Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Segar Pilihan

Bukber Virtual, Lebih dari Sekadar Normal Baru

25 April 2021   22:04 Diperbarui: 15 April 2022   21:12 1571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bukber virtual: Sunlive.co.nz 

Bukber. Buka bersama. Salah satu keunikan selama bulan Ramadan. Berkumpul di suatu tempat tertentu untuk membuka puasa bersama. Sebuah kekhasan yang sudah menjadi rutinitas. Selalu rutin terjadi setiap bulan suci itu bertandang. Yang membedakan adalah di mana dan dengan siapa bukber itu digelar.

Berbagai pilihan itu masih mungkin dilakukan saat pandemi Covid-19 belum menyapa. Namun, setelah dunia diharuskan beradaptasi dengan kebiasaan baru, maka aktivitas tersebut sedikit banyak ikut berpengaruh.

Bila sebelum pandemi orang akan dengan mudah tergerak untuk berkumpul secara fisik. Maka tidak demikian di masa pandemi ini. Alih-alih berkumpul secara fisik dalam kelompok dengan latar belakang beragam, orang akan lebih selektif: memilih untuk menyelenggarakan bukber secara terbatas pada kelompok tertentu, utamanya anggota keluarga serumah.

Pemerintah sangat menganjurkan untuk membatasi mobilitas fisik demi memutus mata rantai penyebaran virus berbahaya itu. Karena itu, alangkah baiknya berbagai kegiatan yang melibatkan pertemuan fisik banyak orang dibatasi.

Dengan demikian bukber secara fisik pun perlu penyesuaian. Bahkan untuk sejumlah alasan benar-benar terhalang. Lantas, bagaimana menyiasati agar momen tersebut tetap tercipta walau dalam masa pandemi?

Salah satunya adalah menggelar bukber secara virtual. Sekilas bukber ala normal baru ini memberikan banyak pengaruh positif. Protokol kesehatan terpenuhi. Sementara itu pertemuan tetap terjadi, walau dalam jaringan. Apakah hanya untuk alasan itu bukber virtual tetap penting digelar?

Stres Merebak

Pandemi Covid-19 berdampak multidimensional. Semua aspek terdampak. Hampir semua orang tak bisa luput. Tentu dalam tingkat dan bentuk berbeda. Baik dampak fisik, maupun psikis.

Terkait hal kedua, terkuak fakta miris. Menukil tirto.id (01/05/2020), dampak pandemi Covid-19 sungguh mengguncang kejiwaan banyak orang. Sebuah penelitian menunjukkan, sebanyak 64 persen dari 1.522 orang responden memiliki masalah psikologis. Sebagian besar responden adalah perempuan (76,1 persen) dengan usia minimal 14 tahun dan maksimal 71 tahun.

Hal itu terkuak setelah melakukan pemeriksaan mandiri secara daring di laman resmi Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI). Mayoritas mengalami problem kejiwaan berupa cemas, hingga depresi.

Dampak pandemi pada kesehatan mental: http://pdskji.org/
Dampak pandemi pada kesehatan mental: http://pdskji.org/

Kondisi tersebut mengemuka dalam ketakutan dan kekhawatiran berlebihan. Merasa tidak bisa rileks dan nyaman. Mengalami gangguan tidur, hingga kewaspadaan berlebihan. Demikian penjelasan dr Lahargo Kembaren, Psikiater dari PDSKJI.


Dokter Lahargo menggarisbawahi sejumlah gejala cemas yang paling utama dialami adalah merasa sesuatu yang buruk akan terjadi, cemas berlebihan, mudah marah atau jengkel, hingga tak terlihat santai. Sementara itu, gejala depresi utama yang mayoritas dialami adalah gangguan tidur, kurang percaya diri, lelah tidak bertenaga, hingga kehilangan minat.

Sumber: http://pdskji.org/
Sumber: http://pdskji.org/

Situasi tersebut dialami para responden pada separuh waktu dan hampir sepanjang hari dalam dua minggu terakhir. Tidak hanya itu, Lahargo mengatakan sekitar 80 persen responden mengalami trauma psikologis terkait Covid-19.

"Sebanyak 80 persen orang memiliki gejala stres pascatrauma psikologis karena mengalami atau menyaksikan peristiwa tidak menyenangkan terkait COVID-19. Dari responden yang mengalami trauma psikologis tersebut, 46 persen mengalami gejala berat, 33 persen gejala sedang, 2 persen gejala ringan, dan 19 persen tidak ada gejala."

Gejala stres setelah trauma paling menonjol adalah merasa berjarak dan terpisah dengan orang lain, dan terus dihantui perasaan awas, berhati-hati, dan berjaga-jaga. Selain itu, merasa seperti mati rasa, mudah kesal dan amarah gampang meledak, sulit tidur, hingga gangguan konsentrasi.

Sumber: http://pdskji.org/
Sumber: http://pdskji.org/

Memang patut diteliti lebih jauh fakta di atas. Di antaranya mencari tahu sebab utama berbagai masalah tersebut. Apakah semata-mata karena kekhawatiran tertular Covid-19, takut meninggal dan kehilangan anggota keluarga, atau tersebab dampak turunan pandemi seperti ancaman PHK, penurunan pendapatan, hingga ketidakpastian di masa depan, termasuk setelah pandemi?

Namun demikian, ada satu hal yang bisa dikonklusi. Pandemi ini memang memberikan dampak luas. Menjadi pemicu "multiple stress" pada kehidupan banyak orang.

Melansir Kompas.com (10/05/2020), Asisten Direktur di Pusat Studi Stres Traumatis Uniformed Services University of the Health Sciences AS, Joshua Morganstein, M.D. mengatakan ketidakpastian tersebab pandemi membuat emosi seseorang gampang terganggu.

Bagi sebagian orang, kecemasan dan stres bisa mengganggu kesehatan mental. Apalagi bila orang tersebut memiliki riwayat gangguan kecemasan, depresi, serangan panik, atau gangguan obsesitf kompulsif.

Tidak sampai di situ. Ketidakpastian dalam jangka panjang bisa memicu gangguan stres pascatrauma (PTS). "Stres bisa menjadi sesuatu yang traumatis saat kita merasa tidak mampu mengatasinya," tandas profesor epidemiologi psikiatrik di Harvard TH Chan School of Public Health, Karestan Koenen, Ph.D

Bila stres tidak diatasi maka akan berdampak lanjut. Mulai dari urusan pekerjaan dan relasi sosial yang terganggu, hingga mempertaruhkan kesehatan seseorang. Dalam jangka pendek, bisa mengganggu sistem daya tahan tubuh hingga sistem pencernaan. Migrain, penyakit jantung, stroke, diabetes, depresi, hingga masalah tekanan darah tinggi di masa depan.

Apakah Anda salah satu yang mengalami kondisi di atas? Bagaimana Anda mengatasi dan menyelesaikannya?

Lebih dari normal baru

Fakta pandemi yang berdampak pada kondisi psikis di satu sisi dan kebutuhan untuk mengatasi tekanan tersebut di sisi berbeda, maka keberadaan bukber virtual terasa penting. Beberapa alasan bisa dikemukakan lebih jauh.

Pertama, setiap orang tentu ingin bertemu dengan lingkungan yang akrab dan menyenangkan. Silaturahmi, melepas kangen, berbagi pengalaman dengan dan mendapatkan hal serupa dari teman, hingga sekadar mendapatkan suasana gembira. 

Bila sebelumnya digelar secara "offline" maka kini bisa didapatkan secara "online." Walau pertemuan terjadi dalam rupa berbeda namun berinteraksi sudah menjadi sebuah kebutuhan yang lebih atau kurang bisa dicukupkan secara daring. Apalagi terjadi di momen khusus seperti bulan Ramadan.

Kedua, Ikhsan Bella Persada, M.Psi., melansir klikdokter.com (15/5/2020), mengatakan bukber virtual bisa membantu menjaga kesehatan mental saat pandemi.

"Selama karantina ini kita sering sendirian, ya, dan jarang berinteraksi. Kalaupun berinteraksi, paling hanya dengan anggota keluarga dan rekan kantor, yang diomongin juga pekerjaan," ungkap sang psikolog.

"Kalau bukber, yang kita ajak berinteraksi kan bukan cuma teman kantor, tapi juga teman sekolah dan kuliah dulu. Kalian jadi bisa sharing  pengalaman menarik, ya, update kehidupanlah pokoknya," sambungnya.

Pentingnya manajemen stres selama pandemi, di antaranya dengan berbagi cerita via bukber virtual: https://covid19.go.id/
Pentingnya manajemen stres selama pandemi, di antaranya dengan berbagi cerita via bukber virtual: https://covid19.go.id/

Dengan demikian, bukber virtual menjadi momentum meningkatkan emosi positif dan menghilangkan rasa kesepian, alih-alih membiarkan diri dirongrong emosi negatif.

Kesepian dan kejenuhan yang diatasi melalui bukber virtual membuat semangat dan kegembiraan bisa terpancar kembali. Dengan tetap mengedepankan "physical distancing" tali silaturahmi pun tetap terjaga.

Untuk itu, perlu mengupayakan bukber virtual sebagai kesempatan yang menyenangkan dan berkesan. Beberapa hal perlu diperhatikan. Pertama, mengawali dengan saling mengirim makanan, misalnya. Namun tanpa harus memberi tahu menu makanan yang dikirim. Menu tersebut baru dibuka saat waktu berbuka tiba. Tentu akan melecut keterkejutan yang membangkitkan kegembiraan.

Kedua, mengemas bukber virtual tidak semata-mata urusan makan dan minum. Lebih dari itu menyisipkan game seru yang bisa dimainkan bersama secara virtual. Salah satu permainan yang bisa dicoba adalah Trivia Quiz. Berisi pengetahuan umum dengan tema bervariasi, tidak hanya film, bisa juga musik, politik, atau isu-isu menarik lainnya.

Selain itu, bisa memainkan sejumlah model permainan tebak-tebakan seperti tebak gambar (pictionary), tebak kata, tebak omongan, tebak lagu, hingga tebak emoji. Teknologi yang semakin maju membuat upaya untuk mendapatkan dan mengemas sejumlah permainan virtual tak lagi sukar.

Permainan tebak gambar bisa mengisi bukber virtual: www.dbs.com
Permainan tebak gambar bisa mengisi bukber virtual: www.dbs.com

Ketiga, memperhatikan sejumlah hal teknis lain yang tak kalah penting.  Mulai dari menentukan jadwal yang disepakati bersama, aplikasi video call yang dirasa nyaman dan bisa menangkup semua kepentingan dan kebutuhan, hingga menyepakati dress code  tertentu untuk membuat suasana bukber virtual semakin berkesan.

Saat ini tersedia berbagai pilihan aplikasi panggilan video seperti Zoom, Google Hangouts, dan Skype.

Hal penting lainnya adalah memastikan koneksi internat terjamin dan kuota tercukupi. Untuk itu amat penting mempersiapkan hal-hal teknis ini sebelum bukber virtual digelar. Pada akhirnya penting untuk mempersiapkan rangkaian acara secara baik dan memastikan berlasung secara lancar. Menutup dengan foto bersama adalah pilihan yang baik.

Ilustrasi wanita sedang memilih baju: Shutterstock
Ilustrasi wanita sedang memilih baju: Shutterstock

Keempat, mengingat ini menjadi momen yang ditunggu-tunggu maka perlu menciptakan suasana yang membuat semua orang merasa berarti. Jangan sampai ada yang terpinggirkan. Penting memberi kesempatan kepada semua orang untuk terlibat. Bila bukber virtual bertujuan untuk memuaskan kangen maka sebaiknya semua orang mendapat kesempatan untuk berbagi.

Jangan sampai pada akhirnya bukber virtual tidak menjadi wadah yang menyenangkan untuk melepas penat dan stres, tetapi malah mendatangkan persoalan baru. 

Pada akhirnya, harus disadari bukber virtual bisa dipakai untuk banyak kepentingan. Tidak hanya terikat pada ikatan nonformal  (antara sesama rekan kantor, teman angkatan, anggota suatu organisasi, dll) yang memungkinkannya digelar secara lentur. Tetapi juga yang melibatkan jaringan relasi yang formal (misalnya suatu lembaga atau organisasi tertentu dengan kelompok wartawan atau blogger). Tentu untuk jenis kedua pengemasannya tergantung pihak penyelenggara atau sponsor.

Namun, ada satu hal yang pasti.  Bukber virtual sudah menjadi bagian dari normal baru di bulan Ramadan di tengah pandemi.  Hanya saja, kita perlu waspada. Jangan sampai normal baru yang bakal menjadi  sesuatu yang normal itu jatuh pada rutinitas. Sesuatu yang dibuat karena memang patut dibuat, atau dibuat karena mengikuti orang lain berbuat demikian, tanpa merasakan dampak atau manfaatnya. 

Tetapi saya yakin, di tengah situasi sulit ini, bukber virtual tetap bermakna. Ia lebih dari sekadar normal baru.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun