Mohon tunggu...
Choirul Anam
Choirul Anam Mohon Tunggu... Penulis tinggal di Bojonegoro

Setiap perjalanan adalah peluang untuk menemukan hal baru, menghadapi tantangan, dan menemukan kekuatan dalam diri. Jangan mengeluh tentang perjuanganmu. Bersyukurlah karena kamu masih diberi kesempatan untuk berjuang.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Rabu Wekasan: Doa, Berkat, dan Kearifan Lokal

19 Agustus 2025   20:12 Diperbarui: 19 Agustus 2025   20:36 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi Rabu Wekasan | www.kalam.sindonews.com

Di beberapa desa, terutama yang dekat dengan Bengawan Solo atau sumber air, ada tradisi mandi Safar. Anak-anak paling senang dengan ritual ini. Mereka menceburkan diri ke sungai, ada yang sambil membawa bunga atau daun kelor.

Meski sekarang tidak seramai dulu, mandi Safar tetap jadi simbol penting. Bagi orang tua, ini dimaknai sebagai penyucian diri, membersihkan badan dari kotoran dan hati dari kesialan. Bagi anak-anak, tentu lebih mirip “pesta main air”.

Dari kacamata kesehatan, mandi Safar punya sisi edukatif: mengingatkan masyarakat akan pentingnya kebersihan. Di masa lalu, ketika akses kesehatan terbatas, momentum mandi massal ini sekaligus jadi sarana menjaga kebugaran.

Nilai Kearifan Lokal

Tradisi Rabu Wekasan di Balen bukan sekadar mitos tentang turunnya bala. Ia menyimpan sejumlah kearifan lokal yang relevan hingga sekarang:

  1. Nilai Spiritual – Mengajarkan warga untuk merendah di hadapan Allah, memohon perlindungan dari marabahaya.
  2. Nilai Sosial – Kenduri dan sedekah memperkuat solidaritas, mempererat silaturahmi, dan mengurangi kesenjangan sosial.
  3. Nilai Psikologis – Ritual ini menjadi coping mechanism masyarakat desa, cara kolektif untuk mengurangi kecemasan menghadapi ketidakpastian hidup.
  4. Nilai Ekologis – Mandi Safar menanamkan kesadaran akan pentingnya kebersihan diri dan kelestarian sumber air.

Dengan kata lain, Rabu Wekasan adalah asuransi sosial ala kampung. Tidak ada premi, tidak ada klaim, tapi ada doa bersama, makanan yang dibagi, dan solidaritas yang tumbuh.

Antara Tradisi dan Modernitas

Tentu ada yang mempertanyakan: benarkah bala turun di hari itu? Bukankah bencana bisa terjadi kapan saja? Pertanyaan ini wajar.

Namun, seperti dijelaskan Clifford Geertz, tradisi adalah sistem simbol yang memberi makna pada kehidupan manusia. Jadi, meskipun kepercayaan tentang “hari bala” tidak bisa dibuktikan secara ilmiah, fungsi sosial dan psikologisnya tetap nyata.

Membuang tradisi begitu saja berarti kehilangan satu sumber makna kolektif. Maka, yang lebih bijak adalah memahami tradisi ini secara kontekstual: bukan hanya percaya pada mitosnya, tetapi menggali nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Di Balen, anak muda kini mulai mengabadikan tradisi Rabu Wekasan lewat media sosial. Ada yang merekam doa bersama, ada yang mengunggah foto berkat, ada yang membuat konten edukatif tentang mandi Safar. Ini bukti bahwa tradisi bisa hidup berdampingan dengan modernitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun