Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Menangkap Peluang Kuliah dan Bekerja dari Rumah lewat Tethering, Mengapa Tidak?

27 Agustus 2021   23:54 Diperbarui: 3 September 2021   15:45 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ruang kerja di rumah selama Work From Home. (sumber: SHUTTERSTOCK via kompas.com)

Setahun lebih pandemi COVID-19 masih berlangsung, demikian pula dengan kegiatan belajar dan bekerja dari rumah. 

Bagi yang belum pernah menjalaninya, hal ini terdengar cukup menyenangkan karena tidak perlu bangun terlalu pagi apalagi sampai subuh-subuh, membuang banyak waktu di jalan untuk bermobilitas, dan bisa menikmati makan malam bersama keluarga di rumah. 

Hari Minggu pun bisa dinikmati dengan tenang, karena tidak perlu khawatir Senin pagi akan bangun terlambat.

Akan tetapi, kenyataan memang tidak semudah itu. Pertukaran pikiran melalui pertemuan tatap muka dengan pertemuan daring bermodalkan kamera dan mikrofon itu membutuhkan waktu yang berbeda untuk dipahami dengan baik oleh kedua pihak. Pelajar dan pekerja pun banyak menghadapi lembur.

Walaupun beraktivitas dari rumah tidaklah mudah, jangan lewatkan peluang karenanya selama masih ada

Meskipun demikian, kehidupan di rumah ini menghadirkan peluang yang tidak boleh disia-siakan. Dengan modal yang tidak besar dan tidak perlu keluar rumah karena hanya mengandalkan koneksi internet.

Banyak peluang untuk mengembangkan diri yang masih bisa dimanfaatkan sebelum akhirnya kita kembali ke kehidupan normal yaitu bermobilitas seharian penuh di luar rumah.

Mencari pekerjaan sampingan, siapapun bisa mengerjakannya di waktu luang

Foto: Pixabay (@mohamed_hassan)
Foto: Pixabay (@mohamed_hassan)

Menurut lembaga survei Alvara Research Center, proporsi dari mereka yang berselancar di dunia maya, mengakses jejaring sosial, dan melakukan video streaming cukup signifikan. 

Hal ini menjanjikan peluang emas bagi kaum kreatif yang dapat melahirkan konten berkualitas dan tetap menarik. Dengan bermodal perangkat pintar yang sudah dimiliki dan koneksi internet, pundi-pundi rupiah bisa diperoleh baik dari hadiah lomba, pendapatan iklan AdSense, sampai kerja sama penempatan konten. 

Baiknya lagi, fleksibilitas terkait waktu penyusunan dan topik serta bentuk konten yang disusun memungkinkan siapapun untuk berkecimpung di sini, mulai dari kalian yang masih bersekolah sampai para pekerja.

Jika menginginkan pendapatan yang lebih pasti, kalian dapat melirik situs pekerjaan lepas. Di sini, kalian bisa menawarkan berbagai jasa yang sesuai terhadap kemampuan kalian. Setelah menemukan pelanggan dan tarifnya pas, kalian bisa mulai memenuhi kebutuhan mereka.

Menambah kemampuan diri melalui kursus daring

Bagi mahasiswa, mempersiapkan diri menuju dunia kerja juga penting, khususnya di era persaingan global yang semakin ketat. 

Belajar, baik secara otodidak melalui buku dan situs tutorial yang bisa diakses secara gratis, maupun kursus online yang menyediakan layanan bersertifikat dengan harga terdiskon, banyak dipilih oleh para mahasiswa khususnya mereka yang berada di tahun akhir. 

Kegiatan work from home juga memungkinkan mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman berkarir melalui kegiatan magang jarak jauh di manapun mereka berada, masih ditambah sedikit uang saku. Kegiatan penelitian berbasis analisis data juga cukup menarik dan beberapa pihak menyelenggarakan kompetisi terkait dengan hadiah yang tidak main-main.

Bagaimana dengan kita yang sudah bekerja? Tetap penting untuk menambah kemampuan diri. Beberapa rekan saya memilih untuk mengeluarkan uang demi mengikuti kursus online bersertifikat, misalnya kursus multidisiplin di edX atau kursus spesialis analisis data di DataCamp. Saya sendiri lebih memilih untuk mengunduh bahan bacaan dan membaca tutorial untuk belajar secara otodidak.

Bekerja keras, tetapi hidup tetap bahagia

Ketika dua peluang diatas dijemput, itu artinya kita akan memutar otak kita lebih dari biasanya. Jadi, kita juga perlu memastikan diri kita tetap bahagia. 

Selama berada di rumah dan sambil menunggu pandemi COVID-19 ini berakhir, hal-hal ini bisa kita lakukan agar mood senantiasa bahagia dan siap melahap pekerjaan sehari-hari serta menjemput peluang tambahan yang ada.

Menikmati hiburan sebagai pembangun mood untuk memulai dan menutup hari

Foto: Unsplash (@neonbrand)
Foto: Unsplash (@neonbrand)

Bangun pagi dalam kondisi prima bukanlah hal yang mudah dicapai. Tidur larut malam dengan beban pikiran yang terus terngiang sepanjang malam seringkali membuat kita bangun dalam kondisi mengantuk, sakit kepala, dan tidak bersemangat untuk menghadapi hari. 

Begitu juga ketika kita terpuruk dan ingin segera mengubah keadaan atau memiliki waktu luang dan ingin tidur, tetapi kita tidak bisa langsung mewujudkannya.

Kondisi hati dan pikiran yang tidak prima sehingga hari menjadi tidak bersemangat sebenarnya bisa dihindari. Jika Anda adalah penggemar musik, silakan mendengarkannya paling tidak untuk memulai dan menutup hari. 

Sebagai referensi, para pembalap Formula 1 dikenal gemar mendengarkan lagu favorit mereka untuk membangun mood dan meningkatkan semangat berkompetisi sebelum memulai balapan. 

Terinspirasi dari kebiasaan mereka, kini saya juga memilih untuk mendengarkan lagu yang tergolong energik di pagi hari dan lagu yang lebih lambat untuk menutup hari. 

Supaya saya tidak perlu repot-repot mengunduh lagu, memenuhi kapasitas memori, dan bosan mendengarkan lagu yang sama berulang kali, streaming musik dari JOOX, YouTube, atau Spotify menjadi pilihan yang menarik. Saya bisa menikmati playlist lagu yang disediakan secara otomatis dan terus berganti setiap harinya tanpa membayar satu Rupiah pun.

Bagaimana jika Anda membutuhkan hiburan yang memiliki video juga? Banyak pilihan yang bisa dilakukan, misalnya video animasi kartun di YouTube, replay siaran televisi, atau membaca komik. Mudah bukan?

Membaca berita dan mencari peluang

Foto: Pexels (@rawpixel)
Foto: Pexels (@rawpixel)

Zaman dulu, orang-orang suka membaca koran di pagi hari untuk mendapatkan berita dan mengetahui promosi yang ada di hari itu. 

Biasanya, kegiatan ini dilakukan di teras rumah sambil menikmati secangkir teh atau kopi hangat sebelum melakukan kegiatan lainnya. Waktu terus berlalu, koran semakin sulit didapat, beritanya tergolong basi, dan kita pun sudah tidak sempat meluangkan waktu khusus untuk membacanya.

Agar tetap mendapatkan informasi yang akurat, mumpuni, dan terbaru, saya mengakses situs berita online. Saya bisa mengetahui kejadian di berbagai belahan dunia baik dalam bentuk teks, grafis, audio, maupun video dengan cepat dan murah. 

Biasanya, saya lebih banyak membaca berita di bidang ekonomi dan teknologi untuk mencari peluang usaha, pekerjaan, serta investasi yang menarik untuk digarap. Saya bisa melakukannya kapan saja dan di mana saja, termasuk selama berada dalam perjalanan. Intinya, jangan sampai ketinggalan kereta.

Internet yang digunakan lebih baik internet seluler atau internet broadband berlangganan?

Apapun yang dilakukan, semuanya membutuhkan koneksi internet yang cepat dan stabil. 

Di era yang semakin maju, internet seluler baik 4G LTE maupun 5G yang baru meluncur di Tanah Air sudah memiliki kecepatan yang bisa diandalkan dan bisa bersaing dengan internet broadband berlangganan berbasis kabel.

Internet broadband berlangganan berbasis kabel fiber optic

Internet broadband terlihat menjadi solusi yang jitu dengan kecepatan tinggi dan tidak adanya batas kuota, meskipun pengelola bisa saja memberlakukan fair usage policy alias akan sedikit menyesuaikan kecepatan setelah penggunaan melewati batas tertentu. 

Akan tetapi, seringkali pengguna harus berlangganan dengan durasi minimum tertentu dan akan dikenakan penalti yang cukup mahal jika mengakhiri kontrak lebih dulu, tinggal di wilayah yang dicakup oleh penyedia layanan, menunggu kedatangan petugas untuk melakukan pemasangan, sampai tempat tinggalnya memiliki struktur bangunan yang bagus untuk menyebarkan sinyal internet. 

Kalian yang tidak memenuhi ketentuan tersebut tentu sulit mendapatkan akses internet broadband, atau takut dikecewakan penyedia layanan dengan sisa masa berlangganan yang panjang, tentu lebih melirik layanan internet seluler.

Nama penyedia layanan yang cukup familiar di telinga saya adalah Biznet, IndiHome, First Media, dan MyRepublic, sebenarnya masih ada yang lain. 

Biasanya layanan ini diberikan bersama dengan televisi berlangganan dan batas atas kecepatan internet bisa dipilih sesuai budget. Jika tinggal sendiri atau berdua, internet berkecepatan 10 Mbps masih memadai. 

Akan tetapi, jika Anda tinggal sekeluarga, internet berkecepatan 20 Mbps adalah standar minimum menurut saya dan kenyamanan mulai bisa dirasakan dengan kecepatan 30 Mbps.

Internet seluler, bisa dengan mobile WiFi atau tethering smartphone

Meskipun pada umumnya dibatasi dengan kuota, internet seluler lebih bebas khususnya soal kecepatan. Selama jaringan dan perangkat mendukung, kamu bisa memeroleh koneksi sekencang mungkin dengan paket kuota data. 

Jika operatormu memiliki paket unlimited, mereka berhak juga sih memberlakukan fair usage policy, tetapi keberadaan paket ini pun sangat sulit dicari. 

Biaya menggunakan internet seluler juga cenderung lebih murah karena disesuaikan dengan besar penggunaan pribadi dan tidak disertai kewajiban berlangganan layanan pendukung. Bahkan, kamu boleh memilih paket yang terpersonalisasi secara spesifik sesuai aplikasi yang sering kamu gunakan melalui ketersediaan add-on.

Satu hal yang pasti, pengguna internet seluler cenderung membenci layanan yang dibagi berdasarkan jenis jaringan dan/atau waktu pemakaian. Mereka mendambakan ketentuan yang jelas, simpel, dan tidak ambigu. 

Biaya pun transparan tanpa tambahan terselubung dan sebisa mungkin seluruh kuota yang diberikan harus bisa dihabiskan. Jadi, bagi Anda yang menggunakan internet seluler, pilihlah paket dengan baik dan pastikan sesuai dengan kebutuhan Anda.

Bagaimana cara menikmati internet seluler selain di telepon genggam? Bisa menggunakan modem mobile WiFi, bisa juga tethering smartphone. 

Akan tetapi opsi terakhir akan membuat ponsel cepat panas, kehabisan daya baterai, dan ketahanan baterai juga cepat menurun. Jika digunakan untuk bekerja sehari-hari, baiknya membeli modem mobile WiFi saja.

Pilihan saya? Internet seluler

Saya sendiri saat ini menggunakan internet seluler dengan tethering dari smartphone, sudah lebih dari setahun malah. Sebelumnya, saya berkuliah dan kampus menyediakan layanan internet supercepat untuk mengunduh dokumen berukuran besar. 

Karena sebagian besar waktu saya habis di kampus, mulai dari materi ajar, buku bacaan, update aplikasi, sampai film untuk dinikmati di perjalanan semuanya diunduh di kampus. 

Mau mengumpulkan tugas online? Selama masih bisa menunggu besok, besok saja unggah di kampus kecuali dalam kondisi darurat terpaksa tethering dari smartphone. 

Tiga puluh lima ribu Rupiah untuk kuota internet 8GB? Cukup untuk sebulan, seringkali masih bersisa. Saya juga cukup mengandalkan satu operator, kan hanya untuk komunikasi di rumah.

Setelah kuliah berpindah ke rumah, penggunaan kuota mulai meningkat. Di operator utama, saya membeli kuota 32GB seharga Rp80 ribu yang cukup untuk sebulan. Di operator cadangan, saya harus merogoh kocek lebih dalam karena harga kuota 15GB mencapai Rp75 ribu. 

Hal ini dilakukan agar ketika satu operator mengalami masalah, saya masih bisa menggunakan operator lain. Akan tetapi, operator utama jarang sekali mengalami masalah. 

Kecepatan cenderung stabil kecuali ketika internet down selama beberapa menit, frekuensi down pun lebih jarang dibandingkan internet broadband berlangganan dengan kecepatan sepuluh sampai dua puluh Mbps. Ketika operator utama down, operator cadangan juga cenderung down, jadi tidak berguna.

Ujung-ujungnya, budget tersebut saya belikan kuota 100GB seharga Rp150 ribu. Untuk kuliah dan meraup peluang-peluang yang disebutkan di awal, kuota bisa bertahan selama sebulan penuh dan masih ada sedikit sisa sekitar dua sampai empat GB. 

Ketika saya bekerja, kuota tersebut masih cukup kecuali jika saya banyak menonton live streaming di bulan itu dan lupa menurunkan resolusi secukupnya. Rp150 ribu hanya bertahan untuk dua puluh hari, bagi saya masih cukup terjangkau.

Apakah saya menyesal dengan pilihan saya?

So far, saya cukup puas dengan pilihan saya. Kecepatan ponsel yang masih mentok di jaringan 4G LTE sudah bisa bersaing dengan internet broadband berlangganan di dua paket terbawah yang umum ditawarkan, apalagi jika nantinya saya beralih ke 5G. 

Ketika pengguna internet broadband di beberapa lokasi mengalami down karena hujan dan petir, saya tidak mengalaminya. Down karena sebab lain, saya lebih jarang.

Apakah saya merasa cukup dengan kuota yang sekarang saya miliki? Cukup untuk beraktivitas sehari-hari, tetapi sebenarnya kurang jika saya ingin benar-benar memenuhi keinginan saya. 

Bisa streaming musik sepanjang hari untuk menemani rutinitas bekerja, menonton film online lebih banyak lagi, tentunya membutuhkan internet tanpa batas agar budget tidak jebol. Sayangnya, performa layanan internet broadband di sini belum bisa menyaingi internet seluler yang saya gunakan.

Tidak sayang dengan baterai ponselnya? Ketahanan baterai ponsel saya memang sudah menurun sekalipun tidak digunakan untuk tethering seharian dan mungkin jika harus kembali beraktivitas di luar pun saya sudah bersiap untuk membeli yang baru. Toh, tadinya saya tidak menyangka pandemi COVID-19 akan berlangsung selama ini.

Menggunakan tethering smartphone juga memiliki keuntungan tersendiri ketika saya perlu bekerja di luar rumah karena kebutuhan yang sangat mendesak, misalnya saat divaksin. 

Sebenarnya atasan oke-oke saja saya meninggalkan pekerjaan beberapa waktu, tetapi waktu di perjalanan tanpa bekerja juga sayang untuk terlewatkan dan nantinya malah dikejar deadline. 

Jika saya menggunakan mobile WiFi, berdasarkan pengalaman ketahanannya tidak lebih baik dari smartphone untuk bertahan di jalan. Oh iya, beberapa teman saya malah sudah sukses mengandalkan tethering smartphone untuk bekerja sambil berlibur di luar kota, menarik.

Terakhir, ketika pandemi COVID-19 berlalu dan semoga segera berlalu dengan semakin banyaknya warga yang sudah divaksin, perlahan-lahan kita akan kembali ke sekolah dan kantor. 

Saat itu, apakah kita masih membutuhkan internet sendiri? Ya, tetapi dengan besar penggunaan yang sudah menurun cukup signifikan. Jika saya jarang berada di rumah dan penggunaan saya lebih sedikit, saya bisa menurunkan pengeluaran internet lagi dong?

Sekian cerita saya mengenai pilihan saya untuk mengandalkan internet seluler dibandingkan internet broadband berlangganan. 

Jika Anda penasaran operator apa yang saya gunakan, operator utama saya berinisial IO dan operator cadangan saya berinisial T dengan smartphone-nya adalah Redmi 4X keluaran empat tahun yang lalu. Jika Anda penasaran juga saya membandingkan ketahanan Redmi saya dengan mobile WiFi apa, dia adalah MiFi BOLT generasi pertama. 

Semoga bermanfaat dan yang pasti jangan ditiru sama persis, karena kebutuhan saya dan Anda belum tentu sama. Operator yang kencang di daerah Anda dan saya? Juga belum tentu sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun