Politik kita telah bergeser dari logika "keputusan rasional" menuju logika pertunjukan makna. Dalam logika ini, bahkan bantahan Projo pun menjadi bagian dari drama itu sendiri, sebuah dialog dalam panggung politik yang tak pernah selesai.
Kesadaran Publik dan Intersubjektivitas Kekuasaan
Fenomenologi sosial mengajarkan bahwa realitas tidak berdiri di luar manusia, ia selalu dikonstruksi dalam relasi antar-subjek. Pertemuan dua tokoh besar itu menjadi "nyata" sebagai peristiwa politik karena publik memaknainya demikian. Setiap komentar, cuitan, dan pemberitaan media adalah ekspresi kesadaran yang memperluas makna peristiwa tersebut. Fenomenologi menyebut ini sebagai intersubjektivitas kesadaran bersama yang membentuk kenyataan sosial. Artinya, ketika publik menilai pertemuan itu politis, maka ia memang politis bukan karena fakta yang tersurat, tetapi karena makna yang disepakati dalam kesadaran bersama. Inilah titik di mana politik dan fenomenologi bertemu, di wilayah kesadaran manusia yang mencipta makna sebelum mencipta keputusan.
Penutup
Melalui dua pemberitaan itu CNN dengan narasi kecurigaan, dan SINDO dengan bantahan idealistis kita belajar bahwa yang dipertarungkan hari ini bukan lagi kekuasaan, melainkan tafsir atas kekuasaan. Politik kontemporer Indonesia telah menjadi fenomena kesadaran publik, setiap tindakan elite dibaca, direspons, dan diubah menjadi teks sosial baru.
Dalam dunia yang demikian, fenomenologi memberi kita alat untuk memahami bukan hanya "apa yang terjadi", tetapi "bagaimana kita mengalaminya." Pertemuan Jokowi dan Prabowo bukan sekadar fakta, melainkan pengalaman kolektif tentang cara bangsa ini memandang kekuasaan penuh tanda, tafsir, dan tentu saja, kecurigaan.
Sumber berita:
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI