Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Menanti Klimaks 4 Jagoan Indonesia di Final Indonesia Masters 2018

28 Januari 2018   00:37 Diperbarui: 28 Januari 2018   11:40 1799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerbang masuk menuju Istora/dokpri

Sejak pertama kali dihelat pada 2010 di Samarinda, Indonesia tidak pernah kehilangan muka di tanah air sendiri dalam ajang Indonesia Masters. Sebagai tuan rumah Indonesia minimal meraih satu gelar. Pada edisi terakhir dua tahun silam, lantaran tahun lalu batal digelar, Indonesia mampu meraih dua gelar masing-masing dari ganda putra oleh Marcus Gideon dan Kevin Sanjaya serta ganda campuran Ronald Alexander dan Melati Daeva Oktavianti.

Tahun ini tuan rumah berpeluang meraih lebih banyak gelar setelah mengirim empat wakil ke partai final. Pencapaian ini patut diapresiasi. Bukan karena faktor tuan rumah yang membuat para pemain Indonesia lebih diuntungkan melainkan semata-mata karena perjuangan dan kualitas permainan yang ditunjukkan.

Berbeda dengan edisi-edisi sebelumnya, tahun ini tingkat persaingan semakin tinggi mengingat semua pemain terbaik dunia turut serta. Meningkatnya level Indonesia Masters menjadi Super 500 atau menjanjikan poin setara super series BWF menjadi daya tarik utama. Selain nama-nama beken seperti Lee Chong Wei, Akane Yamaguchi, Mathias Boe dan Carsten Mogensen dan Chris Adcock dan Gabrielle Adcock yang batal tampil, para pemain top lainnya turun gunung pada turnamen yang menyediakan total hadiah 350 ribu USD ini.

Tak heran kelolosan empat wakil itu menjadi pencapaian tersendiri bagi bulu tangkis Indonesia. Mereka mampu menyingkirkan para pemain unggulan untuk menginjak partai puncak. Menariknya, keempat wakil tersebut merupakan yang terbaik di setiap nomor. Anthony Ginting di nomor tunggal putra, Marcus Gideon dan Kevin Sanjaya di ganda putra, Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir di ganda campuran serta harapan baru di ganda putri, Greysia Polii dan Apriyani Rahayu.

Saya menjadi satu dari ribuan penonton yang datang menyaksikan secara langsung partai semi final di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (27/01/2018). Istora Senayan yang baru saja dipugar terlihat lebih cantik. Tidak hanya tampilan luar, isi dalam pun mendapat sentuhan perbaikan. Penggunaan lampu LED yang terlihat lebih terang dan tak bikin panas para pemain membuat para penonton bisa lebih leluasa menangkap setiap detail aksi para pemain di dalam lapangan. Nuansa merah mendominasi lapangan dan area di sekelilingnya. Sementara itu deretan kursi "single seater" berwarna perak senada dengan warna tembok dan lantai pada umumnya.

Tampilan dalam Istora/dokpri
Tampilan dalam Istora/dokpri
Tidak hanya itu para penonton juga tak merasa gerah saat harus beraksi memberi dukungan. Pendingin ruangan yang menempel di beberapa titik benar-benar memberikan hawa dingin maksimal. Bahkan saat penonton semakin sedikit sungguh terasa dinginnya.

Arena yang semakin kekinian benar-benar berpelukan dengan kiprah para bintang di lapangan pertandingan. Teriakan "Indonesia...Indonesia" yang berpadu dengan pukulan balon-balon stik semakin menyemarakkan suasana. Istora bergemuruh hebat saat lima wakil Indonesia beradu mempertebutkan tiket final. Hasilnya? Maksimal pula. Empat wakil berhasil melangkah ke partai puncak dengan salah satunya harus memainkan "perang saudara."

Senioritas Owi dan Butet

Babak semi final dibuka dengan pertarungan antara dua pasangan ganda campuran terbaik Indonesia. Owi/Butet, sapaan Tontowi dan Liliyana harus meladeni juniornya Praveen Jordan dan Melati Daeva Oktavianti. Pertandingan antarrekan sepelatnas ini berjalan cukup menarik, terutama di game pertama.

Kedua pasangan saling kejar mengejar angka. Smash-smash keras diperagakan Praveen dan Owi dari masing-masing kubu. Sementara Butet saling beradu kecepatan dan penempatan bola di depan net dengan Melati. Game pertama sempat terjadi "deuce" sebelum dimenangkan Owi/Butet dengan skor 22-20.

Di game kedua Owi dan Butet benar-benar menunjukkan kelasnya. Sebagai unggulan pertama, keduanya menunjukkan diri sebagai pasangan yang lebih berpengalaman. Mereka tahu bagaimana mematikan lawan termasuk mengembalikan kepercayaan diri dan performa saat tertinggal. Pada titik ini terlihat perbedaan antara Praveen dan Owi. Owi tidak hanya memiliki pukulan yang keras, sebagaimana halnya Praveen, tetapi juga akurat, mampu menguasai lapangan dengan baik termasuk saat bermain di depan. Praveen masih belum lepas dari kesalahan atau error. Meski Owi/Butet akhirnya menutup pertandingan straight set dengan skor 22-20 dan 21-17, Jordan dan Melati telah berusaha memberikan perlawanan terbaik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun