Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Sejumput Kenangan Ramadan, Ketika Mobile Legend Mengambil Alih Petasan

2 April 2023   23:02 Diperbarui: 2 April 2023   23:27 1007
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Ilustrasi anak-anak bermain petasan: suaramojokerto.com

 

Hidup manusia selalu bergerak maju. Pengalaman yang telah berlalu tidak akan bisa diputar kembali. Semuanya tinggal tetap sebagai masa lalu.

Hal yang sama terjadi ketika Ramadan tiba. Yang terjadi pada tahun-tahun kemarin tidak akan terulang lagi di tahun sekarang. Semua yang tak terulang itu membentuk kenangan.

Masa kecil, remaja, hingga dewasa adalah periode-periode penting dalam kehidupan seorang anak manusia. Banyak cerita menarik semasa kecil hingga masa-masa sebelum dan setelah akil balik yang tak terulang lagi.

Setidaknya ada beberapa kenangan Ramadan yang sungguh menjadi warisan masa lalu yang hanya bisa dirindukan. Khusus generasi 1990-an hingga 200-an ada bagian-bagian tertentu di bulan suci ini yang ketika dikenang hanya akan memantik senyum kecil.


Pertama, bila kita memutar sejenak roda waktu ke masa kecil, kita akan menjumpai banyak cerita dengan teman sebaya.

Saat Salat Subuh misalnya, anak-anak akan beramai-ramai ke masjid terdekat. Tidak dipikirkan kondisi tubuh yang belum benar-benar berpisah dengan kantuk. Hawa dingin yang menerjang sama sekali tak melunturkan semangat.

Menariknya, pertalian anak yang satu dengan yang lain tidak diantarai oleh gawai. Tidak seperti anak-anak zaman sekarang yang sejak kecil sudah dibekali telepon genggam keluaran terbaru oleh orang tuanya.

Masa-masa itu, kita benar-benar mengangalkan pertemuan dari muka ke muka. Tidak terpikirkan, karena tidak memungkinkan oleh kemajuan teknologi saat itu, untuk diantarai oleh perangkat elektronik.

Tidak ada istilah jejaring sosial. Tidak ada namanya pertemuan daring (online). Semuanya terjadi secara, meminjam istilah masa kini, luring (offline).

Dalam hubungan dengan Salat Subuh, janji untuk berangkat bersama ke masjid terlontar sejak beberapa jam sebelumnya atau sehari sebelum itu. Untuk memastikannya tidak ada panggilan telepon atau kiriman pesan singkat.

Kita akan terhubung dengan pertemuan tatap muka. Satu orang akan bertandang ke rumah yang lain. Dua tiga orang yang sudah berkumpul akan bersemangat menjangkau teman lainnya. Lalu bersama-sama menunaikan janji yang telah terucap.

Bila dipikir-pikir, saat itu, dengan ketiadaan telepon seluler, kita sudah terbiasa menepati janji. Bisa saja karena tidak memungkinkan untuk berkabar secara real time maka tidak ada pilihan lain tepati janji. Apalagi di bulan penuh berkah, tidak ada alasan untuk tidak menjemputnya, bukan?

Kedua, apa yang dilakukan setelah Salat Subuh? Langsung kembali ke rumah? Tentu tidak, kawan!

Anak-anak saat itu akan mengisi waktu dengan bermain. Ya memang karena itu yang paling diinginkan dan memungkinkan dilakukan.

Memang terkesan remeh-temeh. Tetapi, bila harus berkata jujur, pengalaman kebersamaan itu telah meninggalkan kesan tersendiri.

Banyak jenis permainan yang bisa dilakoni, mulai dari orang-orangan kertas, bola bekel, hingga petak umpet. Bila tidak, maka pilihan lain adalah sekadar berjalan-jalan di sekitar lingkungan sampai tiba saatnya kembali ke rumah.

Ketiga, saat malam tiba, masih ada agenda bersama yang tak kalah menarik. Itu adalah salat Tarawib bersama.

Panggilan untuk selalu berada dalam kelompok sebaya sungguh kuat. Yang penting bersama teman-teman. Fenomena alamiah yang terkadang sulit dijelaskan secara tuntas.

Itulah yang terjadi. Sesuatu yang masih ditemukan hingga saat ini. Namun, dalam bentuk dan jumlah yang berbeda, terutama di tempat perantauan yang sudah banyak mengalami derap kemajuan. Anak-anak kini biasanya lebih memilih mengekor orang tuanya.

"Mobile Legend" Ambil Alih

Keempat, entah ada pergeseran atau tidak, saat sekarang bunyi ledakan petasan begitu jarang terdengar. Apalagi di kompleks tempat tinggal saya. Frekuensinya sungguh bisa dihitung dengan jari.

Sejak hari pertama Ramadan belum juga aku mendengar bunyi letupan yang ditingkahi suara riang anak-anak.

Pemandangan ini jauh berbeda dengan masa kecil di kampung halaman. Bunyi petasan hampir selalu terdengar saban hari. Apalagi saat sore menjelang. Mengisinya sebelum berbuka puasa.

Banyak jenis petasan yang dimainkan. Warna, rupa, hingga bentuk letupan berbeda-beda. Aroma petasan yang terbakar semakin memancing semangat. Saat ini sungguh berarti hingga tak terasa bunyi azan berkumandang.

Kira-kira apa yang membuat petasan makin terdengar beakangan ini? Bila dipikir-pikir ada sejumlah alasan.

Pemerintah sudah mewanti-wanti untuk tidak membuat keributan termasuk menyalakan petasan selama Ramadan.

Di sejumlah daerah larangan ini dipertegas seperti Pemerintah Kabupaten Karawang, Jawa Barat yang mengeluarkan maklumat khusus selama Ramadan. Larangan memainkan petasan hingga "Sahur on the Road" sebagaimana dilansir dari Kompas.com (22/3/2023).

Larangan bermain petasan dilandasi oleh pertimbangan keselamatan, menghindari kebisingan juga memangkas peluang terjadinya kerumunan, sesuatu yang masih menjadi perhatian di masa endemi Covid-19 ini. Walau era pagebluk oleh virus mematikan itu sudah berlalu, pemerintah mengajak masyarakat untuk selalu waspada.

"Main petasan juga demikian, dihentikan. Karena ganggu yang salat tarawih dan sebagainya," tegas Fadil Imran, Kapolda Metro Jaya terhadap maklumat yang ditekennya Mak/01/III/2023 tertanggal 15 Maret 2023.

Selain sejumlah rasionalisasi di atas, sepinya bunyi petasan saat ini lantaran anak-anak lebih tertarik mengisi saat-saat itu untuk aktivitas lainnya. Salah satunya adalah daya tarik "game" online seperti PUBG dan Mobile Legend yang begitu menggoda.

Bagi mereka lebih penting Mabar berinteraksi secara virtual ketimbang main petasan. Untuk mereka kenikmatan bermain petasan justru sudah tersubstitusi oleh sensasi mengakrabi setiap karakter dan menaklukkan tantangan di dalamnya.

Lalu, keseruan berburu tanda tangan imam atau penceramah saat Tarawih sebagai penanda telah menunaikan pekerjaan rumah mengisi buku agenda Ramadan yang ditugaskan pihak sekolah.

Apakah tradisi bagus ini masih ada hari-hari ini? Semoga iya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun