Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Analis aktuaria - narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan / Email: cevan7005@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Tiga Solusi Kreatif Meningkatkan Pendapatan Negara

28 Desember 2021   16:06 Diperbarui: 3 Januari 2022   11:15 1241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pendapatan negara. (sumber: psphotograph via kompas.com)

Ibu Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan negeri kita tercinta berbahagia. Target penerimaan pajak tahun ini berhasil terpenuhi per 26 Desember kemarin dan menjadi catatan positif mengingat kita masih berada dalam suasana pandemi COVID-19.

Serta hal serupa terakhir terjadi tiga belas tahun yang lalu. Akan tetapi, kita tentu tahu bahwa ini belumlah cukup karena sampai hari ini kita masih berutang.

Agar ke depannya kebutuhan kita terhadap utang bisa berkurang, kita mengetahui beberapa usaha Pemerintah untuk menambah pendapatan negara melalui pajak. 

Batal turunnya tingkat pajak korporasi, naiknya tingkat Pajak Pertambahan Nilai (PPN), naiknya batas atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pengenaan pajak atas fasilitas dinas, dan munculnya lapis baru pajak pendapatan, inilah solusi yang dilirik. 

Meskipun potensinya memang besar, hal ini berpotensi membuat keadaan ekonomi semakin sulit bagi semua kalangan dan negara ini menjadi kurang kompetitif di mata korporasi multinasional besar serta orang super kaya. 

Akan tetapi, PPNBM mobil baru sebesar nol persen mau dipermanenkan selama TKDN di atas delapan puluh persen?

Jelas Anda akan sama bingungnya dengan saya. Meskipun rencana penghapusan PPNBM mobil baru bersyarat itu memang berpotensi meningkatkan gairah industri otomotif dalam negeri, apa yang terjadi jika sektor sisanya justru mengalami penurunan kemampuan finansial baik di sisi individu maupun korporasi? 

Kantong Pemerintah memang berpotensi menebal, tetapi masyarakat kelas menengah dan bawah berpotensi semakin menangis bahkan hanya untuk menjalani hidup dari hari ke hari. Jika ada solusi yang lebih baik, ke depannya kita berharap tentu solusi ini bisa diterapkan.

Salah satu artikel yang belum lama ini saya baca di media tetangga mengusulkan pemberlakuan pajak warisan. 

Meskipun terdengar bagus untuk "merampas" paksa harta orang kaya dan mengurangi kesenjangan ekonomi, orang-orang kaya biasanya akan lebih pandai bersiasat untuk menghindarinya dan lagi-lagi yang menderita adalah kalangan ekonomi menengah ke bawah. 

Strategi ini bisa jadi juga akan membuat para "pemalas" mengurangi ambisinya untuk membesarkan usaha karena toh nantinya juga sebagian harus diserahkan ke negara.

Daripada membuat kalangan menengah bawah semakin sulit dan juga kalangan kaya menjauh dari Indonesia baik hanya aset dan usahanya saja maupun beserta individu dan kecerdasannya, mengapa Pemerintah kita tidak mempertimbangkan opsi-opsi berikut

Pajak tambahan atas kepemilikan rumah berukuran sangat besar

Pemerintah pernah beride untuk mengenakan pajak progresif atas kepemilikan properti yang ujung-ujungnya ditolak pengembang karena akan membuat bisnis mereka semakin sulit. 

Sulit dengan tanggungan pajak atas bank tanah yang dimiliki, sulit lagi menjual properti ketika mereka yang memiliki uang adalah orang-orang kaya. Meskipun demikian, sebenarnya Pemerintah masih punya siasat untuk menggali pajak tambahan dari kepemilikan properti.

Pertama, mengenakan pajak tambahan untuk kepemilikan rumah dengan luas bangunan lebih dari 180 meter persegi. Rinciannya begini, pasangan suami istri di mana mereka berdua adalah anak tunggal tentu berusaha agar orang tuanya bisa selalu dekat bersamanya. 

Bersama dengan dua orang anak dan satu asisten rumah tangga, total ada sembilan orang yang ingin disatukan dalam satu rumah jika memungkinkan. Nah, standar rumah sehat itu memberikan ruang sepuluh meter persegi per orangnya dan kalau dikali sembilan ya jadi 90.

Mereka berhak atas sedikit kenyamanan lebih sampai batas dobel, tetapi jika terlalu berlebih itu berarti tanahnya juga sangat besar dan bisa jadi rumah ini menimbulkan konsumsi listrik dan air yang berlebih pula. 

Misalnya, untuk menjaga rumah tetap adem, luas bangunan yang lebih besar tentu membutuhkan pendingin ruangan lebih banyak. 

Belum lagi kalau mereka membangun kolam renang dan berbagai fasilitas lainnya yang itu pun bisa jadi jarang dipakai dan sebenarnya mereka masih bisa menggunakan fasilitas berbayar di pasaran.

Jika memang mau memiliki properti lebih, mungkin lebih baik beli rumah lain, ruko, tanah, atau jenis properti lainnya. Meskipun memang berpotensi membuat masyarakat kelas menengah bawah semakin sulit mendapatkan properti, tetapi harganya saat ini saja sudah sulit mereka kejar. 

Nah, ketika properti ini dibeli oleh orang-orang kaya dan tidak ditinggali, paling tidak mereka bisa menyewakannya dengan harga murah kan?

Pajak tambahan untuk gadget berspesifikasi tinggi

Ide Pemerintah untuk mengenakan cukai pada produk minuman manis demi menambah pendapatan negara sekaligus mengendalikan pola makan yang kurang sehat mendapatkan pro dan kontra di masyarakat. 

Seandainya nanti gagal, Pemerintah bisa melirik untuk membuka kembali peluang memberlakukan PPNBM ke ponsel pintar berspesifikasi tinggi dan diperluas ke gadget lainnya yang sesuai. 

Tujuannya juga bagus, mengurangi intensitas gaming dan hal-hal online lainnya yang kurang baik untuk kesehatan mata dan sosial serta menjaga dompet mereka yang berjiwa BPJS (budget pas-pasan jiwa sosialita) supaya sekalian menjauhi gadget ini.

Kemungkinan termudah jelas dikenakan terlebih dahulu untuk smartphone. Meskipun bisa saja benda ini juga digunakan untuk membuat konten dan mencari uang, menurut saya Anda tidak harus membeli ponsel flagship dengan penampilan mewah juga kan? 

Misalnya, kini sudah tersedia beberapa tipe ponsel dengan Qualcomm Snapdragon 888 yang dihargai di bawah Rp10 juta. Artinya, untuk mendapatkan ponsel berperforma terbaik, rasanya Anda tidak perlu membeli ponsel dengan harga sampai Rp30 jutaan seperti iPhone 13 Pro Max.

Penetapan standar mungkin lebih sulit untuk komputer tablet, laptop, apalagi desktop yang bisa saja dibeli bagian perbagian untuk dirakit. 

Perangkat berspesifikasi tinggi bisa saja memang benar-benar diperlukan baik untuk penggunaan industri maupun pendidikan sehingga jangan sampai batas ditetapkan terlalu rendah dan membatasi kemajuan IPTEK. 

Akan tetapi, jangan sampai batasnya juga terlalu tinggi sehingga kita gagal mengendalikan peningkatan konsumsi listrik demi mining uang kripto.

Ya, jika Pemerintah tertarik dengan ide ini, baiknya dibentuk komite independen berisi orang-orang yang memang berkompeten untuk menilai kecukupan performa gadget. 

Pemerintah tidak perlu terlalu khawatir bahwa akan ada penyelundupan gadget karena ponsel dan tablet ilegal pastinya akan terhalang untuk terhubung dengan koneksi seluler secara langsung, sedangkan komputer ilegal yang harganya mahal dan tidak memiliki garansi resmi tentu jadi kurang menarik bagi banyak pelanggan. 

Mau tidak mau akan muncul dampak bagi industri perakitan dan distribusi ponsel dalam negeri, tetapi tetap saja dampak yang lebih besar akan dirasakan oleh produsen gadget kelas atas yang bukan berasal dari dalam negeri. 

Demi bisa bersaing, mereka harus pintar-pintar mengeluarkan produk bagus dengan harga terjangkau, memangkas marjin profit, dan yang diuntungkan adalah konsumen kita juga.

Pajak tambahan untuk mereka yang membiarkan uangnya menganggur di bank atau berinvestasi aset keuangan di luar negeri

Uang itu diperoleh untuk menggerakkan kembali daya beli di masyarakat. Jika uang dikonsumsi dalam taraf yang tepat, mereka yang menguasai ilmu ekonomi tentu tahu akan adanya multiplier effect yang membuat perekonomian negara lebih sejahtera. 

Apa yang terjadi jika uang berlebih malah dibiarkan menganggur di bank dan pemiliknya hanya menunggu kedatangan bunga?

Menempatkan uang di bank memang memampukan bank untuk menyalurkan lebih banyak kredit dan banyak uang di sana memungkinkan penurunan suku bunga kredit. 

Saat yang sama ada saja perusahaan membutuhkan modal jumbo dari pasar modal dan sebisa mungkin tentunya diserap oleh investor domestik agar tidak "dijajah" kelak oleh pihak asing. 

Mengapa uang tersebut tidak digunakan untuk berinvestasi di pasar modal alias menyediakan modal bagi perputaran usaha di sektor selain perbankan?

Solusinya, bagi wajib pajak yang kasnya bukan merupakan titipan orang lain (misalnya perusahaan asuransi, manajemen investasi, dan bank), mereka perlu dirangsang untuk tidak menyimpan uang terlalu banyak di bank. Caranya? 

Memberlakukan tarif progresif pajak bunga sebesar lebih dari dua puluh persen jika satu wajib pajak memiliki simpanan lebih dari Rp2 milyar di satu bank, alias melebihi batas penjaminan LPS. 

Meskipun memang bisa diakali, hal ini pun baik untuk memeratakan dana pihak ketiga antarbank. Lagipula, jika uangnya sangat banyak, memecahnya ke banyak bank menjadi lebih sulit kan?

Kebijakan ini bukannya tidak berpotensi gagal karena investor malah tertarik membeli aset kripto dan aset keuangan lainnya di luar negeri. 

Kalau urusan aset kripto penyelesaiannya cukup mudah, tetapi juga tidak boleh menghambat kreator NFT dalam negeri yang menjajal peruntungannya di sana. 

Saran saya, transaksi deposit ke marketplace uang kripto dengan nilai lebih dari Rp60 juta (kurang lebih setara 1 koin Ethereum) dikenakan cukai sebesar 3%. 

Transfer uang ke luar negeri untuk rekening perseorangan juga bisa dikenakan cukai tambahan sebesar 3% jika nilainya melebihi Rp60 juta dan demikian pula otoritas terkait perlu pandai-pandai mencari akun virtual yang dijadikan perantara untuk mengirim uang ke luar negeri (misalnya untuk topup deposit transaksi saham luar negeri seperti GoTrade yang sering saya dengar di YouTube itu).

Ya, saya bingung mengapa Pemerintah memilih untuk menambah pendapatannya dengan cara-cara yang justru mengurangi daya saing investasi di Tanah Air dan menambah sulit kalangan ekonomi menengah ke bawah melalui sulitnya naik gaji dan bertambahnya pengeluaran tahunan. 

Padahal, Pemerintah bisa menambah pendapatannya sambil mengurangi konsumerisme berlebihan demi berkurangnya arus kas keluar dari negeri ini dan juga pemborosan secara finansial. 

Terserah sih Pemerintah mau berbuat apa, tetapi semoga tetap memerhatikan kesejahteraan rakyat kecil dan efektif dalam mencapai sasaran baik bagi kesejahteraan APBN maupun kehidupan rakyat tercinta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun