Mohon tunggu...
Chanank C
Chanank C Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa...

penulis freelance

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

mBatu Tolak Dana Desa, "Ku Pikir itu Hebat"

29 April 2016   09:14 Diperbarui: 29 April 2016   17:35 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

detik.com

Ketika pertama kali mengetahui bahwa Kota Batu merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang menolak dana desa, sepintas aku berpikir, ini adalah sesuatu yang hebat.

Lalu, untuk memenuhi rasa penasaranku dan mencari jawaban, benarkah daerah kelahiranku ini hebat, maka kucari-cari argument apa yang mendasari penolakan itu.

Di berbagai media kutemukan pernyataan walikota Batu Eddy Rumpoko (ER) menyebut “Kalau daerah sudah bisa membiayai dengan mandiri, lalu dananya buat apa lagi? (BANGSAONLINE, 11 November 2015). Bahkan walikota ER terkesan sangat percaya diri ketika mengatakan, kalau sekarang kemampuan APBD dan kemampuan program sudah berjalan, dana dari pusat tidak dibutuhkan lagi.

Masih penasaran dengan alasan penolakan itu, kucari terus dan coba berkomunikasi dengan dulur-dulu di mBatu, dan dari salah satu sumber dikatakan  kalau ada kekhawatiran dari pemkot, bila dikucurkan dana yang lumayan besar nanti akan banyak desa yang tidak mampu menggunakan serta melaporkannya dengan baik. Pemkot Batu khawatir jika ditambah, malah membuat desa makin kesulitan. 

Argumen-argumen itu tidak lekas membuatku bangga, karena tidak kutemukan sesuatu yang hebat dibalik penolakan tersebut.


WONG MBATU YANG RUGI

Justru dari fakta akan sikap penolakan kucuran dana desa oleh pemkot Batu itu, sebenarnya yang paling dirugikan adalah warga kota mbatu itu sendiri.

Selain masih banyak yang patut kita catat atas penolakan tersebut:

Pertama, sikap dan keputusan pemkot Batu menolak dana desa ini adalah tindakan melawan hukum. Karena, seperti kita tahu bahwa dana desa itu adalah amanat dari Undang-Undang (UU no 6 Tahun 2014). Artinya, dengan penolakan itu pemkot Batu tidak menjalankan apa yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang, termasuk tidak melaksanakan apa yang menjadi tujuannya.

Kedua, mencermati penyataan walikota ER bahwa Batu sudah bisa mandiri, betulkah seperti itu yang kenyataannya? Padahal kita tahu bahwa desa-desa di Batu masih memerlukan pembangunan untuk lebih memajukan dan mensejahterakan warganya. Ini harus disadari bahwa pembangunan itu adalah sesuatu yang dinamis.

Ketiga, berkaitan dengan pernyataan sebelumnya, walikota ER menyebut “… lalu buat apa lagi dananya?” Sikap ER ini sejatinya mengingkari filosofi dari dana desa yang diharapkan warga desa merumuskan sendiri kebutuhan akan desanya, lalu mengimplementasikan sendiri pula dalam wujud pembangunan. Artinya, pembangunan yang menggunakan dana desa harus berjalan bottom up, bukan lagi top down, seperti yang tercermin dari pernyataan ER itu.

Keempat, kekhawatiran akan kemampuan warga desa membangun desanya sendiri, bukankah itu wujud ketidakpercayaan seorang walikota terhadap warganya. Menyoal hal ini, sebenarnya bisa dikatakan walikota ER / pemkot telah melakukan pelecehan terhadap kemampuan warganya. Seorang teman di Kementerian Desa berseloroh mengomentari ini, “masa wong mbatu kalah dengan orang-orang desa di pedalaman Papua atau di pelosok Nusa Tenggara yang lokasinya sangat jauh dari Ibu Kota Republik ini!”

Terakhir, penolakan dana desa ini akan berdampak pada penerimaan alokasi anggaran dari pusat lainnya, dan ini akan sangat merugikan bagi pemkot Batu khususnya, dan warga Batu pada umumnya.

Jadi, ternyata penolakan dana desa itu sama sekali bukanlah sesuatu yang hebat yang telah ditempuh oleh pemkot Batu.

Semoga dulur-dulur wong mBatu menyadari kekeliruan siakp dan keputusan ini. Dan apabila kelak sudah mau menerima dana desa itu, seyogyanya pergunakanlah sebaik-baiknya untuk mbangun Mbatu, demi kesejateraan wong mBatu, bukan untuk banca’an segelintir orang yang tidak punya nurani.

Smoga maju desaku... smoga makmur tanah kelahiranku....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun