bidang pendidikan sudah lebih baik dari sebelumnya. Namun budaya lamban dan mempersulit ala birokrat di Kemendikbud itu tidak pernah berobah sejak “piye kabare lek? Iseh penak jamanku toh? hehehe..” berkuasa.

Pencairan dana sertifikasi guru lamban. Pencairan dana BOS lamban, padahal kebutuhan operasional sekolah tidak bisa ditunda. Pengurusan kenaikan pangkat guru/dosen lamban karena tidak segera dinilai, bahkan berkasnya bisa hilang.

Kini Nadiem datang dengan “aplikasi Gojeknya.” Sebelas dua belas dengan Ahok dulu, Nadiem juga berniat memangkas birokrasi dan mafia di Kemendikbud. Masih ingat kan dengan kasus di Dinas Pendidikan DKI Jakarta dulu itu? Ada sekolah yang tiap tahun membeli lemari buku dan meja belajar siswa.

Gila kan, itu sekolah selama bertahun-tahun membeli lemari dan meja, tetapi tidak kelihatan wujudnya. Rupanya murid-murid sekolahan itu tiap hari dikasih "makan kayu" dari meja dan lemari itu! Pantesan “murid-murid itu kencingnya berlari…”

Jadi kalau Nadiem itu dibenci para maling, tentu saja adalah hal yang wajar. Mungkin Nadiem ini tidak sadar kalau ia itu bak perawan di sarang penyamun bangkotan! Apalagi ia masih muda dan seger!

Nah, warga (maling) +62 ini lebih suka “lempar batu sembunyi tangan.” Nadiem kemudian dibully oleh anak balita hinga nenek bangkotan, di dunia nyata hingga jagad maya…

Yang ketiga adalah tradisi yang terusik.

Apapun hal baik dibuat Nadiem sebagai Mendikbud pasti tidak akan diterima oleh sekelompok orang, termasuk kelompok pekavling syurga yang merasa memiliki Kemendikbud.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun