Pemerintah Indonesia kembali merencanakan wacana ekstensifikasi Barang Kena Cukai (BKC) dengan menambah objek baru berupa Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) yang mulai dibahas serius untuk dimuat dalam RAPBN 2026 sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan penerimaan negara.
Saat ini, Indonesia hanya mengenakan cukai atas tiga objek, yaitu hasil tembakau, etil alkohol, dan minuman mengandung etil alkohol (MMEA). Beberapa negara ASEAN seperti Vietnam telah mengenakan cukai atas 16 objek BKC, Thailand 21 objek cukai, dan Brunei sebanyak 22 BKC. Data ini meunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara di ASEAN dengan objek BKC yang paling terbatas.
Terdapat beberapa alasan utama yang mendasari para pembuat kebijakan dalam merencanakan ekstensifikasi cukai utamanya terhadap MBDK yang sudah digadang-gadang selama beberapa waktu terakhir. Pertama, fungsi fiskal yang berkaitan dengan diversifikasi penerimaan negara, di mana saat ini Indonesia masih sangat bergantung terhadap cukai hasil tembakau dengan kontribusi sebesar 95% dari total penerimaan cukai secara keseluruhan. Alasan kedua didasari oleh kesehatan masyarakat, khususnya dalam menekan konsumsi gula dan potensi peningkatan penyakit tidak menular (PTM). Kedua alasan tersebut sejalan dengan fungsi pengenaan cukai yaitu membatasi konsumsi atas barang yang perlu dibatasi konsumsinya, dan menjaga masyarakat dari barang yang dapat membahayakan kesehatan.
Komisi XI DPR RI sebelumnya telah menyepakati bahwa target penerimaan kepabeanan dan cukai untuk Rencana Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2026 meningkat menjadi 1,18% - 1,30% dari PDB sebagai akibat langsung dari rencana perluasan objek cukai di Indonesia.
Meskipun sudah ramai bahasan mengenai MBDK sebagai objek cukai baru, namun pelaksanaannya belum benar-benar diimplementasikan di Indonesia karena menghadapi beberapa tantangan seperti belum adanya dasar hukum teknis yang kuat, resistensi dari industri MBDK sendiri di mana beberapa perusahaan minuman berpemanis menolak untuk dijadikan objek cukai karena dapat meningkatkan harga jual dan mengurangi daya saing. Selain itu, pemerintah memiliki kekhawatiran tersendiri pengenaan cukai pada MBDK nantinya akan mendorong inflasi pada kelompok makanan dan minuman. Masyarakat juga belum sepenuhnya memahami bahwa pengenaan cukai tidak hanya berkaitan dengan pungutan negara namun juga sebagai pengendali konsumsi demi kesehatan. Tantangan utamanya adalah kesiapan administrasi DJBC yang belum mumpuni dan belum adanya konsensus politik di DPR karena masih mempertimbangkan kondisi ekonomi makro, tekanan inflasi, dan pemilu yang membuat pemerintah perlu menghindari kebijakan yang dapat menimbulkan gejolak di masyarakat
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI