Keempat, jaminan hidup. Kisah Greysia Polii dan Apriyani Rahayu yang banjir hadiah tentu menggiurkan banyak orang. Bonus miliaran rupiah plus properti dan berbagai investasi lain membuat orang geleng-geleng kepala.
Terlepas dari jumlah dan bentuk apresiasi yang didapat Greys dan Apri, hasil tersebut tentu diraih melalui proses yang tidak mudah. Berapa banyak yang sudah mereka korbankan? Waktu, tenaga, masa muda, hingga pendidikan.
Yang kita lihat adalah Greys dan Apri yang bergelimang puja-puji. Tetapi tidak banyak yang tahu seperti apa pengorbanan yang sudah mereka berikan.
Menurut Taufik, menjadi atlet adalah soal pilihan. Pilihan yang mengandung risiko. Syukur bila investasi panjang itu berhasil. "Bagaimaan kalau tidak jadi (berprestasi)?" tanyanya.
Jalan panjang yang ditempuh setiap atlet (bulutangkis) seharusnya dibarengi dengan jaminan hidup. Salah satu yang disoroti taufik adalah jaminan hari tua.
Bagaimana nasib para atlet yang tidak berprestasi sementara mereka sudah mengorbankan waktu sekian tahun? Begitu juga bagaimana kehidupan para atlet yang sudah memberikan kebanggaan bagi Indonesia?
Jangan sampai seperti pepatah habis manis sepah dibuang. Mestinya, kelangsungan hidup mereka diperhatikan tidak hanya saat masih aktif menjadi pemain, tetapi juga setelah gantung raket.
Perhatian seperti itu, demikian Taufik, akan memotivasi semakin banyak orang untuk mau mendedikasikan diri dan mengambil pilihan menjadi atlet.
Mencontoh Tiongkok
Ada ungkapan klasik, tuntunlah ilmu sampai ke negeri China (Tiongkok). Ungkapan ini sepertinya masih aktual. Termasuk untuk kita terapkan di dunia bulutangkis.