Mohon tunggu...
Choirul Anam
Choirul Anam Mohon Tunggu... Penulis tinggal di Bojonegoro

Setiap perjalanan adalah peluang untuk menemukan hal baru, menghadapi tantangan, dan menemukan kekuatan dalam diri. Jangan mengeluh tentang perjuanganmu. Bersyukurlah karena kamu masih diberi kesempatan untuk berjuang.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Jepara, Rumah Para Ratu dan Cahaya Santri

27 Juni 2025   20:22 Diperbarui: 27 Juni 2025   20:22 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Alun alun Jepara| www.halojepara.id

Mengantar anak mondok adalah perjalanan spiritual yang tidak hanya membawa langkah kaki, tapi juga hati. Pagi itu, mobil kami melaju dari Bojonegoro menuju Jepara, kota yang akan menjadi rumah kedua bagi Amril, anak kedua kami. Ia akan mondok di Pondok Pesantren Darul Falah Amtsilati, Bangsri, Jepara---sebuah pesantren yang dikenal dengan sistem pembelajaran nahwu-sharaf yang ringkas dan aplikatif. Di kursi belakang, Wafa, kakaknya yang mondok di Kudus, sesekali memberi nasihat ala santri senior, sementara Ajrun, sepupunya dari Cirebon yang sudah tiga tahun mondok di Amtsilati, telah lama menunggu kedatangan Amril yang sudah sejak lama dinantikan.

Namun, perjalanan ini tak sekadar soal santri dan sarung. Ia juga tentang sejarah, perempuan-perempuan hebat, dan kota yang mengukir lebih dari sekadar mebel. Ya, Jepara adalah titik temu antara spiritualitas dan sejarah perlawanan, antara pendidikan dan keteladanan. Maka, sembari mobil melintasi ruas-ruas jalan menuju Bangsri, saya membisikkan kepada anak-anak: "Kalian sedang mondok di tanah para ratu."

Amtsilati dan Tradisi Ilmu

Amtsilati bukan pondok sembarangan. Pondok ini dirintis oleh KH. Taufiqul Hakim pada tahun 2000-an dan dikenal sebagai pelopor metode cepat belajar gramatika Arab. Kitab "Amtsilati" yang ia susun telah menyederhanakan rumitnya ilmu nahwu dan sharaf menjadi lebih komunikatif, ringkas, dan aplikatif. Anak-anak yang baru tamat SD pun bisa membaca kitab kuning hanya dalam hitungan bulan. Pesantren ini bukan hanya mencetak ahli fikih, tapi juga penulis, dai, dan ustaz yang melek zaman.

Setelah daftar mondok di PP Darul Falah Amtsilati| dok pri
Setelah daftar mondok di PP Darul Falah Amtsilati| dok pri

Mengantar anak ke pondok seperti mengantar perahu ke samudra. Di satu sisi, ada haru karena harus berpisah. Di sisi lain, ada rasa bangga karena anak sedang memulai pelayaran penting menuju kedewasaan. Dalam konteks ini, peran pondok seperti Amtsilati menjadi penting---ia bukan hanya tempat tinggal, tapi kawah candradimuka pembentukan karakter dan intelektualitas santri.

Jepara: Bukan Kota Kecil Biasa

Tapi Amtsilati bukan satu-satunya hal besar di Jepara. Kota ini punya napas sejarah yang panjang dan kadang terlupakan. Nama Jepara mungkin lebih dikenal dengan mebel dan ukirannya yang mendunia. Namun, siapa sangka bahwa kota kecil ini adalah rahim bagi perempuan-perempuan besar: Ratu Kalinyamat dan R.A. Kartini.

Pertama, mari kita kenang Ratu Kalinyamat. Ia adalah putri Sultan Trenggono dari Demak dan istri dari Sultan Hadirin. Setelah suaminya dibunuh oleh Arya Penangsang, Ratu Kalinyamat memilih tidak menyerah pada duka. Ia justru bangkit menjadi pemimpin dan panglima. Menurut catatan Tome Pires dan sumber Portugis, Ratu Kalinyamat adalah satu dari sedikit perempuan Asia yang berani memimpin armada perang melawan Portugis di Malaka. Tahun 1551 dan 1574 adalah saksi betapa pasukan Jepara yang dipimpinnya mengepung Malaka---membuktikan bahwa Jepara tak hanya piawai mengukir kayu, tapi juga strategi.

Tak heran jika Presiden Jokowi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Ratu Kalinyamat pada 2022. Ini semacam "pengakuan ulang" atas sejarah yang nyaris lenyap tertimbun mebel jati dan kabar selebgram.

Kartini dan Warisan Pikiran

Jepara juga melahirkan Raden Ajeng Kartini---perempuan yang pena dan pikirannya menembus batas zaman. Di tengah keterbatasan sosial, Kartini merintis sekolah, menulis surat, dan membuka pikiran banyak perempuan lewat kata-kata. Ia adalah simbol pendidikan progresif dalam bingkai lokalitas. Salah satu suratnya yang terkenal berbunyi: "Habis gelap terbitlah terang." Dan kini, terang itu menjelma menjadi sekolah, pesantren, bahkan ruang belajar daring seperti yang dinikmati anak-anak zaman now.

Yang menarik, Kartini dan Ratu Kalinyamat mewarisi satu benang merah: keduanya perempuan Jepara yang merawat kemanusiaan lewat peran masing-masing. Kalinyamat lewat keberanian di medan perang, Kartini lewat keberanian di medan pemikiran.

Dari Kota Ukir ke Ukiran Jiwa

Jepara, dengan sejarah dan semangatnya, seolah mengajarkan bahwa ukiran terbaik bukan hanya pada kayu jati, tapi pada jiwa manusia. Mengantar anak ke pondok di kota ini seperti menanam benih di tanah penuh cerita. Anak-anak kita tidak hanya belajar fiqh, tafsir, atau bahasa Arab. Mereka juga menginjak tanah yang sama dengan yang pernah dipijak Kartini dan Kalinyamat. Bukankah ini adalah warisan yang luar biasa?

Di tengah lantunan salawat dari toa masjid pondok, saya memandang Amril yang sedang membawa kasur gulung dan kitabnya. Mungkin ia belum sepenuhnya memahami bahwa tempat ia mondok adalah tanah para ratu. Tapi suatu saat nanti, saya yakin ia akan bangga pernah belajar di Jepara---bukan hanya karena kitab Amtsilati, tapi juga karena jejak sejarah yang mengelilinginya.

Penutup: Ukir Sendiri Jalan Hidupmu

Perjalanan kami pun usai. Setelah sowan ke pengasuh pondok dan menitipkan anak pada para guru, kami kembali pulang dengan hati yang lapang. Di perjalanan pulang, saya sempat berkata ke istri, "Anak-anak kita sedang mengukir masa depan. Di tanah ukir, dengan ilmu dan adab sebagai pahatnya."

Dan mungkin, inilah esensi Jepara yang sesungguhnya: kota tempat tradisi dan sejarah menyatu, kota tempat ratu dan santri bersinggungan, kota yang tak hanya mengajari cara memahat kayu, tapi juga cara memahat hidup.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun