Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Memaknai "Datang dan Lihatlah", Pesan Paus Fransiskus di Hari Komunikasi Sedunia 2021

16 Mei 2021   15:45 Diperbarui: 16 Mei 2021   20:03 2593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paus Fransiskus dan pesan hari Komunikasi ke-55 tahun 2021: catholicadkk.org

Hari ini, Minggu, 16 Mei 2021, Gereja Katolik merayakan Hari Komunikasi Sosial (Komsos) Sedunia. Seperti tahun-tahun sebelumnya, World Communications Day selalu jatuh di hari Minggu Paskah VII, beberapa pekan setelah Hari Raya Paskah.

Menariknya, peringatan ke-55 tahun ini jatuh tak lama setelah umat Islam merayakan Idul Fitri. Tentu, aroma ketupat dan opor ayam Lebaran belum benar-benar lesap. Kata-kata maaf dan mohon ampun belum juga hilang dari ingatan.

Lebaran tidak hanya dirayakan oleh kaum Muslim semata. Sukacita perayaan itu menembus batas agama, budaya, status sosial, dan berbagai anasir dikotomis lainnya. Kemenangan saudara-saudari Muslim setelah sebulan penuh bergulat dengan tantangan jasmani dan rohani dirayakan bersama.

Perayaan kemenangan itu disambut dengan makan dan minum. Tidak hanya itu. Ada silaturahmi dengan maaf sebagai kata utama. Setiap orang saling meminta dan memberikan maaf. Seorang anak atau yang lebih muda meminta ampun pada orang tua atau yang dituakan. Begitu juga sebaliknya.

Maaf yang diumbar saat itu kemudian ikut merasuk setiap orang untuk ikut ambil bagian. Lini sosial media pun disarati aneka rangkaian ucapan indah dan menyentuh. Orang berlomba-lomba mengirimkannya kepada sebanyak mungkin yang dikenal.

Walau pandemi membatasi ruang gerak dan interaksi sosial fisik, tidak sedikit tetap berjuang sejauh dapat untuk menyampaikan dan mendapatkan maaf secara langsung. Betapapun canggih teknologi untuk mengantarai pertemuan virtual, tetap saja dirasa kurang afdol untuk menangkup panggilan dasariah setiap manusia untuk bertemu muka dengan muka secara lebih dekat dan intim.

Apa yang terjadi sepanjang Lebaran menunjukkan salah satu hakikat manusia: tidak hanya makhluk individu tetapi juga makhluk sosial. Kesosialan manusia ditandai di antaranya oleh relasi dan komunikasi. Lebaran tentu akan kehilangan arti dan makna bila setiap orang berdiri sendiri-sendiri sebagai sebuah pulau terasing.

Datang dan Lihatlah


Sebagai informasi, peringatan Hari Komsos sudah diperkenalkan sejak Konsili Vatikan Kedua setelah dekret Inter Mirifica disahkan Paus Paulus VI pada 4 Desember 1963.

Inter Mirifica diambil dari baris pertama dokumen. Secara harafiah beridentik artinya dengan Among the Wonderful atau Di Antara yang Mengagumkan.

Sementara itu "komunikasi sosial" dalam dokumen-dokumen Gereja Katolik mengacu pada media atau media massa seperti televisi, koran, radio dan sebagainya.

Sebenarnya, istilah tersebut memiliki arti yang jauh lebih luas. Seluruhan komunikasi tentu bersifat sosial. Soal komunikasi tidak hanya terbatas pada media arus utama atau media massa yang dikenal saat itu, tetapi juga menyangkut segala aspek dalam laku pengiriman dan penerimaan pesan sebagaimana definisi sederhana dari komunikasi itu, berikut segala perkembangannya.

Hari ini bicara soal media tidak lagi terbatas pada media-media konvensional dengan jurnalis sebagai tokoh utama, tetapi sudah menyangkut media baru dengan segala entitasnya dengan internet sebagai sumbu dan setiap orang sebagai pemilik akses yang nyaris tak terbatas.

Datang dan lihatlah. Berkomunikasi dengan menjumpai orang lain apa adanya. Demikian tajuk utama pesan Bapa Suci di Hari Komsos tahun ini. Selengkapnya bisa baca di sini. Pesan yang sekiranya penting untuk kita refleksikan bersama di tengah berbagai konteks kehidupan kekinian mulai dari pandemi, hingga perkembangan teknologi dan pola komunikasi dengan segala kompleksitas.

Inspirasi Lolo


Pertama, Paus bernama asli Jorge Mario Bergoglio membuka sekaligus menjadikan kisah Beato Manuel Lozano Garrido (1920-1971) sebagai inspirasi. Orang kudus yang karib disapa "Lolo" itu dikenal sebagai pelindung para jurnalis.

Dedikasinya pada dunia tersebut diberikan hingga akhir hayat. Bahkan saat tubuhnya lumpuh dan kehilangan penglihatan, ia masih tetap berjuang menulis dengan bantuan adiknya, Lourdes.

Salah satu petikan masyur dari jurnalis dan penulis itu berbunyi, "Bukalah matamu dengan kekaguman atas apa yang kamu lihat, biarlah tanganmu menyentuh kesegaran dan kehidupan atas segalanya, sehingga ketika orang lain membaca apa yang kamu tulis, mereka juga dapat merasakan langsung getaran keajaiban atas kehidupan."

Manuel Lozano Garrido yang tetap menulis sampai akhir hayat: es.aleteia.org
Manuel Lozano Garrido yang tetap menulis sampai akhir hayat: es.aleteia.org

Seperti ditegaskan paus asal Argentina itu, datang dan lihatlah adalah metode komunikasi manusia yang otentik. Untuk bisa melihat kebenaran hidup maka perlu melihat dengan mata kepala sendiri dan bergerak dari rasa puas diri dan keangkuhan bahwa sudah mengetahui segala. Kita perlu pergi untuk mendengar setiap cerita dan mendapatkan kenyataan yang sesungguhnya.

Kepada para jurnalis, paus lugas mengajak untuk turun ke jalan. Ia menilai saat ini pemberitaan di surat kabar dan siaran berita televisi, radio, dan web sudah digantikan oleh reportase yang mengikuti standar dan narasi yang terkadang tendensius.

Ia merindukan sebuah pendekatan investigasi dan liputan yang lebih mampu menangkap kebenaran tentang sesuatu dengan tanpa terpenjara dalam ruang redaksi, di depan komputer pribadi atau di jejaring sosial. Turun ke jalan untuk bertemu orang secara langsung, mendapatkan kisah secara otentik, dan memverifikasi keadaan secara langsung.

Lalu bagaimana kita memaknai perkembangan teknologi komunikasi dewasa ini? Apakah seorang wartawan harus dan selalu turun ke lapangan? Tentang ini paus berusia 84 tahun itu berpandangan teknologi hanyalah alat dan sarana untuk membantu kerja jurnalis.

Setiap instrumen itu hanya akan berguna dan berarti bila membantu melihat lebih jelas dan mengetahui lebih dalam setiap kenyataan di lapangan.

Selengkapnya ia menulis demikian, "Any instrument proves useful and valuable only to the extent that it motivates us to go out and see things that otherwise we would not know about, to post on the internet news that would not be available elsewhere, to allow for encounters that otherwise would never happen."

Kedua, seringkali yang dibaca banyak orang tidak selalu mewakili situasi riil di lapangan. Paus sangat mengapresiasi kerja jurnalistik yang dilakukan para profesional. Berkat jasa mereka dunia tahu tentang sesuatu yang tersembunyi atau sengaja disembunyikan.

Berkat keberanian menentang bahaya dan mempertaruhkan nyawa, banyak orang tahu misalnya tentang kesulitan yang dialami oleh kelompok tertentu, penindasan dan ketidakadilan yang menimpa orang miskin, hingga konflik dan perang yang (di)luput(kan) dari pandangan mata dunia.

Kita bisa bayangkan bila fenomen-fenomena seperti itu tidak terungkap ke publik. Seperti kata paus, akan mendatangkan banyak kerugian, tidak hanya untuk kerja jurnalistik, tetapi juga kepentingan kemanusiaan dan demokrasi.  

Contoh lain yang penting diangkat oleh Paus adalah terkait pandemi. Di masa krisis seperti ini peran jurnalis sangat besar. Media membantu mengungkap banyak hal yang awam, asing, atau sesungguhnya mencurigakan dalam pandangan masyarakat kebanyakan. Mulai dari soal vaksin, perawatan medis, hingga bantuan.

Apa jadinya masyarakat bila tidak mendapat informasi yang jelas dan utuh tentang virus Covid-19, bagaimana memutus mata rantai penyebarannya, lalu bagaimana harus mendapatkan pertolongan dari negara? Bagaimana bisa mengawal kerja birokrasi secara transparan dan profesional bila tidak ada media dan jurnalis yang bersiaga memantau?

Kritis dan tanggung jawab
Ketiga, perkembangan internet dan teknologi yang menyertainya membuat dunia semakin terbuka. Hampir semua batas sudah bisa diterobos. Dunia kian telanjang karena nyaris tak ada yang tak tersingkap di dunia maya. Setiap orang tidak lagi sebagai konsumen, tetapi juga serentak produsen konten.

Internet dan sosial media misalnya bisa menghadirkan banyak hal secara cepat dan positif. Setiap orang bisa dengan mudah mengabarkan informasi dan pengalaman yang tertangkap kamera handphone pribadi. Bisa jadi kenyataan-kenyataan itu luput dari bidikan lensa dan mata jurnalis profesional.

Saat semua orang memiliki kesempatan untuk mendapatkan dan berbagi konten, persoalan akurasi dan akuntabilitas misalnya, menyeruak. Apakah dengan demikian setiap kerja netizen jauh dari kebenaran dan semua karya jurnalistik sungguh bisa dipertanggungjawabkan?

Paus mengatakan setiap orang bisa menjadi saksi dan ikut berbagi kebenaran. Namun sosial media menghadirkan kerentanan. Salah satunya manipulasi dan narsisme. Untuk kepentingan tertentu konten-konten bisa direkayasa. Sosial media gampang menjadi panggung pertunjukan kepentingan tertentu.

Betapa maraknya berita bohong, konten hoaks, produk clickbait dan measliding, menjadi bukti. Internet menjadi panggung yang seksi untuk mengumbar kepalsuan, rekayasa, dan penggiringan demi pemenuhan hasrat segelintir orang.

Untuk itu Paus mengajak kita untuk kritis dan bertanggung jawab. Setiap konten yang diterima harus diverifikasi dan difalsifikasi. Kita tak boleh menelan setiap informasi yang masih diragukan kebenarannya secara bulat-bulat. 

Begitu juga sebaliknya saat memproduksi konten. Kita perlu bertindak di atas rasa kepedulian dan tanggung jawab pada nilai-nilai luhur dan universal: keadilan, kebenaran, dan kedamaian.

"Kita semua harus bertanggung jawab atas komunikasi yang kita buat, atas informasi yang dibagikan, atas kendali yang dapat digunakan atas berita palsu dengan membukanya. Kita semua harus menjadi saksi kebenaran: pergi, melihat, dan berbagi."

Saksi kebenaran
Keempat, Paus berkeyakinan dalam komunikasi tidak ada yang bisa sepenuhnya menggantikan pengalaman langsung. Ada sejumlah hal yang hanya bisa dipelajari melalui perjumpaan nyata. Tidak hanya tentang kata-kata yang diucap tanpa perantara, tetapi tatapan mata, hingga nada suara dan gerak tubuh yang bisa dialami secara dekat.

Hanya melalui pengalaman langsung kita bisa mendapatkan sesuatu yang tidak bisa diperoleh melalui teknologi  atau perantara. Saat melihat langsung rasa dan sensasinya tentu berbeda dengan mendapatkannya dari pihak lain. Saat membagikan sesuatu dari pengalaman langsung akan menghadirkan kepuasan tersendiri.

"Datang dan lihatlah" adalah ajakan untuk menjadi lebih personal, dialogal dan faktual. Turun ke lokasi, menjumpai setiap kenyataan apa adanya, melihat dengan mata kepala sendiri, agar bisa mengetahui yang sesungguhnya.

Sering kali kita berhamba pada teknologi yang membuat kita mudah kehilangan empati dan solidaritas. Kita mudah jatuh pada provokasi, agitasi, retorika sarat omong-kosong, dan basa-basi. Realitas "apa adanya" kemudian diplintir sebagai sesuatu yang "ada apanya."

Untuk itu, ajakan  "datang dan lihat" akan selalu penting. Agar seruan itu lebih berdaya maka setelah "datang dan lihat" kita pun perlu "berbagi" di atas satu landasan: menjadi saksi kebenaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun