Mohon tunggu...
Choirul Anam
Choirul Anam Mohon Tunggu... Penulis tinggal di Bojonegoro

Setiap perjalanan adalah peluang untuk menemukan hal baru, menghadapi tantangan, dan menemukan kekuatan dalam diri. Jangan mengeluh tentang perjuanganmu. Bersyukurlah karena kamu masih diberi kesempatan untuk berjuang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menguatkan Karakter Kebangsaan Melalui Kurikulum Berbasis Cinta di Madrasah

13 Agustus 2025   15:14 Diperbarui: 13 Agustus 2025   15:16 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kegiatan Ekstrakurikuler yang Menghidupkan Cinta
Pramuka, Palang Merah Remaja, seni hadrah, hingga klub literasi bisa diarahkan untuk menginternalisasi nilai kebersamaan, kepedulian, dan solidaritas. Misalnya, kegiatan bakti sosial bukan sekadar seremonial, tapi dirancang agar siswa benar-benar berinteraksi dan mendengar cerita warga.

  • Pembiasaan Harian
    Mulai dari mengibarkan bendera setiap pagi, mengucapkan salam kepada semua guru tanpa pandang bulu, hingga membiasakan "terima kasih" dan "tolong" dalam setiap interaksi.

  • Kolaborasi dengan Orang Tua dan Masyarakat
    Cinta yang diajarkan di sekolah harus nyambung dengan rumah. Kementerian Agama bisa mendorong madrasah membuat parenting class bertema kebangsaan dan toleransi, agar nilai yang sama hidup di rumah dan masyarakat.

  • Cinta Sebagai Penangkal Radikalisme dan Individualisme

    Salah satu tantangan pendidikan saat ini adalah dua kutub ekstrem: radikalisme yang memusuhi perbedaan, dan individualisme yang abai pada kebersamaan. KBC berpotensi menjadi "vaksin" untuk keduanya.
    Dengan menanamkan cinta, siswa akan memahami bahwa mencintai bangsa berarti menjaga keberagaman, memelihara persatuan, dan menghindari sikap merugikan orang lain. Seorang siswa madrasah yang paham ini tidak akan mudah terprovokasi ajakan yang memecah belah.

    Data dari UNESCO Global Citizenship Education juga menunjukkan, pendidikan yang menekankan empati dan tanggung jawab sosial terbukti efektif meningkatkan partisipasi warga muda dalam kegiatan positif di masyarakat. KBC adalah bentuk lokal dari gagasan global ini, dengan cita rasa khas madrasah.

    Bukan Cuma Slogan

    Tentu, tantangan terbesarnya adalah memastikan KBC tidak hanya jadi jargon di spanduk. Guru harus dilatih untuk menghidupkan nilai cinta dalam metode mengajar, bukan sekadar menyuruh hafalan atau memberi ceramah. Evaluasi juga perlu menilai aspek sikap dan perilaku, bukan hanya nilai ujian. Misalnya, siswa yang membantu teman tanpa diminta, atau yang mau memimpin doa dengan penuh hormat, perlu diapresiasi setara dengan nilai akademiknya.

    Kementerian Agama bisa membuat modul panduan KBC untuk tiap jenjang, sehingga implementasinya terstruktur. Di RA, fokusnya pada cinta diri, keluarga, dan lingkungan terdekat. Di MI, cinta diperluas pada sekolah dan desa. Di MTs, masuk ke sejarah bangsa dan toleransi antarbudaya. Di MA, diperkuat dengan diskusi kebijakan publik dan kontribusi nyata di masyarakat.

    Penutup

    Kalau kita mau jujur, krisis karakter kebangsaan tidak bisa diselesaikan dengan kurikulum yang hanya mengejar angka ujian. Kita butuh kurikulum yang menumbuhkan hati dan pikiran sekaligus. KBC di madrasah adalah salah satu jalan strategis. Cinta yang ditanamkan sejak RA hingga MA akan tumbuh menjadi rasa hormat, empati, dan tanggung jawab yang kokoh.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
    Lihat Pendidikan Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
    LAPORKAN KONTEN
    Alasan
    Laporkan Konten
    Laporkan Akun