Mohon tunggu...
Choiron
Choiron Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Hanya sebuah botol kosong...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Putra Saya Membuat Si Pembajak Malu

9 Oktober 2012   09:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:02 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1349775262557935951

Rasanya pembajakan lagu, film, perangkat lunak dan produk-produk kreatif lainnya semakin mudah saat ini. Era digital mempermudah siapapun untuk membajak dan menyebarluaskan hasil bajakannya. Masyarakat juga sudah semakin biasa menjadi pelaku pembajakan hak cipta orang lain. Seolah-olah semuanya tidak merasa bersalah atas pembajakan yang dilakukan, baik secara langsung maupun tidak. Saya Si Pembajak Saya mengaku kalau saya adalah salah satu pembajak itu. Sejak SMP dulu, saya seringkali merekam lagu dari kaset asli Paman Saya yang bekerja sebagai penyiar radio. Kebetulan Paman biasa membawa lagu-lagu Queen, Genesis, Scorpions, Lionel Richie, dan penyanyi top lainnya saat itu. Dengan menggunakan tape recorder double cassette, saya menyalin dari kaset asli ke kaset kosong. Memang semua hasil bajakan tidak saya jual, hanya saya nikmati sendiri. Selain merekam dari kaset asli, saya juga merekam lagu-lagu yang sedang hit di radio. Saat si penyiar mengumumkan lagu apa yang akan diputar, saya sudah menyiapkan kaset kosong untuk merekam. Tak jarang di akhir lagu, suara penyiar masuk saat lagu belum berakhir. Akibatnya saya harus hasil rekaman tersebut untuk diganti dengan lagu yang murni tanpa suara penyiar radio. Sebelum era musik dengan format digital beredar, penjual kaset bajakan luar biasa banyaknya. Sayapun menjadi salahsatu pembelinya. Saat itu harga 1 kaset asli sekitar 10-15 ribu rupiah. Sedangkan kaset bajakan tidak lebih dari 3 ribu rupiah. Namun setelah era MP3, lapak penjual kaset bajakan itu mulai berkurang seiring semakin murahnya perangkat Mp3 Player dan DVD Player. Kegiatan bajak membajak belum juga berakhir. Dunia maya membuat kita dengan mudah mendapatkan file musik dalam format MP3. Internet membuat distribusi lagu dan video bajakan mudah untuk dilakukan. Bahkan harddisk eksternal lama saya berisi berbagai album rock, instrumentalia, pop, film-film terkenal, mulai dari Sin City hingga Mission Impossible terbaru. Oh betapa, internet menjadi surga bagi pembajak seperti saya. Apalagi bandwidth yang tersedia mendukung untuk aktivitas download apa saja. Putra Saya, Audi Membuat Saya Malu Hampir 3 bulan, saya mulai kehilangan lagu-lagu favorit di Ipod Nano, handphone, harddisk eksternal dan notebook. Bukan karena peralatan-peralatan digital tersebut rusak dan membuat semua file musik dan video hilang. Namun karena semua lagu dan video bajakan tersebut dihapus oleh putra saya yang bernama Audi. Dia sekolah di kelas 2 SMP saat ini. Beberapa bulan lalu, awalanya putra saya bertanya apakah lagu dan video bajakan itu hala atau haram. Ditanya demikian, saya langsung menjawab kalau semua bajakan itu haram karena mengambil hak orang lain. Mengambil hak produser, pemain, penyanyi, dan banyak lagi orang yang kehilangan pendapatannya karena kita membajak lagu dan videonya. Kemudian dia bertanya lagi apakah dia boleh menghapus semua lagu dan video yang merupakan hasil bajakan. Akhirnya saya jawab boleh. Pertanyaan putra saya tentang halal-haram membuat saya malu betapa cukup lama juga saya menjadi pembajak. Pembajak yang tampak remeh dengan memutar lagu dan video orang lain tanpa hak. Sejak itulah saya dan putra saya banyak berdiskusi tentang apa yang halal dan haram dari kehidupan kita sehari-hari. Termasuk video yang ditayangkan di youtube. Saya bilang, bila video tersebut merupakan indie yang diunggah  oleh si pembuat untuk alasan promosi, hukumnya halal untuk kita download. Namun bila video asli yang di-upload oleh orang yang tidak berhak, itu sama saja kita menikmati barang haram. Diskusi halal-haram akhirnya merembet juga ke masalah software yang ada pada komputer kami. Audi menanyakan halal haram windows, photoshop, coreldraw, dan aplikasi lainnya yang kita gunakan. Beruntung saya menggunakan Windows 8 versi enterprise Evaluation yang disediakan oleh Windows secara legal. Walaupun notebook saya dan Audi menggunakan dualboot Ubuntu dan Windows, namun kita masih lebih sering menggunakan Windows. Berikutnya saya menjelaskan kalau untuk software, kita harus beralih ke software Open Source dengan lisensi publik. Microsoft Office beralik ke Open Office, Adobe Photoshop beralik ke GIMP, CorelDraw beralih ke InkScape, dan beberapa alternatif aplikasi gratisan lainnya. Memang tidak mudah, tetapi bila ingin hidup barokah, sedapat mungkin kita tidak mengambil hak orang lain dengan tidak membajak dan menyebarkan hasil bajakan. Putri saya yang saat ini duduk di kelas 4 SD menyela saat tahu harus migrasi ke Open Office. Dia bingung bagaimana mengerjakan tugas sekolahnya, karena buku TIK SD kelas 4 menggunakan program aplikasi mulai dari Paint, Microsoft Word dan Corel Draw. Dengan terpaksa saya katakan untuk memakai saja aplikasi bajakan tersebut. Saat ini kita belum mampu membeli aplikasi Office dan Corel Draw yang bisa-bisa lebih mahal dari notebooknya sendiri. Apalagi untuk tujuan pembelajaran, hukumnya ma'fu karena pemerintah sendiri yang membuat kurikulum TIK terikat pada aplikasi berbayar. Mengapa pemerintah dan khususnya sekolah tidak diarahkan pada aplikasi Open Source saja agar orang tua seperti saya ini bisa menjawab dengan benar kegundahan putri saya. Pernah suatu hari saya tanyakan ke Audi, mengapa dia begitu memperhatikan halal-haram lagu, video dan software bajakan. Dia hanya bilang kalau kasihan kepada penyanyi dan pencipta karya-karya yang dibajak. Dia merasa harus berempati dengan korban-korban pembajakan hak cipta. Bayangkan bila yang dibajak adalah software hasil karya bapaknya sendiri. Pasti membuatnya jengkel. Solusi Alternatif Untuk sementara, kami sekeluarga hanya mendegarkan musik dari radio FM yang ada di handphone. Beberapa kali kami juga mulai membeli CD musik asli lagu-lagu Indonesia yang dijual di toko retail nasional dalam format MP3. Harganya antara 20-45 ribu per keping. Sedangkan untuk musik luar negeri,  saya belum sempat membelikan pesanan Audi berupa 1 album Red Hot Chili Peppers entah di album yang mana. Mungkin setela saya menuliskan ini saya akan meluncur ke toko musik di Tunjungan Plaza Surabaya. Namun yang jelas, kesadaran putra-putri saya saat ini membuat saya malu sebagai pembajak. Walau terlambat, tetapi saat ini rasanya saya menjadi malu juga untuk memasukkan lagu dan video bajakan ke notebook, Ipod, PC-Tablet dan handphone. Terimakasih anak-anakku yang telah membuat bapakmu ini sadar akan pentingnya memperhatikan halal-haram, dan berempati pada korban pembajakan. Bagaimana dengan Anda? Masihkan Anda menutup sebelah mata pada masalah halal-haram seperti seorang bajak laut? ____ Gambar diambil dari arwanblack74.blogspot.com

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun