Mohon tunggu...
chentiaantarini
chentiaantarini Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Kelautan

Selanjutnya

Tutup

Nature

Potret Nyata Petani Sawit Dharmasraya di Tengah Fluktuasi Harga dan Konflik Lahan

5 Oktober 2025   17:25 Diperbarui: 5 Oktober 2025   17:27 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebun sawit di Dharmasraya menjadi sumber utama penghidupan petani lokal. Sumber: Data dan wawancara oleh penulis (2025). 

Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, dikenal sebagai salah satu daerah dengan produksi kelapa sawit rakyat yang cukup besar. Banyak masyarakat di sana menggantungkan hidup dari hasil tandan buah segar (TBS). Namun di balik itu, petani masih menghadapi masalah lahan yang belum jelas statusnya.


Harga Sawit dan Sistem Panen

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa petani sawit di wilayah Kecamatan Sungai Rumbai, harga jual sawit ini berada di kisaran Rp3.000 per kilogram untuk tandan buah segar. Sementara untuk buah rontok atau brondolan, harganya lebih tinggi, yakni sekitar Rp4.000 per kilogram, karena bersih dan tidak bercampur dengan bonggol.

“Kalau brondolan itu lebih mahal, soalnya bersih. Nggak ada bonggolannya,” kata Pak Sunarto, salah satu petani sawit di Sungai Rumbai.

Dalam sebulan, petani umumnya dua kali panen, tergantung kondisi pohon dan luas lahan. Hasil panen yang diperoleh pun tidak menentu. Setiap tandan buah segar (TBS) sawit memiliki berat yang bervariasi, mulai dari 10 hingga 30 kilogram per tandan tergantung usia pohon. Sawit yang masih muda menghasilkan tandan sekitar 10—15 kg, sementara pohon yang sudah produktif bisa mencapai 25—30 kg per tandan. 

“Sekali panen tergantung banyaknya batang. Kalau lahannya luas, bisa satu ton lebih, tapi kalau kecil ya nggak sampai segitu,” tambahnya.

Penjualan ke Ram dan Potongan Timbangan

Tandan buah segar sawit hasil panen petani Dharmasraya. Sumber: Data dan wawancara oleh penulis (2025)
Tandan buah segar sawit hasil panen petani Dharmasraya. Sumber: Data dan wawancara oleh penulis (2025)

Petani sawit di Dharmasraya umumnya menjual hasil panen ke ram atau pengepul yang bekerja sama dengan pabrik. Harga jual ke ram bisa berbeda-beda antar tempat. 

“Beda ram, beda harga. Kadang selisihnya bisa sampai seratus atau dua ratus rupiah per kilo,” jelas Ibu Wiwik, petani dari Blok B Sitiung 3.

Selain itu, setiap penjualan biasanya dikenakan potongan timbangan oleh pihak ram dengan alasan kadar air atau kualitas buah. Namun, potongan tersebut seringkali tidak dijelaskan secara terbuka kepada petani.

“Selalu ada potongan, katanya karena buahnya basah atau banyak bonggol, tapi nggak pernah dijelaskan,” tambahnya.

Kondisi ini membuat petani sering kali merasa dirugikan. Beberapa kelompok tani mulai menerapkan sistem penimbangan terbuka agar potongan bisa diawasi bersama dan hasilnya lebih transparan.

Pentingnya Pupuk dalam Produksi Sawit

Faktor pemupukan juga menjadi salah satu penentu utama hasil panen. Petani mengaku bahwa tanaman sawit termasuk jenis yang sangat membutuhkan nutrisi yang cukup. 

“Sawit itu pupuknya kuat. Kalau kurang pupuk, buahnya langsung sedikit,” ungkap Pak Sunarto.

Sayangnya, harga pupuk yang mahal membuat sebagian petani tidak bisa memberi pupuk secara rutin. Akibatnya, produktivitas menurun dan hasil panen menjadi tidak maksimal.

Sengketa Lahan Masih Jadi Masalah Utama

Selain faktor harga dan hasil panen, sengketa lahan menjadi persoalan besar bagi sebagian petani sawit di Dharmasraya. Banyak kebun sawit yang sudah lama dikelola, namun status kepemilikan tanahnya belum jelas. 

“Lahan udah ditanam sawit dari dulu, tapi surat tanahnya nggak tahu atas nama siapa. Akhirnya disita pemerintah,” ujar Ibu Wiwik.

Akibat masalah ini, petani tidak bisa mengakses bantuan seperti program peremajaan sawit rakyat (PSR), karena salah satu syaratnya adalah lahan harus memiliki legalitas yang sah. Masalah ini membuat sebagian petani terancam kehilangan sumber penghasilan, padahal mereka sudah menanam dan merawat pohon sawit selama bertahun-tahun.

Kesimpulan

Petani sawit di Dharmasraya berperan penting dalam menggerakkan ekonomi daerah, namun, di lapangan mereka masih menghadapi berbagai persoalan seperti harga jual yang tidak stabil, potongan hasil yang tidak transparan, kebutuhan pupuk yang tinggi, serta konflik lahan yang belum terselesaikan. Diperlukan perhatian lebih dari pemerintah dan pihak pabrik agar sistem perdagangan sawit rakyat menjadi lebih adil dan kesejahteraan petani dapat meningkat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun