Mohon tunggu...
Sirilus
Sirilus Mohon Tunggu... Guru - pencinta budaya terutama budaya Manggarai dan filsafat. Juga ingin studi antropologi.

Saya ingin mengajak kaum muda untuk melestarikan budaya kita. Ini adalah harta kekayaan kita yang berharga. Saya juga peduli dengan peristiwa yang terjadi di masyarakat. Untuk itu subscribe chanel youtube saya :motivasi hidup . Chanel ini berisi musikalisasi puisi dan video mengenai budaya dan daerah wisata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

28 Oktober 1928: Refleksi Sumpah Pemuda, Pra Kemerdekaan, Pemuda Zaman Now " Belajar Pada Guru"

14 Oktober 2020   00:33 Diperbarui: 28 Oktober 2020   00:34 1081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari laman Kemnterian Pendidikan dan Kebudayaan

Sebagai pemuda kita dapat merasakan pendidikan seperti sekarang ini karena perjuangan para pemuda dulu. Seandainya para pemuda dulu tidak berjuang, tentu mungkin saya dan teman-teman sekalian tidak merasakan pendidikan seperti sekarang ini.

Sebagai pemuda milenial tentu kita punya rasa untuk berjuang dan bekerja keras untuk bangsa ini, agar perjuangan para pemuda dulu tidak sia-sia. Kita berjuang untuk bangsa ini, dengan berprestasi melalui karya-karya kita. Kita yang hidup di zaman milenial ini mesti belajar untuk menunjukkan esensi dari pemuda milenial.

Seandainya sebagai pemuda di zaman milenial ini kita tidak ada semangat berjuang dan menyerah, dimana kita hidup dalam kebebasan tanpa hidup tertekan sebelum pemuda dulu, menurut saya kita perlu merefleksikan hidup kita kembali sebagai pemuda. Refleksi itu agar sebagai pemuda kita bangkit dan memiliki semangat berjuang untuk memberikan sesuatu hal yang positif untuk bangsa, tentu dalam hal positif.

Saya sangat mengapresiasi pemuda-pemuda Indonesia yang berprestasi. Juga pemuda-pemuda yang rela berkarya di daerah pendalaman untuk mengajar, melayani di bidang kesehatan dan sebagainya, agar masyarakat disana dapat mengenyam pendidikan dan dapat hidup sehat. 

Perjuangan para pemuda ini yang rela hidup di pedalaman meskipun jauh dari jangkauan jaringan, listrik dan hidup apa dayanya sangat luar biasa. Di tengah zaman milenial ini yang serba internet dan hidup dengan jalan-jalan di mall, mereka pemuda yang hidup di daerah pedalaman tidak memikirkan itu. 

Yang mereka pikirkan gimana membuat anak-anak dapat cerdas dan masyarakat dapat hidup sehat. Mereka rela menjangkau satu wilayah dengan wilayah yang lain dengan jalan kaki tanpa menyerah.

Saya ingin membandingkan pemuda milenial yang hidup berkarya di kota dan pemuda milenial yang berkarya di desa misalnya sebagai seorang pengajar atau guru. 

Guru di kota mungkin enak, ngajar anak-anak yang di rumahnya punya fasilitas lengkap seperti internet dan bahkan punya guru privat sendiri sehingga muda untuk diajar akan tetapi guru di kota juga mungkin masih mengeluh, mungkin. Coba bandingkan guru yang ngajar di pedalaman. Mereka mengajar anak-anak yang baru belajar sama sekali bahkan ke sekolah pun harus di paksa. Fasilitas belum lengkap dan sebagainya.

Sebagai pemuda di zaman milenial saya secara pribadi mempunyai cita-cita untuk mengabdi di daerah terpencil, mengajar anak-anak disana dan berjuang agar mereka bisa merasakan pendidikan layaknya anak-anak di kota. Saya ingin anak-anak di pendalaman juga berprestasi meskipun dengan fasilitas apa adanya. Bahwa mereka memiliki kemampuan yang luar biasa dan perlu dikembangkan potensi mereka itu.

Pemuda milenial juga harus bersatu dan hidup bersama. Tidak boleh membedakan suku, ras dan budaya. Bahwa orang itu dari suku, ras, dan budaya ini jadi tidak boleh bergau dengan orang itu. Itu salah. Kita sebagai orang atau pemuda yang hidup dalam satu bangsa harus memiliki rasa sebagai saudara, karena kita hidup disatu bangsa yaitu bangsa Indonesia. 

Sebagai pemuda kita harus saling merangkul satu sama lain. Kita bersatu untuk memikirkan hal yang terbaik untuk bangsa ini. Bukan lagi memikirkan bagaimana agar orang itu atau budaya, ras dan suku itu dimusnahkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun