Mohon tunggu...
Choirul Anam
Choirul Anam Mohon Tunggu... Penulis tinggal di Bojonegoro

Setiap perjalanan adalah peluang untuk menemukan hal baru, menghadapi tantangan, dan menemukan kekuatan dalam diri. Jangan mengeluh tentang perjuanganmu. Bersyukurlah karena kamu masih diberi kesempatan untuk berjuang.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

MBG dan Pangan Lokal: Dari Papeda sampai Pizza Tiwul

2 Oktober 2025   19:24 Diperbarui: 2 Oktober 2025   19:24 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Inilah tantangan terbesar. Membiasakan anak-anak dengan menu berbasis pangan lokal butuh strategi jangka panjang. Ada beberapa cara yang bisa ditempuh:

  1. Edukasi sejak dini. Guru dan orang tua perlu menjelaskan bahwa tiwul, jagung bose, atau papeda bukan makanan kelas dua, melainkan warisan nenek moyang yang kaya gizi. Cerita sejarah dan budaya bisa ditambahkan agar anak merasa bangga.

  2. Kreasi modern. Pangan lokal bisa dikemas dengan gaya kekinian. Misalnya, donat ubi ungu, pizza tiwul, atau es krim sagu. Anak-anak lebih mudah menerima jika pangan lokal tampil dengan sentuhan baru.

  3. Program rutin di sekolah. Jangan hanya sesekali. Menu MBG berbasis lokal harus muncul terjadwal, sehingga lidah anak terbiasa. Misalnya, seminggu sekali ada "Hari Pangan Nusantara" di mana tiap daerah menyajikan menu khasnya.

  4. Libatkan komunitas lokal. Petani, UMKM, hingga ibu-ibu PKK bisa dilibatkan dalam penyediaan bahan baku. Selain memperkuat ekonomi lokal, anak-anak juga melihat langsung perjalanan pangan dari kebun sampai meja makan.

  5. Cerita dan kebanggaan. Anak-anak biasanya lebih mudah bangga pada sesuatu yang punya identitas. Kalau mereka tahu bahwa "tiwul itu dulu menyelamatkan orang Jawa dari kelaparan" atau "papeda itu simbol ketangguhan orang Papua," mereka akan lebih menghargai.

Program MBG bisa jadi momentum emas untuk merawat kekayaan pangan lokal Nusantara. Tidak melulu nasi, anak-anak bisa dikenalkan pada jagung bose, papeda, tiwul, ubi, dan berbagai sajian khas lainnya.

Pertanyaannya bukan sekadar apakah anak-anak akan menyukai, tapi apakah kita cukup kreatif dan konsisten memperkenalkan pangan lokal sebagai bagian dari identitas sekaligus gizi bangsa. Dengan penyajian yang menarik, edukasi yang tepat, serta dukungan komunitas, pangan lokal bisa naik kelas, tidak lagi dianggap "makanan orang desa," melainkan menu bergengsi yang sehat dan membanggakan.

Dan siapa tahu, beberapa tahun lagi anak-anak kita tidak hanya bilang, "belum makan kalau belum makan nasi," tapi juga dengan bangga berkata, "belum makan kalau belum makan pizza tiwul, burger ubi ungu, atau donat sagu."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun