Mohon tunggu...
Charisma Dina Wulandari
Charisma Dina Wulandari Mohon Tunggu... Public Relations Specialist

Experienced in Public Relations with a background in diverse industries such as startups, consulting, government and multinational company. Skilled in Media Monitoring, Media Analysis, Media Relations, Content Writer, Content Planning, Social Media Handling, Communication Campaign, Strategic PR Plan.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Sayap Rapuh yang Tetap Terbang

23 Mei 2025   23:16 Diperbarui: 23 Mei 2025   23:16 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Charisma Dina Wulandari

"Tak semua perempuan punya privilese. Tapi banyak perempuan punya keberanian untuk bertahan dan melangkah, bahkan saat sayapnya sudah hampir patah."

Di tengah dunia yang terus bergerak cepat, banyak perempuan hari ini berdiri di persimpangan antara impian dan realitas. Tak semua lahir dalam kemewahan. Tak semua memiliki sistem pendukung yang utuh. Tapi ada satu kesamaan yang begitu menyentuh, mereka tetap berjalan, tetap terbang, meski dengan sayap yang rapuh.

Saya menulis ini bukan hanya untuk mereka, tapi juga untuk diri saya sendiri, perempuan yang memilih berdiri, bahkan ketika tak ada yang menawarkan tangan.

Saya kuliah S2 sambil bekerja penuh waktu. Semua biaya saya tanggung sendiri, dari uang kuliah, uang publikasi jurnal ilmiah, hingga kebutuhan harian. Bukan karena saya ingin pamer kemandirian, tetapi karena itulah satu-satunya jalan yang realistis untuk terus maju.

Namun anehnya, justru keberanian untuk berdiri sendiri sering kali memunculkan ketidaknyamanan di hati orang lain. Ada yang menjauh, ada yang bersikap dingin, bahkan ada yang merasa terancam oleh langkah perempuan yang memilih untuk mandiri.

Padahal kita hanya ingin hidup dengan jujur.
Tanpa topeng. Tanpa drama. Tanpa mengemis perhatian.

Di tengah masyarakat yang masih lekat dengan standar tradisional, perempuan mandiri sering kali dipersepsikan secara keliru. Dibilang terlalu ambisius. Dituduh sok kuat. Bahkan ada yang enggan menyapa, seolah pencapaian kita menjadi cermin dari kelemahan mereka sendiri.

Tak sedikit pula yang sinis, seolah berkata, "Untuk apa capek-capek kalau akhirnya kamu sendirian juga? Untuk apa perempuan mengejar pendidikan kalau ujung-ujungnya di dapur?"

Padahal yang kita butuhkan bukan validasi, bukan pengakuan, apalagi persetujuan. Yang kita butuhkan adalah ruang untuk tumbuh, dengan cara dan kecepatan kita sendiri.

Perempuan yang kuat bukan berarti tidak pernah lelah. Kami juga menangis. Kami juga kecewa. Kami juga ingin dimengerti.

Tapi kami memilih untuk tetap bangun, tetap bekerja, tetap belajar. Bukan karena kami ingin lebih dari yang lain, tapi karena kami ingin tidak bergantung pada siapa pun. Karena pada akhirnya, yang paling bisa menyelamatkan kita adalah langkah kita sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun