Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

DPR Meradang, Mitra Kerja Sabar Mendengarkan

15 November 2019   00:15 Diperbarui: 15 November 2019   00:20 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: shutterstock

Viral di media sosial, tiga orang anggota DPR Komisi IX dari fraksi berbeda yaitu PKB, PKS, dan PDIP  meradang dalam Raker dengan Menkes, Direksi BPJS Kesehatan, DJSN, dan mitra kerja lainnya, terkait dengan kenaikan iuran sampai 100% PBPU dan BP kelas 1, dan 2, serta hampir 65% PBPU dan BP kelas 3.

Mereka marah, karena pada raker gabungan Komisi IX, dan XI 2 September 2019 yang lalu, disepakati untuk tidak menaikkan iuran bagi PBPU dan BP kelas 3, sampai dengan dilakukannya  cleansing  data PBI, dengan data PBPU dan BP kelas 3.

Kita mengikuti di media, bahwa dalam rapat 2 September 2019, usulan kenaikan PBPU dan BP kelas 1, dan 2 sampai 100 %, serta PBPU dan BP kelas 3 64% meluncur dari mulut Sri Mulyani Menkeu dan dikutip luas oleh media. 

Para menteri yang mendampingi Mensos, dan Menkes, Dirut BPJS Kesehatan, dan Ketua DJSN, tidak bersuara. Tentu tidak boleh donk beda pendapat di forum raker, walaupun kenaikan fantastis tersebut belum tentu sesuai dengan isi hati mereka.

Pihak DJSN yang ikut rapat waktu itu, juga terpaksa berdiam diri walaupun usulan DJSN tidak sebesar yang disampaikan Menkeu. Kita sudah maklum, karena posisi DJSN yang dilematis.

Tetapi rupanya Pemerintah sudah berketetapan hati untuk menaikkan iuran sesuai dengan Kepres 75/2019, tertanggal 24 Oktober 2019. Akibatnya sampai hari ini, heboh dan kegaduhan atas kenaikan luar biasa itu tidak henti-hentinya, dan menyita energi berbagai pihak Kemenkes, BPJS Kesehatan, DJSN. Sampai kapan reda, kita lihat pada awal Januari 2020, saat kenaikan iuran mandiri berlaku.

Kemarahan anggota DPR Komisi IX, dengan aktornya para anggota lama, pada rapat kerja minggu lalu itu, memang cukup beralasan. Karena pemerintah menurut legislatif mengabaikan rekomendasi Raker sebelumnya. Tentu Pemerintah juga punya alasan kenapa segera menerbitkan Perpres tersebut secepatnya, karena sudah semakin parah defisit DJS JKN.

Rumah sakit sudah menjerit, tunggakan ada yang sudah sampai 4 -- 6 bulan, bahkan RS di lingkungan Muhammadiyah, akumulasi tunggakan mencapai Rp. 300 miliar. Jangan heran anggota  DPR Komisi IX  Saleh Daulay dari PAN dan kader Muhammadiyah , dalam forum raker tersebut meminta sangat agar BPJS Kesehatan membayarkan tunggakan tersebut.

Tetapi kita harus jujur juga memberikan pandangan, bahwa dalam memutuskan kenaikan iuran bagi peserta mandiri, Menkeu Sri Mulyani terkesan gegabah, kurang memperhatikan masukan DJSN terkait hitungan kenaikan iuran tersebut. Padahal di DJSN berkumpul semua ahli jaminan sosial, pejabat pemerintah terkait, perwakilan unsur pekerja, pemberi kerja, dan ahli aktuaria.

Demikian juga Ibu Menkes waktu itu, tidak banyak memberikan masukan, pemikiran, dan solusi lainnya terkait besaran kenaikan iuran, dan dampaknya terhadap kondisi penyelenggaraan JKN kedepan.

Kalau Direksi BPJS Kesehatan, sudah dalam kondisi pasrah apa kebijakan pemerintah. Persoalan mendasarnya sudah diketahui, BPKP sudah memeriksa komprehensif, hasilnya sudah ada bauran kebijakan yang dibuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun