Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Analis aktuaria - narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan / Email: cevan7005@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Pertamax Naik, Apa yang Harus Dilakukan pada Kendaraan Kita?

13 April 2022   12:15 Diperbarui: 14 April 2022   11:15 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemotor mengisi sendiri BBM di SPBU. (KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Ya, dihitung-hitung, nilai dari semua manfaat tersebut tetap tidak bisa menutupi selisih harga jual dengan Pertamax sih. Yang pernah merasakan layanan ini mungkin bisa ikut berdiskusi di kolom komentar jika merasa bahwa sebenarnya dia lebih signifikan dari yang saya kira.

Pertamina bisa melakukan hal ini dengan keberadaan SPBU self-service alias swalayan yang terus bertambah. Hal itu jelas bukan barang baru, setidaknya saya sudah merasakannya sejak 2019 ketika masih sering mondar-mandir bareng kang ojol. Berkurangnya kebutuhan tenaga kerja yang tidak murah berarti beban operasional SPBU berkurang.

Sayangnya, ini melahirkan masalah baru. Tidak semua orang terbiasa dengan sistem swalayan, khususnya mereka yang baru pertama kali mengisi bensin setelah memiliki kendaraan baru. Berapa banyak bensin yang hendak dibeli ditentukan di awal untuk kemudian dibayar lunas, silakan buka tangki bensin sendiri, mengisinya sendiri, dan tutup sendiri.

Ini jelas musuh bagi kita yang sedang mengejar waktu dan menghadapi orang di depan kita antara kebingungan, santai-santai saja, atau membayar tunai. Ujung-ujungnya antrean akan tetap mengular dan akhirnya membutuhkan bantuan kang bensin. 

Kita juga lebih dituntut untuk memahami kendaraan kita sendiri, jika indikator bensin mencapai level tertentu maka berapa liter bensin yang harus diisi, bukan tinggal teriak "full tank ya Mas".

Apalagi mereka yang memang ingin untuk selalu dilayani oleh petugas, duduk manis di dalam mobil menunggu bensinnya terisi. Ini sih no comment ya, bahkan setelah bensin terisi baru sibuk berpikir mau bayar pakai apa dan taruh uangnya di mana. 

Jika tidak mau pusing isi bensin, naik ojol, taksi online, atau transportasi publik aja kali? Lebih irit lagi kan, tidak perlu mencicil dan merawat kendaraan. Jalan kaki atau naik sepeda juga boleh kalau bisa, selama sepedanya bukan Brompton juga.

Semogalah harga Pertalite tidak naik, atau bahkan dihapuskan ke depannya, tentu dengan stok yang senantiasa memadai. Maklum, harga bensin RON 89 di SPBU VIVO yang bulan lalu berada di Rp8.900 dan bulan ini jadi Rp12.400 alias lebih murah hanya Rp500 per liter dari varian RON 92 di SPBU yang sama. 

Sekarang, ketika baru Pertamax yang naik, jalanan macet dan tingkat keterisian transportasi publik sudah sedemikian padatnya.

Jika nantinya stok Pertalite sulit dicari atau harganya naik, bisa dibayangkan semakin padatnya transportasi publik dan harga kebutuhan akan naik. Kalau begini sih, lembur setiap hari asalkan bisa WFH terus di rumah juga oke deh (plus hustle culture demi sampingan lancar dan keadaan finansial tetap stabil seperti sebelumnya).

Ya, jika banyak orang terus-terusan WFH, tentu masalah transportasi akan berkurang ketika timbul masalah berikutnya bagi mereka yang terdampak secara ekonomi karena berkurangnya pangsa pasar sih. Belum lagi, tetap ada kelompok yang perlu berhadapan dengan pelanggan secara tatap muka sehingga tidak bisa WFH. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun