Mohon tunggu...
Choirul Anam
Choirul Anam Mohon Tunggu... Penulis tinggal di Bojonegoro

Setiap perjalanan adalah peluang untuk menemukan hal baru, menghadapi tantangan, dan menemukan kekuatan dalam diri. Jangan mengeluh tentang perjuanganmu. Bersyukurlah karena kamu masih diberi kesempatan untuk berjuang.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Lulus Interview Bukan Cuma Pintar, Tapi Nyambung dan Menyenangkan

26 Juni 2025   12:27 Diperbarui: 26 Juni 2025   12:27 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menjadi Kandidat Idaman HRD | www.liputan6.com

Sesi wawancara kerja sering kali jadi momen paling menegangkan bagi pencari kerja. Di ruang yang sunyi, berhadapan dengan HRD (Human Resources Department), kita dituntut tampil maksimal dalam waktu singkat. Tapi pertanyaannya, sebenarnya apa sih yang benar-benar dicari HRD saat interview kerja? Apakah pengalaman panjang jadi kunci? Ataukah potensi besar lebih menarik meski minim jam terbang?

Jawaban atas pertanyaan itu tidak sesederhana "pengalaman vs potensi". Karena, menurut berbagai pengalaman dan sumber terpercaya di bidang manajemen SDM, HRD justru mencari keseimbangan---antara kemampuan teknis, potensi belajar, dan yang tidak kalah penting: kepribadian serta kecocokan budaya.

Hard Skill Bagus, Tapi Soft Skill Bikin Lolos

Zaman sekarang, HRD tidak hanya melihat deretan pencapaian teknis di CV. Mereka ingin tahu apakah kamu bisa bekerja dalam tim, bisa menyesuaikan diri dengan cepat, dan yang paling utama: bisa survive di lingkungan kerja mereka. Kandidat yang komunikatif, punya empati, dan tahu cara menyampaikan ide tanpa mendominasi percakapan biasanya lebih mencuri perhatian dibanding yang hanya unggul dalam angka dan sertifikat.

Saya pernah ngobrol dengan seorang HRD di perusahaan logistik nasional. Ia berkata, "Saya lebih suka kandidat yang mungkin belum ahli, tapi punya kemauan belajar dan bisa kerja bareng orang lain." Dalam dunia kerja yang serba cepat dan penuh dinamika, kemampuan teknis bisa dilatih. Tapi sikap dan karakter, jauh lebih sulit diubah.

Culture Fit: Cocok Bukan Hanya Kompeten

Istilah culture fit mungkin sudah sering kita dengar, tapi belum semua memahami betapa pentingnya hal ini. Culture fit adalah sejauh mana seorang kandidat selaras dengan nilai-nilai dan budaya perusahaan. Misalnya, sebuah perusahaan start-up dengan budaya kerja fleksibel dan cepat, akan kesulitan menerima kandidat yang terlalu birokratis dan rigid.

Saya sendiri pernah gagal dalam satu proses rekrutmen, bukan karena nilai psikotes atau kemampuan teknis, melainkan karena dianggap "terlalu formal" untuk lingkungan kerja yang santai dan informal. HRD memberi masukan, "Kamu bagus dalam menyampaikan ide, tapi cenderung kaku. Kami butuh orang yang lebih spontan dan berani mengekspresikan diri."

Masukan itu menyakitkan---karena tidak berkaitan dengan kompetensi---tapi sangat membuka mata. Sejak saat itu, saya mulai belajar untuk menyesuaikan cara komunikasi dengan suasana dan tipe organisasi yang saya tuju.

Penilaian HRD Tidak Hanya dari Jawaban

Ini penting dicatat: wawancara kerja bukan ujian lisan biasa. HRD tidak hanya menilai dari apa yang kamu ucapkan, tapi bagaimana kamu mengucapkannya. Nada bicara, gestur, kontak mata, hingga senyum kecil saat membuka jawaban---semuanya masuk ke radar observasi HRD.

Gestur yang terlalu kaku bisa dianggap sebagai kurang percaya diri. Jawaban yang terlalu berputar-putar bisa terbaca sebagai sinyal tidak siap atau kurang menguasai topik. Bahkan cara duduk pun bisa mengirim sinyal: apakah kamu antusias, tegang, atau malah tidak tertarik.

Salah satu HRD senior pernah bilang, "Kandidat yang terlalu percaya diri dan menyela pertanyaan HR sering kali jadi red flag. Karena itu menunjukkan mereka mungkin sulit dikendalikan dalam tim."

Pengalaman Interview: Dari Dua Sisi Meja

Saat saya menjadi kandidat, salah satu wawancara paling berkesan adalah ketika pewawancara justru tidak banyak bicara soal pekerjaan. Ia mengajak ngobrol soal hobi, buku yang saya baca, bahkan sedikit politik. Ternyata, itu bagian dari cara HRD menilai kemampuan berpikir kritis dan wawasan umum saya. Bukan jebakan, tapi cara elegan melihat sejauh mana seseorang bisa nyambung diajak diskusi---kemampuan penting dalam kerja tim lintas divisi.

Sebaliknya, saat saya pernah duduk di sisi HRD (dalam sebuah proyek perekrutan tim komunitas), saya belajar satu hal penting: kandidat yang jujur jauh lebih menarik daripada yang sok tahu. Ketika ada pertanyaan teknis dan ia berkata, "Terus terang, saya belum tahu cara itu, tapi saya tertarik mempelajarinya," itu justru menunjukkan kerendahan hati dan growth mindset---dua hal yang sangat dicari.

Tips Menjadi Kandidat Idaman HRD

Lantas, bagaimana sih caranya agar kita tampil sebagai kandidat idaman HRD?

  • Kenali perusahaan yang dituju. Baca profilnya, nilai-nilainya, dan sesuaikan gaya komunikasi kita.

  • Latih komunikasi dan storytelling. Cerita tentang pengalaman kerja atau tantangan yang pernah kita hadapi jauh lebih mengena daripada jawaban normatif.

  • Tunjukkan ketulusan. HRD bisa mencium apakah kamu benar-benar tertarik atau sekadar mencari pelarian dari tempat kerja sebelumnya.

  • Berikan pertanyaan balik. Ini menunjukkan kamu aktif, tidak pasif menunggu. Tanyakan tentang budaya kerja, tantangan posisi yang kamu lamar, atau ekspektasi atasan.

Penutup: Di Balik CV dan Nilai Tes

Pada akhirnya, menjadi kandidat idaman HRD bukan soal menjadi yang paling sempurna, melainkan paling relevan dan nyambung. HRD bukan mencari manusia super, melainkan seseorang yang bisa bekerja sama dengan tim, tumbuh bersama, dan menyatu dengan semangat perusahaan.

Jadi, jika kamu sedang atau akan interview kerja, ingatlah: jangan hanya menjual kemampuan, tapi tunjukkan juga siapa kamu sebenarnya. Karena kadang, kepribadian yang tulus dan menyenangkan bisa mengalahkan deretan sertifikat.

Siap jadi kandidat idaman?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun