Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Rahasia Tersembunyi di Balik Lesunya Perekonomian

5 Agustus 2017   13:43 Diperbarui: 6 Agustus 2017   12:36 2537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : Katadata

Sepuluh tahun kemudian "kebun pisang" tersebut sudah menjadi komplek pertokoan yang ramai, Harga rukonya tak kurang dari Rp 1 miliar/unit. Mantan pejabat tersebut kini memiliki 10 unit ruko untuk hari tuanya. 90 unit sisanya (atas nama orang yang menempati dulu) sudah dijualnya lalu ditukar menjadi dollar untuk dipakai menjadi "alas tidur!" Polisi dan jaksa yang ngopi di warteg di depan komplek ruko tersebut berkata bahwa mantan pejabat tersebut beruntung mendapat durian runtuh akibat kebijakan walikota baru. Pemekaran kota ternyata membuat harga tanah yang sebelumnya berada di luar kota tersebut naik tidak ketulungan...

Entahlah mereka tahu atau tidak. Tetapi mantan pejabat tersebut adalah pemodal utama ketika walikota itu mengikuti Pilkada. Yang mereka tahu dan syukuri adalah, dua tahun sebelumnya mereka berhasil menebus ruko disitu seharga Rp 600 juta lewat beberapa kali operasi sergapan ke kantor Pemda...

***

Beberapa tahun terakhir ini, KPK, Polisi dan Kejaksaan berlomba-lomba menguber uang panas yang terkadang juga menghantam bokong mereka sendiri. Belum cukup sampai disitu, kini ada pula tim saber pungli! Akibatnya semua aparatur negara (termasuk oknum polisi dan kejaksaan yang menguber uang panas tadi) menjerit juga! Gerakan sapu bersih ini mengakibatkan "aparat yang masih waras" harus menahan diri!

Kalau dulu orang harus menyuap Kadis/Kepala Daerah agar bisa menjadi Pimpro (Pimpinan Proyek) Kini malah sebaliknya! Ketika menjabat sebagai gubernur DKI, Ahok murka dan mengancam anak buahnya agar mau menjadi Pimpro! Apa pasal? Ternyata disemua proyek sudah ada "pasukan pengintai pegang kalkulator!" Ada wartawan amplop, LSM amplop, Polisi amplop, Jaksa amplop dan warga (setempat) amplop! Padahal zaman sudah berubah ("Habis gelap terbitlah terang") tidak ada lagi "tempat remang untuk membagi bancakan!"

Harga kontrak kini terpangkas 20% (kontraktornya mungkin pakai money loundry) dengan kondisi begitu (diatas kertas kontraktor pasti rugi) mana berani pimpro minta ditraktirin segelas es dawet pun dari kontraktor, sementara mahluk amplop rajin bertandang ke kantor pimpro! Akibatnya banyak proyek tertunda pelaksanaannya karena tidak ada pimpronya!

Proyek yang tertunda akan selalu menunda penjualan semen, besi beton, kerikil, bata, pasir, kayu dan bahan bangunan lainnya. Kalau tidak ada orderan, maka pabrik bata akan berhenti beroperasi. Truk juga akan berhenti. Supir, kernet, kuli, mandor juga berhenti. Kalau pekerja berhenti, maka warteg, ojek, mini market, tukang kreditan, kos-kosan dan "PSK kehidupan malam" juga berhenti! Artinya perekonomian kemudian melambat atau berhenti.

Disisi lain, uang panas kini "ngumpet" supaya tidak terlacak! Dia juga tidak berani lagi ngumpet di proyek, properti dan bank karena takut terlacak PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) sebuah lembaga intelijen dibidang keuangan. Supaya terlihat langsing, maka uang tadi berubah wujud dalam bentuk US dollar.

Inilah mungkin rahasia fenomena perekonomian yang terjadi sekarang ini. Di sektor makro, ekonomi sangat bagus (ekspor, cadangan devisa, rating dan pertumbuhan ekonomi berkisar 5%) tax amnesty berjalan sukses, jumlah dana masyarakat yang tersimpan di bank juga bertumbuh. Ekspektasinya US dollar mungkin akan berada dikisaran Rp 12.000, tetapi ternyata tidak! Karena dollar yang masuk, lalu kemudian ditukar ke rupiah untuk investasiternyata tidak seimbangdenganrupiah yang kemudian ditukar ke dollar untuk diumpetin "dibawah bantal!"

Jelas sektor riil kemudian melambat karena semua pihak menahan diri! Uang panas ngumpet. Investor menengah, "wait and see" terkait lesunya pasar. Investor besar, "wait and see" menunggu 2019 dan infrastruktur. Ini memang rada aneh. Cadangan devisa, uang di bank dan dibawah bantal banyak tapi ekonomi lesu. Ini ibarat "Tenaga besar tapi nafsunya kurang..." Jadi yang dibutuhkan memang stimulan (bukan viagra) yaitu Stimulus kebijakan Pemerintah agar tenaga dan nafsu selalu berjalan seiring....

Salam hangat,

Reinhard Freddy Hutabarat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun