Mohon tunggu...
Chaerunnisa Rahmatika
Chaerunnisa Rahmatika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Librocubicularist.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Menilik Permasalahan Petani, Naiknya Harga Pupuk hingga Ketidakmerataan Kartu Tani

6 Desember 2022   18:30 Diperbarui: 6 Desember 2022   18:33 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu kebun cabai di Desa Hegarmanah, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang. Foto: Chaerunnisa Rahmatika

Ayi Sukandi merupakan petani penggarap sekaligus ketua Gapokan dan ketua Mitra Air di Desa Hegarmanah, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang. Keputusannya untuk berhenti bekerja sebagai kuli bangunan membuat ia memutuskan untuk terjun ke dalam dunia pertanian. Sudah 12 tahun ia habiskan menjadi petani padi dan cabai. Selama menjadi petani, hambatan yang Ayi rasakan terletak pada kurangnya fasilitas yang tersedia, banyaknya hama saat menjelang panen, dan naiknya harga pupuk.

Meski hambatan yang dirasakan cukup banyak, Ayi mengaku jika pupuk menjadi hambatan utama yang paling berat ia rasakan. "Ya, masalah utamanya cuman satu, harga pupuk yang berat. Kalau bisa, pemerintah menurunkan harganya."

Tidak semua pupuk di subsidi oleh pemerintah. Pemerintah hanya memberikan subsidi sebanyak dua jenis pupuk, yakni Urea dan Phonska. Padahal petani tidak hanya membutuhkan dua jenis pupuk saja. Seperti pada tanaman cabai, Ayi mengatakan lebih dari dua jenis pupuk ia gunakan untuk tanaman cabai.

Kenaikan harga pupuk terjadi setelah pandemi mulai mereda. Kenaikan harganya pun tidak main-main. Sebagai contoh, harga pupuk MPK 16 16 yang berasal dari 500 ribu, kini menjadi 850 ribu. Bahkan pupu Orea yang saat itu menjadi pupuk termurah dengan kisaran harga 90 ribu, kini melonjak tinggi menjadi 135 ribu. Itu lah mengapa Ayi dan para petani lainnya mengeluhkan akan kenaikan harga pupuk tersebut.

Melansir dari Kompas.com, Wijaya selaku SVP Komunikasi Korporat Pupuk Indonesia mengatakan penyebab utama kenaikan harga pupuk dunia saat ini adalah krisis energi di Eropa. Situasi ini menyebabkan kenaikan harga gas, sehingga biaya pembuatan pupuk juga meningkat. Faktor lain yang menyebabkan harga pupuk meledak adalah larangan ekspor fosfat oleh China dan juga krisis shipping yang membuat biaya pengiriman menjadi sangat tinggi.

Berkaitan erat dengan permasalahan pupuk, kini pemerintah mengeluarkan sebuah upaya baru yang diharapkan menjadi era baru untuk mensejahterakan petani Indonesia. Upaya tersebut adalah subsidi pupuk melalui Kartu Tani. Mengutip dari Pertanian.go.id, Kartu Tani merupakan sarana akses layanan perbankan terintegritas yang berfungsi sebagai simpanan, transaksi, penyaluran pinjaman hingga kartu subsidi (e-wallet).

Beberapa benefit atau manfaat yang ditawarkan oleh Kartu Petani ini meliputi entri data satu kali, proses verifikasi online langkah demi langkah, transparansi, dan multifungsi. Ketersediaan data Kartu Tani yang lengkap dan akurat akan digunakan pertama kali sebagai dasar pengambilan kebijakan bagi Kementrian Pertanian. Kedua, transparansi penyaluran subsidi oleh sistem perbankan bagi Kementrian Keuangan. 

Ketiga, akuratnya data kebutuhan pupuk hingga ke tingkat pengecer bagi Pupuk Indonesia. Keempat, Bulog dapat memprediksi potensi panen di suatu daerah melalui pendataan pupuk bersubsidi yang disalurkan, sehingga dapat segera menerima hasil panen, mendapat pembiayaan penuh, dan membeli pupuk subsidi sesuai jumlah yang telah ditentukan bagi petani. Keuntungan kelima adalah dinas pertanian dapat mengetahui produktivitas lahan suatu daerah.

Meski benefit yang ditawarkan cukup banyak, ketidakmerataan pembagian Kartu Tani masih menjadi permasalahan yang dirasakan oleh para petani, khususnya oleh petani di Desa Hegarmanah. Seperti yang dirasakan oleh Ayi, meski ia seorang ketua dari kelompok tani, namun ia tidak mendapatkan kartu tersebut. "Bapak kan salah satu pengurus petani, tapi bapak Gak dapet Kartu Tani. Gatau gimana, ya paling minjem ke tetangga." Alternatif yang digunakan Ayi saat ini jika tidak mendapat Kartu Petani adalah meminjam ke tetangga yang sudah tidak bertani tapi masih tetap mendapatkan kartu.

Ketidak merataan ini juga dirasakan oleh sesama petani penggarap. Ia sudah pernah mengumpulkan beberapa data yang diminta untuk pembuatan kartu tani, namun sampai saat ini ia tidak mendapatkan kartu tersebut. E pun menyatakan jika bantuan pemerintah dalam mensejahterakan petani sudah cukup baik, namun ia tidak tahu dimana bantuan itu berada. "Ya, pemerintah mah gak salah. Katanya ada bibit, ada pupuk, dan lain sebagainya. Tapi gatau dimana itu mandeknya."

Ayi berharap jika harga pupuk dapat kembali ke harga yang terjangkau. Harga padi setiap tahunnya tidak stabil. Apalagi jika kekurangan pupuk, maka hasil yang akan didapat pun semakin berkurang. "Kalau bisa menggunakan pupuk organik seperti zaman dulu (daun-daunan, kotoran hewan) ya gak papa, tapi benih padi yang sekarang sudah beda lagi," tutur Ayi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun