Mohon tunggu...
Panca
Panca Mohon Tunggu... Lainnya - Selenophile

Hello

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Perlukah Mudik Tahun Ini?

26 April 2021   12:21 Diperbarui: 26 April 2021   12:22 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Aturan larangan mudik nampaknya sudah menjadi hal yang terprediksi, mengingat tahun 2020 tradisi ini sempat didorong paksa untuk tidak dilakukan akibat mewabahnya Pandemi COVID-19. Begitu pula tahun ini, di 2021, Negara kita masih dibayang-bayangi oleh Corona Virus - belum lagi teridentifikasinya varian baru yang memiliki strength lebih kuat dibanding dengan vaksin yang sudah telebih dahulu didistribusikan Astrazeneca misalnya. Maka tidak mengherankan jika pemerintah mengeluarkan pelarangan ini sekali lagi, seperti yang telah diberitakan -- pemerintah dengan bulat kembali menegaskan akan adanya pelarangan mudik tertanggal pada 6-17 mei 2021 baik perjalanan darat, laut, ataupun udara. Versi pemerintah, keputusan ini sudah menjadi keputusan paling tepat guna menekan angka petumbuhan kasus positive baru yang kemungkinan akan terjadi apabila tradisi pulang kampung tidak dilarang. Meskipun keputusan yang dikeluarkan telah melalui banyak pertimbangan tetapi, tidak banyak juga masyarakat yang tidak lapang menerima dengan berbagai alasan. Namun, memangnya apa saja sih dampak dari kebijakan ini? Lalu, bagaimana kita sebagai masyarakat menyikapi hal ini? Kedua hal itu akan saya bahas sebagai berikut.

Pertama-tama yang paling disoroti dari penolakan masyarakat tidak lain tidak bukan adalah tentang perekonomian -- sebagai dampak negative yang paling jelas dikhawatirkan apalagi para pekerja dari moda transportasi. Jika biasanya musim mudik adalah ladang menimbum isi kantong, kali ini lagi diharuskan untuk cukup gigit jari bahkan banyak dari mereka yang kedapatan masuk ke dalam circle per-PHK-an. Bukan hal yang mengejutkan sebenarnya karena peristiwa ini sudah lebih dulu terjadi seiring dengan kebijakan pandemic yang berimbas pada pengurangan pekerja -- pun dengan moda transportasi seperti kereta api ataupun bus dengan perjalanan lajur ke luar kota diharuskan di berhentikan selama tanggal yang telah ditetapkan. Selain para pekerja di lingkungan transportasi dan pebisnis moda tersebut, sedikitnya nilai jual saham dan nilai investasi juga terpengaruh akibat dengan adanya kebijakan ini. Meskipun begitu, kita juga tidak bisa menutup mata bahwa kebijakan yang dikeluarkan terlihat tidak seniat itu -- karena berbondong-bondong tempat rekreasi atau pariwisata di setiap daerah mengantongi izin untuk beroperasi. Hal ini berarti tidak menutup kemungkinan akan membuka peluang akan kasus baru.

Di samping itu, kebijakan pelarangan mudik ini sebenarnya memang sudah dipastikan akan membawa dampak positive dengan menekan bertambahnya angka kasus baru sebagai yang utama. Walaupun, sebagai perantau tidak melakukan ritual pulang kampung adalah sebuah ketidak lengkapan tapi mau dikata apa -- apabila hal yang kita lakukan malah akan berdampak begitu besar untuk keberlangsungan hidup orang banyak? Rasanya, tidak mudik untuk ketiga-kelima-ataupun ketujuh kalinya pun tak masalah. Bercermin dari tsunami COVID-19 gelombang kedua yang terjadi di India, sebegitu mengerikan lonjakan angka kasusnya bahkan sehari mampu mencapai 250.000 kasus belum lagi pada nyawa-nyawa yang melayang diakibatkan oleh sempat terjadinya perkumpulan dengan skala besar -- menjadikan Negara itu mengalami crisis oksigen dan rumah sakit yang tidak mampu menampung pasien-pasien itu setiap harinya. Maka dari itu, dengan adanya kebijakan ini secara langsung pemerintah dan masyarakat Indonesia menjauhi hal-hal yang tidak diinginkan.

Sebegitu pentingnya meminimalisir perlonjakan kasus baru. Melihat apa yang terjadi di India, begitu banyak asap bakaran dan permintaan bantuan supply oxygen dari Negara tetangga yang terliput di kanal YouTube CGTN America (April 26, 2021) -- membuat perspective bahwasannya 'Coronavirus' bukanlah hal lelucon konyol yang dapat dimain-mainkan, basa-basi, ataupun angin lalu. Ini tentang nyawa manusia yang menjadi taruhannya. Akibatnya, sudah seharusnya masyarakat menyikapinya dengan tangan terbuka -- pun dengan 'saya-anda-kami'  bersatu untuk menyelamatkan 'kita'.

Maka dari itu, pemerintah tidak tinggal diam menyikapinya. Dengan kebijakan yang dibuat pemerintah dan meskipun hal ini mengundang dampak negative yang begitu terasa 'demi menyambung hidup', kekhawatiran yang muncul akan lebih melegakan apabila kita tidak mengabaikan dampak positive pelarangan mudik itu sendiri -- demi 'keberlangsungan hidup' orang banyak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun