Kegiatan Ekstrakurikuler yang Menghidupkan Cinta
Pramuka, Palang Merah Remaja, seni hadrah, hingga klub literasi bisa diarahkan untuk menginternalisasi nilai kebersamaan, kepedulian, dan solidaritas. Misalnya, kegiatan bakti sosial bukan sekadar seremonial, tapi dirancang agar siswa benar-benar berinteraksi dan mendengar cerita warga.
Pembiasaan Harian
Mulai dari mengibarkan bendera setiap pagi, mengucapkan salam kepada semua guru tanpa pandang bulu, hingga membiasakan "terima kasih" dan "tolong" dalam setiap interaksi.
Kolaborasi dengan Orang Tua dan Masyarakat
Cinta yang diajarkan di sekolah harus nyambung dengan rumah. Kementerian Agama bisa mendorong madrasah membuat parenting class bertema kebangsaan dan toleransi, agar nilai yang sama hidup di rumah dan masyarakat.
Cinta Sebagai Penangkal Radikalisme dan Individualisme
Salah satu tantangan pendidikan saat ini adalah dua kutub ekstrem: radikalisme yang memusuhi perbedaan, dan individualisme yang abai pada kebersamaan. KBC berpotensi menjadi "vaksin" untuk keduanya.
Dengan menanamkan cinta, siswa akan memahami bahwa mencintai bangsa berarti menjaga keberagaman, memelihara persatuan, dan menghindari sikap merugikan orang lain. Seorang siswa madrasah yang paham ini tidak akan mudah terprovokasi ajakan yang memecah belah.
Data dari UNESCO Global Citizenship Education juga menunjukkan, pendidikan yang menekankan empati dan tanggung jawab sosial terbukti efektif meningkatkan partisipasi warga muda dalam kegiatan positif di masyarakat. KBC adalah bentuk lokal dari gagasan global ini, dengan cita rasa khas madrasah.
Bukan Cuma Slogan
Tentu, tantangan terbesarnya adalah memastikan KBC tidak hanya jadi jargon di spanduk. Guru harus dilatih untuk menghidupkan nilai cinta dalam metode mengajar, bukan sekadar menyuruh hafalan atau memberi ceramah. Evaluasi juga perlu menilai aspek sikap dan perilaku, bukan hanya nilai ujian. Misalnya, siswa yang membantu teman tanpa diminta, atau yang mau memimpin doa dengan penuh hormat, perlu diapresiasi setara dengan nilai akademiknya.
Kementerian Agama bisa membuat modul panduan KBC untuk tiap jenjang, sehingga implementasinya terstruktur. Di RA, fokusnya pada cinta diri, keluarga, dan lingkungan terdekat. Di MI, cinta diperluas pada sekolah dan desa. Di MTs, masuk ke sejarah bangsa dan toleransi antarbudaya. Di MA, diperkuat dengan diskusi kebijakan publik dan kontribusi nyata di masyarakat.
Penutup
Kalau kita mau jujur, krisis karakter kebangsaan tidak bisa diselesaikan dengan kurikulum yang hanya mengejar angka ujian. Kita butuh kurikulum yang menumbuhkan hati dan pikiran sekaligus. KBC di madrasah adalah salah satu jalan strategis. Cinta yang ditanamkan sejak RA hingga MA akan tumbuh menjadi rasa hormat, empati, dan tanggung jawab yang kokoh.