Greg termenung di sudut cafe yang baru buka. Barista dan waiters masih sibuk menyiapkan pernak-pernik untuk menjamu para tamu yang diharap akan datang sepanjang hari nanti. Lantai yang baru di pel pun belum juga kering sempurna. Aroma pewangi masih menguar diterpa sinar matahari yang masuk menembus beberapa celah jendela dan dedaunan. Greg duduk bersandar sembari memandang langit-langit yang di cat warna hitam dan besi-besi saling melintang sebagai hiasan.
Tas, ponsel, dan dompet tergelatak begitu saja di meja kecil dihadapannya. Mengisi waktu menunggu, Greg tertarik dengan tumpukan majalah di sampingnya. Diambilnya satu majalah yang tampak lecek, dengan niat tak sungguh-sungguh ingin membacanya. Lembar-lembaran majalah itu dibuka sekenanya. Hingga pada satu halaman pandangannya terhenti. Mendadak Greg tampak serius menelusuri kata demi kata, kalimat-kalimat di lembaran majalah itu dibacanya dengan seksama.
Tampak judul tulisan di lembar majalah itu "Cinta Platonik, Menuju Cinta Sejati". Greg serius membaca dalam beberapa posisi duduk berganti-ganti. Dari menunduk ogah-ogahan, lalu tegak serius, hingga bersandar santai. Beberapa saat lamanya Greg asyik menekuni halaman majalah yang semula tak diniatkan membaca itu. Awalnya hanya mencari kesibukan, mengalihkan kegelisahan sambil menunggu kopi yang ia pesan tiba di mejanya.
"Ini yang kubutuhkan. Akhirnya kutemukan argumentasi yang dapat menjelaskan tentang rasa yang selama ini mengganggu", batin Greg sambil masih bersandar di sofa di ujung cafe.
***
Greg memutar kenangannya pada peristiwa tiga bulan silam. Di satu sore, setelah panggilan video Greg dimatikan semena-mena oleh R dengan alasan yang tak sepenuhnya dimengertinya.
"Harusnya kalau tak mau dihubungi kan tinggal cuekin aja, gak usah dipencet tombol hijau itu kalau sekejap kemudian dimatikan!" pekik Greg kesal sendiri. "Gak jelas...."
Kemudian Greg memutar pula ingatannya saat dirinya bertemu dengan R di cafe siang hingga sore itu. "Jelas-jelas sepanjang waktu itu dia tampak menikmati seluruh obrolan dalam pertemuan itu, tapi kenapa sesampainya di rumah langsung kirim pesan marah-marah. Pake nuduh mesum segala. Padahal selain salaman, tak ada sedikit pun aku menyentuhnya". Greg membela diri.
Lamunan Greg terhenti saat mba waiters datang mengantarkan pesanannya. Setelah berterima kasih, Greg langsung mengambil gelas dan menyeruput kopi tubruk pesanannya. Sebatang kretek dinyalakan, lalu asapnya dihembuskan. Asap mengepul di bawah lampu gantung sudut cafe dengan tudung berwarna abu-abu itu.
Sejenak Greg galau. Antara mau melanjutkan lamunannya yang terjeda atau melanjutkan membaca tulisan di majalah yang masih berada dipangkuannya.