Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kala Mimpi Besar "Si Al Futur" Barcelona Berubah Jadi Proyek Tanpa Masa Depan Koeman

30 September 2021   08:59 Diperbarui: 30 September 2021   09:22 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ronald Koeman menyaksikan dari pinggir lapangan saat Barcelona dipermalukan di kandang Benfica, Kamis (30/9/2021): Dailymail.co.uk

Sebagai sebuah klub yang memiliki moto "Mes Que Un Club," kiprah dan keberadaan Barcelona selalu menarik dan penting. Sekurang-kurangnya di mata para penggemarnya.

Semboyan "lebih dari sebuh klub" itu semakin terasa kuat menggema dalam sejumlah situasi. Salah satunya saat menghadapi krisis. Apakah di tengah badai seperti saat ini, Barca tetap menjadi lebih dari sekadar sebuah tim?

Bisa jadi, karena kadung tertanam semangat lebih dari sebuah klub itu maka setiap perubahan, apalagi ke arah yang tak dikehendaki, akan memantik reaksi luas.

Barca saat ini sedang diliputi banyak persoalan. Kepergian Lionel Messi yang terbungkus dalam lilitan masalah finansial yang gawat meninggalkan klub dalam situasi mengkhawatirkan. Ronald Koeman sebagai juru taktik tak bisa berbuat banyak saat menghadapi persaingan ketat dengan mengandalkan amunisi seadanya.

Situasi itu terbaca jelas sejak awal musim ini. Setelah dipermalukan Bayern Muenchen, 0-3, di pekan pertama penyisihan grup Liga Champions Eropa, Barca tampak semakin melemah.

Barcelona tersandung imbang 1-1 di kandang Granada dan harus menunggu menit ke-90 untuk menyamakan kedudukan. Selanjutnya kembali bermain imbang, kali ini tanpa gol menghadapi tim promosi Cadiz.

Sempat bangkit dengan kemenangan 3-0 atas Levante, Blaugrana kembali jatuh ke titik nadir di "matchday" kedua Liga Champions.

Alih-alih membawa pulang poin, Barca justru tersungkur di Stadion Da Luz, Kamis (30/9/2021) dini hari WIB. Kekalahan telak 0-3 dari tuan rumah Benfica, menjadi isyarat Barca masih setia dengan moto di atas, tetapi tidak dalam arti yang diharapkan.

Sejumlah reaksi di pertandingan Barca kontra Benfica: Dailymail.co.uk
Sejumlah reaksi di pertandingan Barca kontra Benfica: Dailymail.co.uk

Dibanding dua pertandingan sebelumnya, penampilan Barca kali ini lebih memilukan. Kita coba garisbawahi hasil imbang di pekan kelima sebagai gambaran bahwa performa Barca semakin mengkhawatirkan.

Pertama, Barca hampir saja kalah bila saja Gavi tak memberikan umpan silang akurat dan diselesaikan dengan sempurna oleh Ronald Araujo di menit ke-90.

Barca terlihat kecolongan sejak menit awal. Laga baru berjalan dua menit, gawang Marc-Andre ter Stegen sudah kebobolan. Umpan lambung Escudero dari pojok gawang dituntaskan Domingos Duarte.

Setelah gol cepat itu, Barca terlihat kesulitan untuk mendapatkan keseimbangan dan kewalahan mengandalkan gaya khas sepak bola Barca untuk menyulitkan lawan.

Tidak ada tiki taka dan penguasaan bola khas Barca. Yang dilakukan hanyalah upaya untuk menciptakan peluang tanpa perlu menampilkan permainan apik dari kaki ke kaki secara cepat dan akurat.

Usai laga itu, ramai-ramai media olahraga setempat melayangkan sindiran dan pertanyaan bernada merendahkan. MARCA misalnya memberi tajuk utama, "What Barcelona Is This?". Dalam bahasa sederhana, kira-kira media itu ingin mengatakan: Barcelona macam ap aini?

Sementara itu surat kabar berbasis di Catalan, SPORT coba membungkusnya dengan sosok Araujo yang dilabeli sebagai "pahlawan" dan "pemain kunci" di laga itu."

Kedua, setelah kepergian Messi dan Antoine Griezmann, setelah sebelumnya Luis Suarez, Barca semakin kesulitan untuk mempertahankan level permainan. Para pemain muda dan yang tersisa di skuad Barca hari ini terlihat belum mampu menjaga irama permainan.

Koeman tentu mempunyai alasan menurunkan tim muda dengan Sergio Busquets sebagai satu-satunya pemain berusia di atas 30 tahun di "starting line-up" kontra Granada.

Namun, gol cepat yang terjadi, sedikit banyak menggambarkan tingkat kesiapan para pemain mud aitu menghadapi persaingan.

Sepanjang babak pertama, hanya Sergio Roberto dan Araujo yang mampu menciptakan peluang berarti. Philippe Coutinho yang kembali bermain sejak Desember lalu tidak juga memberikan perbedaan.

Dengan Luuk De Jong, amunisi yang didatangkan di musim panas ini dalam arah berlawanan dengan Griezmann, coba dimasukan di babak kedua. Tidak banyak perubahan karena strategi yang dipakai secara keseluruhan tak jauh berbeda dengan paruh pertama.

Araujo lagi yang membuat kejutan. Masuknya, Gerard Pique sempat menciptakan peluang melalui sepakan Sergino Dest. Pique kemudian menginisiasi serangan yang dilanjutkan Gavi dengan umpan silang menyasar Araujo untuk membuat skor sama kuat.

Bila tidak, maka kekecewaan di hati para penggemar Barca akan berlipat ganda. Sulit membayangkan Barca tak bisa berbuat banyak dan harus menyerah dari tim yang belum juga menang dalam empat pertandingan.

Hanya saja, Granada tidak bisa dipandang sebelah mata. Tim tersebut pernah membuat sejarah saat pertama kali mengukir kemenangan di markas kebangaan Barca pada April silam.

Mimpi besar "Si Al Futur"

Kekalahan ini mengirim Barca ke dasar klasemen Grup E. Barca belum juga mendulang poin dari dua laga, berbanding terbalik dengan Munchen yang memetik hasil sempurna dan berada di posisi teratas.

SItuasi ini, menjadi alarm keras bagi Koeman. Pria Belanda itu tidak bisa tinggal diam. Bila tidak, maka jangankan menjadi juara, lolos fase grup akan sangat sulit. Apa kata dunia bila sampai itu terjadi?

Setelah pertandingan kontra Muenchen, Koeman berterus terang soal kondisi timnya. Ia mengakui level permainan Barca sudah tertinggal dari raksasa Bundesliga itu. Sementara itu kekalahan dengan skor yang sama di Lisbon ini adalah isyarat kondisi klub tidak sedang baik-baik saja.

Barca tidak hanya semakin menjauh dari semangat dasar semboyan kebanggaan di atas, tetapi juga semakin membuat Victor Font geleng-geleng kepala.

Font adalah salah satu kandidat yang mempersiapkan diri secara matang untuk bersaing dengan Joan Laporta memperebutkan kursi presiden klub. Hanya saja, Font kemudian kalah bersaing dalam pemilihan yang digelar pada awal Maret 2021.

Sosok pengusaha kelahiran Catalan, 12 Agustus 1972 itu kalah telak dari Laporta yang meraih mayoritas suara pemilih. Font bernasib seperti Toni Freixa. Sama-sama gagal menjadi presiden ke-42 Barcelona.

Namun begitu ada hal menarik dari Font. Tidak semata-mata karena latar belakangnya yang mentereng. Tetapi juga ide besar yang diusung.

Ia mengusung proyek prestisius yang dinamai "Si al future." Proyek besar yang diambil dari Bahasa Catalan itu berarti "Ya untuk masa depan."

Ia mengkonsepkannya jauh sebelum itu. Sejak 2015 ia mulai menyusun dan berusaha memperjuangkan proposal itu untuk menarik hati pemilih.

Font dalam salah satu kesempatan presentasi pada 2019 silam, mengatakan proyek tersebut bertujuan untuk membangun era baru Barcelona setelah Messi. Font berbicara saat itu tidak bermaksud untuk mendepak Messi begitu saja.

Gagasan besar itu sebenarnya bertujuan untuk mempersiapkan Barca setelah era Messi. Kejayaan Messi tentu bukan sesuatu yang abadi. Jadi, ide prestisius itu terlihat realistis.

Salah satu upaya Font untuk mempersiapkan Barca yang baru adalah mempersiapkan para pemain muda. Menariknya, Font sangat mengedepankan regenerasi dengan mengandalkan sumber daya pemain yang dimiliki. Akademi La Masia menjadi tumpuan untuk proses regenerasi itu.

Semangat kembali ke akademi La Masia tidak hanya mewujud dalam sokongan sumber daya pemain. Tetapi juga juru taktik. Font mengincar Xavi Hernandez, produk akademi La Masia yang sempat menjadi bagian dari era kesuksesan tim utama Barca, untuk berada di kursi pelatih.

"Menurut saya, kami harus mengganti model manajemen, kurang lebih seperti manajemen yang kita lakukan saat masih ada Johan Cruyff (mengandalkan pemain binaan La Masia)," ungkap Font dilansir dari Marca.

Sayangnya proyek besar Font itu hanya tergambar dalam lembar-lembar proposal dan kampanye. Kegagalannya menduduki kursi presiden klub dengan sendirinya menguburkan mimpi besar itu.

Entah apa yang membuat Font kalah pamor dan tak bisa menarik minat para pemilih. Terlepas dari berbagai aspek politis dan persaingan lainnya, gagasan Font ini sebenarnya penting.

Font seperti meramalkan dengan cukup jitu akan masa depan Barca. Font berbicara tentang Barca pasca Messi yang kemudian benar-benar terjadi lebih cepat dari perkiraan banyak orang, termasuk dirinya.

Kini Barca sedang berjuang untuk mengatasi labirin persoalan. Himpitan finansial serta kedalaman skuad yang meragukan membuat perjalanan klub itu semakin lamban. Persaingan menghadapi tim-tim lain baik di pentas domesik maupun kancah Eropa semakin berat.

Font sangat serius dengan gagasannya. Saat Barca kemudian menunjuk Koeman, Font seperti tertawa mengejek. Tidak hanya meragukan Koeman, Font sepertinya hanya yakin dengan setiap detail dari gagasan besarnya untuk mempertahankan roh dan terwujud dalam prestasi yang mengakui Barca benar-benar "lebih dari sebuh klub."

Ketika langkah Koeman ke Camp Nou tak bisa dibendung, kepergian Messi tak terhindarkan, dan krisis finansial melilit dengan begitu hebat, maka yang terjadi hari ini adalah seperti yang Font khawatirkan.

Mengutip Font saat berbicara pada radio RAC1, "Dia datang untuk sebuah proyek tanpa struktur dan tanpa masa depan."

Ya, Barca dan Koeman seperti tengah membangun istana masa depan, tetapi terbuat dari pasir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun